Sepakbola diharapkan bisa menjadi media untuk mencairkan ketegangan politik antarnegara.
Desember tahun ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah, tim dari Arab akan berangkat ke Israel untuk bermain sepakbola. UEA U-19 akan mengambil bagian dalam turnamen musim dingin di negara itu, bersama tim junior dari Jerman, Rusia dan Israel.
Kehadiran UEA di Israel adalah hasil dari MoU yang ditandatangani di Dubai pada akhir tahun lalu oleh kedua asosiasi dalam sebuah acara yang secara langsung dihadiri Presiden FIFA, Gianni Infantino.
Momen Tendangan Penalti Xabi Alonso di Timnas Spanyol, Teknik yang Sempurna
Pernah menjadi anggota AFC
Hubungan sepakbola Israel dengan Asia, khususnya negara-negara Arab dan Muslim, seperti "benci tapi rindu". Pada 1964, Israel menjadi tuan rumah Piala Asia dan berhasil memenangkannya.
Tapi, turnamen itu diwarnai mundurnya sejumlah peserta seperti Afghanistan, Kamboja, Sri Lanka, Indonesia, Iran, Jepang, Myanmar, Pakistan, Filipina, Taiwan (China), dan Singapura. Sementara negara-negara Arab memboikot. Akibatnya, turnamen hanya menyisakan Israel, Korea Selatan, India, dan Hong Kong.
Tim dari negara Arab atau Muslim terakhir yang bersedia menghadapi Israel adalah Iran di Asian Games 1974. Saat itu Israel menantang Iran di final setelah Kuwait dan Korea Utara mundur. Iran unggul 1-0 lewat gol bunuh diri Itzhak Shum di Aryamehr Stadium, Teheran. Laga bisa berlangsung karena di Iran belum terjadi Revolusi Islam.
Pada Kualifikasi Piala Dunia 1934 contohnya, tim yang mengatasnamakan Mandat Palestina bertemu Mesir. Saat itu, tim Mandat Palestina berisi gabungan pemain-pemain Arab dan Yahudi. Mereka bertemu Mesir untuk menelan kekalahan 1-7 di Kairo dan 1-4 di Tel Aviv.
Historical: The youth national team the UAE ?? will play a tournament in #Israel ?? next December. Russia ?? and Germany ?? will also take part.
— Uri Levy (@Levyninho) October 31, 2021
Muncul ide Piala Dunia 2030 di Israel dan Arab
Usaha untuk mendamaikan konflik di Timur Tengah selalu diusahakan banyak negara sejak dulu. Bukan hanya melalui jalur politik maupun ekonomi. Sepakbola juga menawarkan diri untuk menjadi mediator perdamaian abadi.
Langkah ini dimulai dari Abraham Accords, tahun lalu. Itu adalah perjanjian normalisasi hubungan diplomatik antara sejumlah negara Arab seperti UEA, Bahrain, Sudan, hingga Maroko, dengan Israel. Perdamaian itu diikuti dengan sejumlah rencana di sepakbola yang cukup progresif.
Musim lalu, salah satu klub Liga UEA, Al Nasr merekrut pesepakbola Israel pertama di kompetisi Arab, yaitu Dia Saba. Al Nasr juga mengontrak pemain muda Israel keturunan Arab, Abdallah Khlaikhal. Ada lagi Maccabi Haifa dan Al Ain yang menandatangani perjanjian kerja sama pembinaan pemain muda.
Setelah melihat penerimaan yang baik terhadap kehadiran pemain Israel di UEA, kini langkah lebih maju diambil dengan mengirimkan tim junior ke turnamen di Haifa pada Desember mendatang. Jika itu berhasil, laga uji coba antara timnas senior kedua negara akan menyusul.
Keberhasilan pertandingan tersebut akan semakin mematangkan rencana FIFA untuk menggelar Piala Dunia 2030 di Timur Tengah. Itu bukan turnamen di Qatar seperti yang akan berlangsung pada 2022. Itu adalah tentang turnamen dengan tuan rumah bersama.
Gagasan yang dimunculkan Presiden FIFA, beberepa bulan lalu, itu menyebutkan kemungkinan menjadikan Israel, UEA, Bahrain, dan beberapa negara Timur Tengah lain sebagai tuan rumah. Proposal super langka tersebut juga termasuk Palestina.
FIFA Wants UAE-Israel to Host World Cup 2030#News360 #FIFA #UAE #Israel #FootBall #WorldCup2030 #GianniInfantino @IsraeliPM @FIFAWorldCup
— News 360 (@officialnews360) October 14, 2021