Nomor 1 kini dapat tersenyum.
Sejak rebranding liga pada musim 1992/1993, Liga Premier telah menjadi magnet tersendiri bagi para penggemar sepakbola sekaligus pemain itu sendiri.
Sejak itu, tim seperti Manchester United, Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Manchester City menjadi pesaing ketat memperebutkan gelar. Apalagi, dengan skuad mereka yang bertabur bintang.
Tanpa basa-basi lagi, mari kita lihat lima rivalitas pemain terbesar dalam sejarah Liga Premier:
5. Petr Cech (Chelsea) vs Edwin van der Sar (Manchester United)
Dua kiper terhebat di generasinya. Edwin van der Sar dan Petr Cech, menikmati beberapa tahun yang sukses di Liga Premier. Mereka selalu bersaing langsung untuk rekor dan penghargaan kiper.
Di antara keduanya, mereka memenangkan delapan gelar Liga Premier, dengan masing-masing empat. Mereka berdua juga masing-masing meraih satu gelar Liga Champions.
Van der Sar berhasil menjuarai Piala Dunia Antarklub FIFA bersama Manchester United pada 2008, sedangkan Cech hanya memiliki medali runner-up dalam kompetisi bersama Chelsea pada 2012.
Cech, mantan kiper Rep Ceko itu memenangkan lima Piala FA selama mantranya di Chelsea dan Arsenal. Sementara mantan kiper Belanda itu tidak memenangkan satu pun. Cech juga memenangkan satu gelar Liga Eropa bersama Chelsea pada 2013.
Cech memegang rekor Liga Inggris untuk clean sheet terbanyak dalam satu musim, dengan hasil 24. Sementara itu, Edwin van der Sar memegang rekor Liga Premier untuk menit berturut-turut tanpa kebobolan gol, menutup permainan selama 1.311 menit.
Cech kemudian membuat 443 penampilan di Liga Premier bersama Chelsea dan Arsenal, mencatatkan 202 clean sheet. Sementara Van der Sar membuat 313 penampilan untuk Fulham dan Manchester United di Liga Premier, mencatatkan 132 clean sheet.
4. Luis Suarez (Liverpool) vs Patrice Evra (Manchester United)
Luis Suarez mencetak 69 gol dan membuat 51 assist tambahan dalam 110 pertandingan Liga Premier selama tugasnya bersama Liverpool.
Namun, dia memiliki sifat buruk, dan terkenal karena menggunakan metode intimidasi yang kadang-kadang rasis.
Salah satu insiden yang menggambarkan itu terjadi dengan bek kiri Prancis Manchester United, Patrice Evra.
Suarez diduga menggunakan kalimat rasis untuk menyebut Evra ketika keduanya terlibat dalam percakapan panas setelah insiden di lapangan. Suarez dinyatakan bersalah dan dijatuhi larangan delapan pertandingan pada 2011.
Sementara Evra memiliki cara yang berbeda untuk menangani pascainsiden tersebut. Dia melakukan selebrasi tepat di depan Suarez saat mereka berjalan menuju terowongan di Stretford End of Old Trafford. Alasannya adalah dia hanya berjalan menuju para penggemarnya.
Namun, beberapa tahun setelah insiden itu, Evra mengkritik Suarez dengan cara yang elegan. Evra mengatakan bahwa dia tidak ingin Suarez dihukum absen selama beberapa laga, tetapi lebih suka disadarkan atas kesalahannya dan dididik tentang rasisme. Dia menekankan bahwa kita semua sama dan dia tidak melihat warna kulit.
Rivalitas Evra dan Suarez adalah pengingat bagi penggemar Liga Premier di seluruh dunia bahwa kemanusiaan harus selalu didahulukan, apa pun yang dipertaruhkan dalam sebuah kompetisi.
3. Thierry Henry (Arsenal) vs Ruud van Nistelrooy (Manchester United)
Thierry Henry dan Ruud van Nistelrooy bersitegang beberapa kali selama karier mereka di Liga Premier. Keduanya terlibat dalam pertempuran sengit untuk memenangkan penghargaan Sepatu Emas.
Henry tiba di Arsenal pada 1998, dan membuat 258 penampilan di Liga Premier untuk The Gunners. Pemain Prancis itu mencetak 175 gol dan memberikan 100 assist yang menakjubkan selama waktu itu.
Dia mengakhiri karier bersama Arsenal dengan penghitungan 228 gol, menyelesaikan sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa klub asal London utara.
Sedangkan Van Nistelrooy bermain di Liga Premier untuk durasi yang jauh lebih singkat. Pemain asal Belanda itu membuat 150 penampilan untuk Man United di liga, mencetak 95 gol dan memberikan sembilan assist. Dia memenangkan satu Piala FA dan satu gelar Liga Premier bersama Man United, mengakhiri musim pemenang liga dengan Sepatu Emas untuk dirinya sendiri.
Van Nistelrooy adalah striker yang konsisten dan produktif, dan memegang rekor untuk sebagian besar pertandingan berturut-turut. Dia mencetak minimal satu gol hingga sepuluh pertandingan. Rekor itu akhirnya dipatahkan Jamie Vardy (11) bersama Leicester City pada 2015, tepat melawan Manchester United.
2. Steven Gerrard (Liverpool) vs Frank Lampard (Chelsea)
Jarang sekali seseorang mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan persaingan karier yang berlangsung lama antara dua pemain dengan perjalanan yang hampir identik.
Steven Gerrard dan Frank Lampard bermain bersama di Liga Inggris selama 17 musim. Sementara Gerrard memainkan semua musim itu untuk Liverpool, Lampard mewakili West Ham dan Manchester City, dan memiliki masa yang panjang dan legendaris bersama Chelsea.
Gerrard memainkan 504 pertandingan Liga Premier untuk The Reds, mencetak 120 gol dan 100 assist. Sayangnya, dia tidak pernah memenangkan gelar liga.
Namun, Gerrard memenangkan dua Piala FA, Piala UEFA, dan Liga Champions selama waktunya bersama klub. Torehan itu memperkuat tempatnya dalam sejarah mereka sebagai legenda.
Sementara Lampard membuat total 609 penampilan di Liga Premier untuk tiga klubnya. Dia mencetak 177 gol dan 124 assist.
Lalu, dia memenangkan tiga gelar Liga Premier, empat Piala FA, satu Liga Eropa dan satu gelar Liga Champions dengan Chelsea.
Lampard adalah pencetak gol terbanyak sepanjang masa Chelsea dengan 211 gol di semua kompetisi.
Keduanya juga merupakan bagian dari skuad Inggris selama bertahun-tahun, tetapi sangat disayangkan tidak memenangkan penghargaan utama untuk timnas.
1. Patrick Vieira (Arsenal) vs Roy Keane (Manchester United)
Rivalitas antara Roy Keane dan Patrick Vieira terasa lebih dari sekadar dua kapten dari dua klub besar. Kedua pemain adalah gelandang agresif yang memainkan peran box-to-box untuk klub masing-masing.
Vieira membuat 307 penampilan untuk Arsenal dan Manchester City di Liga Inggris. Dia mencetak 31 gol dan 32 assist. Sementara Keane membuat 366 penampilan di Liga Premier untuk Nottingham Forest dan Manchester United. Dia mencetak 39 gol dan memberikan 25 assist.
Keduanya berhadapan dalam beberapa pertandingan sengit antara Arsenal dan Manchester United pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Pada satu kesempatan, mereka bahkan terlibat dalam cekcok panas di terowongan sebelum pertandingan di Highbury.
Namun, dalam sebuah wawancara bertahun-tahun kemudian, keduanya tampak tersenyum dan penuh rasa hormat satu sama lain. Mereka mengakui apa arti permainan itu bagi mereka berdua, serta menjelaskan mengapa mereka bermain seperti itu.
Sejak itu, tim seperti Manchester United, Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan Manchester City menjadi pesaing ketat memperebutkan gelar. Apalagi, dengan skuad mereka yang bertabur bintang.
BACA ANALISIS LAINNYA
Kenalkan Chris Armas, Asisten Ralf Rangnick yang Tidak Pernah Latih Klub Eropa
Kenalkan Chris Armas, Asisten Ralf Rangnick yang Tidak Pernah Latih Klub Eropa
Dua kiper terhebat di generasinya. Edwin van der Sar dan Petr Cech, menikmati beberapa tahun yang sukses di Liga Premier. Mereka selalu bersaing langsung untuk rekor dan penghargaan kiper.
Cech, mantan kiper Rep Ceko itu memenangkan lima Piala FA selama mantranya di Chelsea dan Arsenal. Sementara mantan kiper Belanda itu tidak memenangkan satu pun. Cech juga memenangkan satu gelar Liga Eropa bersama Chelsea pada 2013.
BACA BERITA LAINNYA
Inginkan Ferran Torres, Barca Menawar Lebih Rendah Kepada Man City
Inginkan Ferran Torres, Barca Menawar Lebih Rendah Kepada Man City
Cech kemudian membuat 443 penampilan di Liga Premier bersama Chelsea dan Arsenal, mencatatkan 202 clean sheet. Sementara Van der Sar membuat 313 penampilan untuk Fulham dan Manchester United di Liga Premier, mencatatkan 132 clean sheet.
Luis Suarez mencetak 69 gol dan membuat 51 assist tambahan dalam 110 pertandingan Liga Premier selama tugasnya bersama Liverpool.
Namun, dia memiliki sifat buruk, dan terkenal karena menggunakan metode intimidasi yang kadang-kadang rasis.
Suarez diduga menggunakan kalimat rasis untuk menyebut Evra ketika keduanya terlibat dalam percakapan panas setelah insiden di lapangan. Suarez dinyatakan bersalah dan dijatuhi larangan delapan pertandingan pada 2011.
Sementara Evra memiliki cara yang berbeda untuk menangani pascainsiden tersebut. Dia melakukan selebrasi tepat di depan Suarez saat mereka berjalan menuju terowongan di Stretford End of Old Trafford. Alasannya adalah dia hanya berjalan menuju para penggemarnya.
Namun, beberapa tahun setelah insiden itu, Evra mengkritik Suarez dengan cara yang elegan. Evra mengatakan bahwa dia tidak ingin Suarez dihukum absen selama beberapa laga, tetapi lebih suka disadarkan atas kesalahannya dan dididik tentang rasisme. Dia menekankan bahwa kita semua sama dan dia tidak melihat warna kulit.
Rivalitas Evra dan Suarez adalah pengingat bagi penggemar Liga Premier di seluruh dunia bahwa kemanusiaan harus selalu didahulukan, apa pun yang dipertaruhkan dalam sebuah kompetisi.
3. Thierry Henry (Arsenal) vs Ruud van Nistelrooy (Manchester United)
Thierry Henry dan Ruud van Nistelrooy bersitegang beberapa kali selama karier mereka di Liga Premier. Keduanya terlibat dalam pertempuran sengit untuk memenangkan penghargaan Sepatu Emas.
Henry tiba di Arsenal pada 1998, dan membuat 258 penampilan di Liga Premier untuk The Gunners. Pemain Prancis itu mencetak 175 gol dan memberikan 100 assist yang menakjubkan selama waktu itu.
Dia mengakhiri karier bersama Arsenal dengan penghitungan 228 gol, menyelesaikan sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa klub asal London utara.
Sedangkan Van Nistelrooy bermain di Liga Premier untuk durasi yang jauh lebih singkat. Pemain asal Belanda itu membuat 150 penampilan untuk Man United di liga, mencetak 95 gol dan memberikan sembilan assist. Dia memenangkan satu Piala FA dan satu gelar Liga Premier bersama Man United, mengakhiri musim pemenang liga dengan Sepatu Emas untuk dirinya sendiri.
Van Nistelrooy adalah striker yang konsisten dan produktif, dan memegang rekor untuk sebagian besar pertandingan berturut-turut. Dia mencetak minimal satu gol hingga sepuluh pertandingan. Rekor itu akhirnya dipatahkan Jamie Vardy (11) bersama Leicester City pada 2015, tepat melawan Manchester United.
2. Steven Gerrard (Liverpool) vs Frank Lampard (Chelsea)
Jarang sekali seseorang mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan persaingan karier yang berlangsung lama antara dua pemain dengan perjalanan yang hampir identik.
Steven Gerrard dan Frank Lampard bermain bersama di Liga Inggris selama 17 musim. Sementara Gerrard memainkan semua musim itu untuk Liverpool, Lampard mewakili West Ham dan Manchester City, dan memiliki masa yang panjang dan legendaris bersama Chelsea.
Gerrard memainkan 504 pertandingan Liga Premier untuk The Reds, mencetak 120 gol dan 100 assist. Sayangnya, dia tidak pernah memenangkan gelar liga.
Namun, Gerrard memenangkan dua Piala FA, Piala UEFA, dan Liga Champions selama waktunya bersama klub. Torehan itu memperkuat tempatnya dalam sejarah mereka sebagai legenda.
Sementara Lampard membuat total 609 penampilan di Liga Premier untuk tiga klubnya. Dia mencetak 177 gol dan 124 assist.
Lalu, dia memenangkan tiga gelar Liga Premier, empat Piala FA, satu Liga Eropa dan satu gelar Liga Champions dengan Chelsea.
Lampard adalah pencetak gol terbanyak sepanjang masa Chelsea dengan 211 gol di semua kompetisi.
Keduanya juga merupakan bagian dari skuad Inggris selama bertahun-tahun, tetapi sangat disayangkan tidak memenangkan penghargaan utama untuk timnas.
1. Patrick Vieira (Arsenal) vs Roy Keane (Manchester United)
Rivalitas antara Roy Keane dan Patrick Vieira terasa lebih dari sekadar dua kapten dari dua klub besar. Kedua pemain adalah gelandang agresif yang memainkan peran box-to-box untuk klub masing-masing.
Vieira membuat 307 penampilan untuk Arsenal dan Manchester City di Liga Inggris. Dia mencetak 31 gol dan 32 assist. Sementara Keane membuat 366 penampilan di Liga Premier untuk Nottingham Forest dan Manchester United. Dia mencetak 39 gol dan memberikan 25 assist.
Keduanya berhadapan dalam beberapa pertandingan sengit antara Arsenal dan Manchester United pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Pada satu kesempatan, mereka bahkan terlibat dalam cekcok panas di terowongan sebelum pertandingan di Highbury.
Namun, dalam sebuah wawancara bertahun-tahun kemudian, keduanya tampak tersenyum dan penuh rasa hormat satu sama lain. Mereka mengakui apa arti permainan itu bagi mereka berdua, serta menjelaskan mengapa mereka bermain seperti itu.