Semoga timnya Rafi Ahmad atau Atta Halilintar tidak mengikuti jejak beberapa klub berikut ini.
Dua anak muda kaya di Indonesia itu membeli klub sepakbola karena menganggap ada bisnis menguntungkan yang siap mendatangkan cuan dalam waktu dekat.
Jawaban Mbappe Saat Ditanya Kans Gabung Tottenham, Bikin Sakit Hati Conte
1. Los Angeles Aztec
Sama seperti Liga Sepakbola Amerika Utara (NASL) yang tinggal nama, Los Angeles Aztec juga menghilang tanpa jejak.
Momen Jose Mourinho Marah Gara-gara Kartu Merah Konyol Felix Afena-Gyan
Aztec contohnya. Mereka adalah versi lain New York Cosmos, karena berhasil membawa orang-orang hebat seperti George Best, Johan Cruyff, dan Rinus Michels.
2. Dukla Praha
Dukla Praha adalah salah satu tim tersukses di era Cekoslowakia. Mereka memenangkan 11 kali kompetisi papan atas serta Piala Cekoslovakia delapan kali. Mereka juga tim pertama yang meraih gelar ganda.
Mereka sempat menjadi kebanggaan Cekoslovakia di Eropa. Dukla mencapai semifinal Liga Champions 1966/1967, sebelum kalah agregat 1-3 dari sang pemenang, Glasgow Celtic. Mereka juga berhasil mencapai semifinal Piala Winners 1985/1986. Bahkan, pemain Dukla, Josef Masopust, sempat meraih Ballon d'Or dan menjadi bagian dari Cekoslovakia yang mencapai final Piala Dunia 1962. Tim itu juga berisi 6 pemain Dukla lainnya.
Namun, klub itu terjatuh ke dalam jurang krisis setelah terdegradasi ke Divisi III. Kemudian, merger pada 1996 untuk berganti label menjadi FK Pribram.
Josef Masopust, con FK Dukla Praha en 1966. pic.twitter.com/2U34yv9Lo1
— FOOTBALL VINTAGE (@pasiongranate1) September 16, 2013
3. Wimbledon
The Dons adalah klub sepakbola terkenal dengan prestasi paling mengesankan saat meraih kemenangan Piala FA 1987/1988. Kemenangan menjadi sangat populer karena mereka mengalahkan tim terbaik Inggris pada periode tersebut, Liverpool. Membanggakan orang-orang seperti Vinnie Jones, John Fashanu, dan Lawrie Sanchez di line-up, Wimbledon adalah klub terkenal dengan permainan kerasnya.
Tim dari London Selatan tersebut juga sempat berada di Liga Premier selama masa-masa awal pembentukan dan tetap berada di papan atas sampai milenium baru. Tapi, mereka mengalami penurunan total dan terdegradasi pada 2000.
Kemudian, manajemen memutuskan untuk membawa klub ke Milton Keynes, dan menyelesaikan relokasi pada akhir musim 2003/2004. Lalu, Wimbledon mengubah nama klub menjadi MK Dons.
Tidak terima dengan keputusan aneh manajemen mengabagaikan suporter, MK Dons kemudian pecah. Fans fanatik memulai membentuk klub mereka sendiri, yang diberi nama AFC Wimbledon. Mereka merangkak dari bawah dan sekarang berada di League One, di kasta yang sama dengan MK Dons.
4. KSV Waregem
KSV Waregem adalah tim Belgia yang bertahan selama 76 tahun atau hingga 2001 sejak pendiriannya. Mereka menjadi peserta reguler di liga papan atas Belgia pada 1966-1996, dengan pengecualian hanya dua musim.
Klub memang tidak pernah berhasil memenangkan liga kasta tertinggi. Tapi, mereka berhasil memenangkan Piala Belgia 1973/1974 dan menjadi runner-up Liga Belgia 1981/1982. Mereka juga sempat mengalahkan Standard Liege di Piala Super Belgia tak lama setelahnya.
Klaim ketenaran terbesar mereka datang di Piala UEFA 1985/1986. Waregem mengalahkan klub-klub mapan seperti Osasuna, AC Milan, dan Hajduk Split. Mereka mencapai semifinal kompetisi, sebelum tersingkir dari FC Koln, dengan kekalahan agregat 3-7.
Nasib tidak menjadi lebih baik dan mereka berakhir di Divisi III pada 1999. Akhirnya, kesulitan keuangan membuat klub bergabung dengan Zultse VV untuk membentuk klub baru bernama SV Zulte Waregem. Klub ini pernah diperkuat calon pemain naturalisasi Indonesia, Sandy Walsh.
KSV Waregem beat #Milan 2-1 (3-2 on agg) amidst controversy at #SanSiro in the 3rd Rnd, 2nd Leg of the 1985/86 #UEFACup. #Rossoneri, 1-0 up & coasting, conceded a penalty on h-t; the foul well outside the box. The award caused a riot resulting in a 2 match European home ban. pic.twitter.com/k3yjl1XmIS
— Fussball Geekz (@philharrison192) October 4, 2021
5. Dalian Shide
Dengan jumlah uang yang dipompa ke sepakbola China pada saat itu, sulit untuk membayangkan akan ada tim yang bubar. Tapi, pada 2013, kekhawatiran itu benar-benar terjadi saat Dalian Shide bubar.
Dalian memenangkan kompetisi papan atas China 4 kali, sebelum miliarder Xu Ming mengambil alih, dan terus mendominasi sepakbola China. Mereka memenangkan 3 gelar lagi secara dan juga mengambil Piala FA Cina.
Xu kemudian mulai memperlambat investasi ke klub, dan memilih mendanai teman politiknya, Bo Xilai. Istri Bo dipenjara karena pembunuhan seorang pengusaha Inggris. Dan, setelah penyelidikan, baik Bo maupun Xu, didakwa melakukan korupsi karena ternyata politisi tersebut telah menerima suap Rp56 Miliar.
Klub itu sendiri seharusnya bisa diselamatkan dengan bergabung ke Aerbin Group dan membentuk klub baru bernama Dalian Aerbin. Tapi, CFA menolak. Aerbin akhirnya membeli Dalian Shide secara langsung dan membubarkannya. Saat ini, Arebin bertransformasi menjadi Dalian Pro dan tetap berkompetisi di China Super League (CSL).
Long-standing Chinese crew, "Blue Wave" Ultras- once of defunct Dalian Shide, now affiliated to Dalian Transcendence #chinesefootballculture pic.twitter.com/iNMuYt5uug
— Cameron Wilson 韦侃仑 (@CameronWEF) August 30, 2017