Dengan bintang hasilnya minor. Dengan pemain biasa-biasa saja, justru juara. Unik!
NYC adalah Manchester City versi Amerika Serikat. Mereka merupakan tim MLS yang menjadi bagian dari keluarga besar City Football Group milik Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan. Jadi, sangat masuk akal jika New York memutuskan mendatangkan pemain-pemain bintang dunia di masa lalu.
Peringkat 5 Kapten Terbaik di Liga Champions
Perbedaannya adalah New York mendapati diri mereka terjebak di tengah-tengah transisi liga. MLS 2.0 didefinisikan oleh nama-nama bintang yang tertarik ke Amerika Utara di era Beckham, Kaka, Didier Drogba, Sebastian Giovinco, dan Gerrard. Sedangkan MLS 3.0 lebih fokus untuk menciptakan bintang mereka sendiri melalui perekrutan yang lebih baik dan lebih cerdas.
Yang Harus Diketahui Tentang Luis Diaz, Properti Panas Transfer Musim Dingin
Hanya dua bulan setelah Villa meninggalkan Bronx ke Vissel Kobe di Jepang, New York menghabiskan USD9,1 juta (Rp130 miliar) untuk mendatangkan pemain depan Rumania yang menjanjikan, Alexandru Mitrita, dan sekitar USD4 juta dolar (Rp57 miliar) untuk striker Brasil, Heber.
Pengangkatan Ronny Deila sebagai pelatih kepala juga menjadi bukti bahwa New York mengambil pendekatan yang berbeda. Meski memenangkan gelar back-to-back selama menjadi pelatih Glasgow Celtic di Skotlandia, Deila tidak terlalu sukses di MLS.
Dibebaskan dari target tinggi, New York melakukan pekerjaan yang baik dalam mengukir identitas mereka sendiri dalam beberapa musim terakhir. Mereka masih menggunakan seragam yang sama dengan Man City. Begitu pula sebutannya "The Citizens". Tapi, lalu-lintas pinjaman antara dua klub bersaudara itu telah berhenti.
Ada tanda-tanda sepanjang musim reguler 2021, terutama di bulan terakhir, bahwa New York bersiap untuk menghadapi play-off. Memang, tim Deila mengakhiri kampanye reguler dengan empat pertandingan tak terkalahkan yang mencakup kemenangan 6-0 atas DC United.
Dengan Valentin Castellanos dalam skuad, New York memiliki pemenang Sepatu Emas MLS 2021 dan seorang pemain yang mewujudkan bagaimana mereka telah berubah sebagai sebuah klub.
Tidak banyak kemeriahan ketika pemain muda Argentina itu tiba di Bronx dengan kesepakatan pinjaman dari klub Uruguay, Torque, pada musim panas 2018, layaknya kedatangan Pirlo atau Villa. Tapi, talent scout klub telah mengenali potensinya. Pelatihan yang baik telah mendorongnya melangkah lebih jauh.
Di sisi lain, pemain veteran seperti Maxi Moralez dan Sean Johnson menjadi semakin penting untuk menunjang permainan tim yang semakin matang. Sementara pemain seperti Jesus Medina, James Sands, Malte Amundsen, Santiago Rodriguez, dan Keaton Parks memberi tenaga segar sebagai pemain muda.
MLS sering kesulitan terkait masalah keuangan. Hal ini diperburuk oleh batasan gaji dan pembatasan daftar lainnya. Tapi, New York telah mencapai keseimbangan yang lebih baik.
Dan, hasil dari perubahan di New York terlihat nyata pada akhir pekan lalu. Itu karena New York mengalahkan Portland Timbers di final. Pertandingan di Providence Park, kandang Timbers, itu berakhir imbang 1-1 selama 120 menit. The Citizens akhirnya memetik kemenangan adu penalti 4-2.
Cara New York ini layak dicontoh klub-klub di Indonesia yang masih menganggap bintang besar bisa menghadirkan gelar juara!
O City Football Group agora tem quatro campeões em quatro diferentes ligas da primeira divisão:
— Man City Brazil (@ManCityBrazil) December 12, 2021
Man City (Premier League)
Mumbai City (Indian Super League)
Melbourne City (Australian A League)
New York City FC (Major League Soccer) pic.twitter.com/z5NEk00yHx