Dalam hal prokes Covid-19, Liga Indonesia jauh lebih unggul dari Liga Premier.
Setengah dari pertandingan Liga Premier pekan ini telah ditunda karena banyaknya kasus positif Covid-19 Omicron yang menghantam pemain. Meski sebagian besar tanpa gejala dan tidak membutuhkan perawatan medis khusus, terpaparnya pesepakbola-pesepakbola top cukup mengejutkan.

Untuk kompetisi dengan level Liga Premier, fenomena sepanjang pekan ini benar-benar mengherankan. Bagaimana mungkin organisasi sekelas FA "kecolongan" dengan penerapan protokol kesehatan.

Sebagai perbandingan, di Indonesia, untuk bisa menggelar Liga 1 dan Liga 2, PSSI serta PT Liga Indonesia Baru (LIB) harus melewati proses yang rumit dan panjang. Selain protokol standar seperti masker atau handsanitizer, pertandingan tanpa penonton juga diterapkan. Dan, yang paling krusial adalah vaksin dua dosis!

Lalu, mengapa Liga Premier yang jauh lebih maju dari Liga Indonesia bisa diguncang gelombang baru Covid-19? Jawabannya sebenarnya tidak terlalu dramatis.

Fakta menunjukkan, 25% dari pemain Liga Premier mengatakan mereka tidak berniat untuk melakukan vaksinasi. Kondisi itu diperparah dengan tidak adanya kewajiban vaksin bagi pesepakbola Liga Premier atau kasta dibawahnya. Itu artinya, tingkat vaksinasi mereka sangat rendah.

"Hal terpenting yang dapat dilakukan siapa pun, termasuk pesepakbola, untuk melindungi diri mereka sendiri, rekan kerja, dan orang-orang terkasih adalah dengan melakukan vaksinasi dan booster. Saya tahu otoritas sepakbola juga bekerja dengan para pemain untuk memahami mengapa beberapa orang ragu-ragu dengan vaksin," kata Menteri Olahraga Inggris, Nigel Huddleston, dilansir BBC Sport

Data terbaru dari Liga Premier, yang diterbitkan pada Oktober 2021 mengungkapkan bahwa 81% pemain Liga Premier memiliki setidaknya satu suntikan vaksin. Sementara 68% telah diberikan dua dosis. Bandingkan dengan pemain Liga 1 yang 100% dua dosis dan bersifat "wajib".

Di seluruh Inggris, 89% anak di atas 12 tahun telah mendapatkan dosis vaksin pertama, 82% mendapatkan vaksin kedua, dan 44% mendapat booster.

Kepala Eksekutif Liga Premier, Richard Masters, telah menulis surat kepada semua klub anggota meminta mereka untuk "mendorong" pemain divaksinasi. "Kami secara kolektif menyoroti pentingnya vaksinasi dan itu tidak pernah lebih penting," ujar  Masters.

"Tolong dorong mereka yang tidak sepenuhnya divaksinasi untuk menjadi divaksin. Ini menjadi satu-satunya lapisan perlindungan yang signifikan terhadap varian Omicron," tambah Mastres.




Mengapa beberapa pemain tidak divaksinasi?

Beberapa orang memilih untuk tidak divaksinasi, dengan sejumlah alasan yang menurut bahasa Juergen Klopp "sok-sokan". Sebut saja kurangnya kepercayaan pada kasiat vaksin, kekhawatiran tentang efek samping, ketakutan akan jarum suntik, atau terpengaruh rumor "teori konspirasi".

"Pemain ini tidak berbeda dengan orang-orang di masyarakat dalam kelompok usia itu. Beberapa orang memiliki pandangan dan kekhawatiran mereka sendiri," kata CEO Crystal Palace, Steve Parish.

"Tapi ada pemain yang memiliki kekhawatiran seperti contohnya masalah medis, yang berarti mereka tidak dapat divaksinasi dengan cara yang sama, atau hanya masalah individu atau keluarga. Kami harus mengatasi itu dan melakukan yang terbaik," tambah Parish.

Liga Premier, EFL, dan Asosiasi Pesepakbola Profesional Inggris telah mengatur agar para pemain bertemu dengan Wakil ketua Satgas Medis Covid-19 Inggris, Prof Jonathan Van-Tam, untuk membahas kekhawatiran mengenai vaksin.

Mantan pemain sayap Skotlandia dan Chelsea, Pat Nevin, mengatakan dia sangat marah dengan para pemain yang tidak mau divaksinasi. "Saya tidak bisa melihat kejujuran di dalamnya. Saya rasa pemain yang tidak divaksinasi harusnya tidak diizinkan untuk terus bermain. Itu tidak adil bagi pemain lain (yang divaksin)," kata Nevin.

Para pelatih klub Liga Premier kini juga gencar untuk mengkampanyekan vaksinasi. Sebab, itu berpengaruh pada skuad mereka dalam setiap pertandingan. Bahkan, Klopp dengan keras meminta orang-orang yang "sok tau" untuk diam dan pergi ke tempat vaksinasi.

Klopp percaya mendapatkan vaksinasi harus menjadi kewajiban dari sudut pandang moral. Dia mengungkapkan 99% pasukannya sudah mendapatkan vaksin dua dosis. "Ini masalah persuasi. Jika saya melakukan sesuatu yang membantu orang-orang di sekitar saya, maka bagi saya itu wajib. Tapi, jelas beberapa orang melihatnya secara berbeda," ujar Klopp.

"Saya berusia 54 tahun dan saya sangat percaya bahwa anda dapat meyakinkan orang tentang hal yang benar untuk dilakukan. Tapi, saya tidak yakin dalam kasus khusus ini," tambah Klopp.

Seperti Klopp, Pelatih Manchester City, Pep Guardiola, juga sangat mendukung gagasan vaksinasi kepada semua orang di lapangan. "Saya pikir para dokter, departemen medis dapat melakukannya. Jadi, para pemain harus tahu bahwa itu adalah (untuk) melindungi mereka, keluarga, dan yang lainnya," kata Guardiola.

Pelatih Arsenal, Mikel Arteta, yang tertular virus pada tahap awal pandemi, mengatakan dirinya telah mendorong para pemain The Gunners untuk mendapatkan vaksin. Bahkan, dia membuat peraturan bahwa vaksin adalah wajib sebelum masuk ruang ganti Emirates Stadium.

"Dokter telah melakukan pekerjaan yang sangat baik untuk mencoba menjelaskan kepada semua orang. Kami hanya mencoba mendidik mereka untuk mencoba mendorong mereka membuat keputusan. Tapi, pertama-tama mereka harus percaya itu," ungkap Arteta.

Uniknya, pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan Antonio Conte. Pelatih baru Tottenham Hotspur itu 100% mendukung program vaksinasi. Dia juga mengatakan ingin para pemainnya divaksinasi. Tapi, dia juga menyebut tidak akan memaksa siapa pun untuk melakukannya.

"Saya telah divaksinasi dan keluarga saya, putri saya, istri saya. Semuanya melakukan hal yang sama. Saya ingin orang lain melakukan hal yang sama. Tapi, setiap orang perlu mengambil keputusan terbaik untuk dirinya sendiri," kata Conte.




Bagaimana di negara Eropa lainnya?

Untuk masalah vaksinasi pemain sepakbola dan olahragawan, apa yang dikerjakan PSSI dan pemerintah Indonesia layak mendapatkan acungan dua jempol. Mewajibkan atlet divaksin lengkap sebelum bertanding bisa menjadi salah satu solusi untuk mencegah gelombang baru Covid-19.

Selain Indonesia, sejumlah negara top sepakbola di Eropa juga melakukannya. Italia contohnya. Serie A mengatakan 98% pemainnya telah divaksin dua dosis. Bahkan, bek Juventus dan Gli Azzurri, Giorgio Chiellini, turun langsung berkampanye untuk mendesak suporter mendapatkan suntikan di lengan.

Bukan hanya Italia. Di Prancis, 95% pemain telah divaksinasi ganda dan beberapa lainnya sedang menunggu booster. Akibatnya, ketika gelombang baru Virus Corona melanda Inggris, hanya ada sedikit kasus positif baru di Ligue 1. Padahal, Inggris dan Prancis memiliki lalu-lintas manusia yang padat di Selat Channel.

Seperti Serie A dan Ligue 1, di Bundesliga, 94% pemain telah divaksinasi ganda. Joshua Kimmich dari Bayern Muenchen yang semula bersikeras menolak vaksin, akhirnya bersedia menerima suntikan setelah sempet dinyatakan positif dengan gejala sesak napas.

Hal yang sama juga terjadi di Spanyol. Catatan menunjukkan, lebih dari 90% pemain La Liga telah divaksinasi ganda dan stadion masih diizinkan dalam kapasitas penuh. Dan, ketika gelombang baru datang, Negeri Matador tetap santai.