Sepakbola jadi alat permersatu bangsa. Contohnya ada di Afrika Selatan setelah apartheid.
Pada dekade 1990-an, Fish adalah bek tengah tangguh. Dia menikmati karier sempurna bersama Lazio di Serie A. Kemudian, Bolton Wanderers dan Charlton Athletic di Liga Premier. Di tempat-tempat itu, Fish adalah batu karang tangguh di pertahanan yang tidak mudah diterobos.
Kisah Ruby Mace, Cristiano Ronaldo versi Sepakbola Wanita
Bafana Bafana melewati ujian pertama dengan mengalahkan Kamerun, yang bertabur bintang. Mereka menang 3-0 berkat gol Masinga, Williams, dan Moshoeu. "Kami bisa saja mencetak lima atau enam gol melawan tim peringkat pertama di benua itu," kenang Fish beberapa tahun kemudian, dilansir Planet Football.
Peringkat 5 Tukang Umpan Terbaik di Sepakbola pada Abad 21
"Mereka sulit dilawan. Mereka sangat terorganisasi dan memainkan sepakbola Eropa. Hari itu hujan. Hari yang basah. Stadion mungkin seperempat penuh," beber Fish.
Pertarungan semifinal dengan Ghana. Tim itu dipelopori oleh bintang Leeds United, Anthony Yeboah. Laga tersbeut digambarkan Fish sebagai ujian terbesar Afrika Selatan di turnamen.
Fish menganggap pertandingan melawan Ghana itu sebagai sesuatu yang mirip dengan final de facto. "Ghana adalah tim yang bagus. Rasanya siapa pun yang menang dari kami dan Ghana akan mengangkat trofi," kata Fish.
Akhirnya, Afrika Selatan menang 3-0 dan menantang Tunisia di final. Keberhasilan ini membuat negara bersatu. Dan, dalam sekejap tidak ada lagi kulit putih, kulit hitam. Semuanya kuning-hijau seperti warga seragam Bafana Bafana.
"Sayangnya karena sejarah dan politik Afrika Selatan, seluruh generasi pesepakbola fenomenal tidak bisa bermain di panggung dunia. Jadi, pada 1996, bukan hanya kami yang datang ke pertandingan, melainkan juga pesepakbola dari generasi 1960, 1970, 1980 yang tidak bisa mewakili negara. Ini lebih dari sekedar sepakbola bagi kami," ungkap Fish.
Dengan dukungan seluruh Afrika Selatan yang bersatu, Bafana Bafana menatap Tunisia di final. Laga di Soccer City, Johannesburg, itu dihadiri 80.000 pasang mata. Hadir pula Mandela, mantan presiden kulit putih FW de Klerk, dan Uskup agung Desmond Tutu.
Mereka unggul 2-0 dan meraih Piala Afrika untuk pertama kali dalam sejarah. "Apa yang telah kami capai untuk bangsa, lebih dari sekadar sepakbola. Itu dimasukkan ke dalam gagasan Mandela tentang sihir Madiba. Dia ingin menyatukan negara melalui olahraga dan dia telah mencapainya," pungkas Fish.
In a time when apartheid was reigning supreme South Africa united to cheer on The Bafana Bafana legendary team of 1996 to win AFCON in their first participation. I was very young but I can recollect names like Mark Fish very popular then. SA craves for another golden generation. pic.twitter.com/EPBRvr8yBU
— #gioVinco® (@VincoAfro) June 19, 2021