Sudah bukan rahasia jika Liga Premier adalah surga bagi pelatih asing. Musim ini misalnya, dari 20 kontestan, 75% bukan orang Inggris. Itu artinya hanya ada lima pelatih lokal, yang salah satunya Graham Potter.
Potter saat ini berstatus pelatih kepala Brighton and Hove Albion. Dirinya telah menjadi salah satu pelatih yang paling dikagumi dengan bekerja di lingkungan yang tepat. Sudah menjadi praktik normal dalam beberapa bulan terakhir dalam menempatkan Potter sebagai salah satu favorit untuk lowongan saat sebuah klub besar Inggris memecat pelatih yang lama.
Sebut saja ketika Tottenham Hotspur sedang mencari pelatih baru pada musim panas lalu, yang akhirnya jatuh ke Nuno Espirito Santo. Kemudian, Potter kembali menjadi salah satu nama yang beredar pascapemecatan Rafael Benitez di Everton. Sebelumnya, juga di Newcastle United.
Potter mengatakan bahwa kabar itu hanya spekulasi dan dia sangat senang di Brighton. Pelatih berusia 46 tahun itujuga mengaku sulit membayangkan dianggap sebagai calon yang menarik untuk beberapa klub Liga Premier.
"Sulit menjadi nama yang seksi ketika dipanggil Potter. Apalagi jika nama depan anda Graham. Kemudian menjadi lebih seksi lagi. Tambahkan ke wajah yang panjang dan janggut jahe dan sisanya saya harus tetap menjadi pelatih sepakbola dan bekerja dengan para pemain," canda Potter, dilansir BBC Sport.
Karier Potter di sepakbola memang unik. Beda dengan kebanyakan pelatih Inggris yang memulai karier dari dalam negeri, mantan bek kiri itu justru menjadi pelatih untuk pertama kalinya di Swedia bersama Ostersunds FK. Itu terjadi lebih dari satu dekade lalu.
Pelan dan pasti, Potter membangun reputasi yang mengesankan dan mendapatkan pekerjaan di Brighton setelah musim yang menarik di Swansea City. Saat itu, taktik progresifnya mendapatkan banyak pujian.
Dia kemudian mempertahankan pendekatan itu di Brighton. Hanya saja kurangnya pencetak gol sejati telah mencegah The Seagulls memenuhi potensi maksimal dari gaya sepakbola Potter. Tapi, jika mereka tetap berada di posisi kesembilan saat ini, itu akan menjadi penyelesaian tertinggi dalam sejarah klub.
Menariknya, Potter adalah orang pertama yang mengakui pencapaian itu bukan miliknya sendiri. "Kesalahannya adalah berpikir bahwa anda lebih baik dari anda dan dapat berhasil dalam lingkungan apa pun. Itu tidak terjadi," kata Potter.
"Saya ambisius. Saya ingin sukses. Tapi, saya bukan pesulap. Saya butuh bantuan. Untuk sukses sebagai pelatih, anda membutuhkan orang lain seperti staf, anggota dewan, CEO, strategi klub, dan para pemain. Saya punya pemain senior di sini yang sangat membantu dan mendukung saya," ungkap Potter.
"Kami memiliki ketua klub yang fantastis, yang memberikan kejelasan, visi, dan dukungan untuk kami semua. Dia memungkinkan kami untuk melanjutkan pekerjaan kami. Segala sesuatu di sekitar klub memberi anda kesempatan sebagai pelatih," tambah Potter.
Jika suatu saat Gareth Southgate berhenti melatih The Three Lions, Potter pasti akan menjadi salah satu nama yang masuk bursa selain Sean Dyche, Eddie Howe, atau Steven Gerrard.