Kalau bukan karena main di Liga 1, mana mungkin Ezzejjari dikenal di Spanyol?
Youssef Ezzejjari Lhasnaoui lahir di Santa Coloma de Gramenet, Katalunya, pada 10 Mei 1993 dari keluarga keturunan Maroko. Sepanjang kariernya, dia lebih banyak menghabiskan waktu di klub-klub kasta bawah Spanyol. Hanya Andorra tempat dirinya bermain di kasta elite di Eropa.
Momen Bunuh diri Paling Konyol dalam Sejarah, Produk Kiper Maroko
Saat datang ke Indonesia, Ezzejjari memiliki julukan El Matador. "Nama panggilan itu diberikan kepada saya oleh Paco Montesinos, yang merupakan pelatih saya di Carroi de Andorra. Dia melihat video (Edinson) Cavani dan menyamakannya pada saya dan beberapa striker mematikan di daerah itu. Dia berkata bahwa saya harus menjadi seperti mereka," kata Ezzejjari.
Formasi Unik RB Leipzig 2-0-8 pada 2013, Langsung Cetak Gol di Detik 8,6
Tapi, saat tiba di Indonesia, Ezzejjari dijuluki "Messi" oleh pers lokal. Meski lebih mirip Karim Benzema, julukan itu tampaknya melekat pada Ezzejjari karena lantar belakangnya yang berasal dari Katalunya.
Apapun julukan yang diberikan orang Indonesia, Ezzejjari mengaku senang. Bahkan, dia sudah menganggap Indonesia sebagai tanah air keduanya. "Ketika kontrak saya diumumkan, saya mendapat banyak pengikut di media sosial. Dan, setiap kali kami memposting cuplikan pertandingan di Instagram, komentarnya berlipat ganda," beber Ezzejjari.
Bagi Ezzejjari, ajaran Islam yang dipraktikkan di Indonesia adalah hal mendasar dan terasa damai. "Saya merasa seperti di rumah sendiri. Awalnya, mereka terkejut. Mereka berkata: 'Bagaimana orang Spanyol bisa menjadi Muslim?' Tapi, saya menjelaskan cerita saya kepada mereka dan mereka mengerti," ujar Ezzejjari.
Menurut Ezzejjari, Indonesia adalah negara yang sangat religius. Dia mengatakan 84% dari penduduk Indonesia memeluk Islam.
"Kami semua berdoa bersama sebelum dan sesudah latihan, dan sebelum, dan sesudah makan. Jika kami bepergian dengan bus dan waktunya shalat, kami berhenti untuk berdoa. Dan, sebelum pertandingan, jika sudah waktunya, kami juga melakukannya," ungkap Ezzejjari.
"Saya ingat kami berhenti melakukan pemanasan karena mendengar adzan dari masjid terdekat," tambah Ezzejjari.
Lalu, bagaimana perjalanan karier Ezzejjari? Pada usia yang masih sangat muda, Ezzejjari bergabung dengan Akademi Nike. Tapi, dia mengalami cedera dan harus kembali ke Spanyol. Saat itulah dia memutuskan sekolah. "Mereka (orang tua)menyuruh saya belajar karena sepakbola bisa berakhir kapan saja," ucap Ezzejjari.
Ezzejjari kemudian lulus sekolah dan melanjutkan karier sepakbola di Terrassa, Vilassar de Mar, dan Guineueta sebelum melompat ke Andorra. Berkat penghargaan El Pichichi yang didapatnya, dia memiliki kesempatan bermain di Islandia, Filipina, dan Slovenia.
Dia kemudian memilih Persik, dan diterima seperti bintang sejati. Ezzejjari sangat bahagia di Indonesia. Apalagi di negara ini, vaksinasi Covid-19 wajib diberikan kepada semua atlet sebelum bermain sepakbola. "Kalau tidak divaksin, tidak bisa main," ucap Ezzejjari.
Nike academy 3-2 Charlton pic.twitter.com/gwmg84W0Bd
— Youssef Ezzejjari (@9yossef_) September 6, 2013
Dengan 13 gol, Ezzejjari menjadi pencetak gol terbanyak Persik di Liga 1. "Ini gila karena fisik adalah hal pertama yang mereka perbaiki. Mereka sangat agresif. Ada banyak duel. Anda juga bekerja pada taktik, tapi tidak sebanyak di Eropa," tambah Ezzejjari.
"Mereka banyak bertanya kepada saya apakah penting bagi saya untuk menjadi pencetak gol terbanyak, tapi saya katakan tidak. Saya tidak fokus pada itu. Tujuan pertama saya adalah menyelamatkan tim. Dan, jika saya menjadi pencetak gol terbanyak, itu hadiah. Penghargaan untuk saya dan tim karena tanpa mereka itu tidak akan mungkin terjadi," ungkap Ezzejjari.
"Perubahan itu berat. Ini negara lain, benua lain, budaya lain, sepakbola lain. Tapi, saya sangat senang. Saya ingin berkarier di Asia," pungkas Ezzejjari.