Pada 2015, pemain ini pensiun setelah cedera di laga Warriors versus Geylang.
Beattie bukan pemain berkebangsaan Singapura. Dia berasal dari Inggris. Gelandang serang itu lahir di Goole, 16 September 1986. Itu sebuah kota kecil di West Yorkshire, yang berdekatan dengan markas Sheffield (United maupun Wednesday), Leeds United, hingga Hull City.
Kisah Unik 4.25 SC, Klub Sepakbola Korea Utara dengan Nama Tanggal
Harapan Beattie untuk masuk skuad utama Hull ternyata tidak terwujud. Pada usia 19 tahun, dia keluar dari Hull dan mengambil beasiswa kuliah sambil bermain di Amerika Serikat (AS).
Intip Gol Indah Gabriel Pec di Kompetisi Brasil, Calon Puskas Award 2022?
Beattie terkesan di AS. Dia bermain di tim kampusnya di North Carolina, Limestone College, Limestone Saints. Bahkan, setelah lulus, Beattie tidak mau kembali ke Eropa.
Ketika Ottawa bangkrut, Beattie berstatus agen bebas. "Agen saya mengatakan kepada saya bahwa saya bisa pergi ke Singapura jika mau. Main selama satu tahun dan kemudian pindah," ucap Beattie.
"Saya pergi ke sana, dan saya jatuh cinta dengan lingkungan di sana. Saya pindah ke Warriors, kami memenangkan Liga Singapura dan lolos ke Liga Champions Asia. Itu adalah pengalaman yang luar biasa bisa bepergian ke seluruh Asia untuk bermain sepakbola," kata Beattie.
Sayangnya, setelah menemukan kesuksesan di lapangan, Beattie masih berjuang melawan iblis dalam dirinya. Itu adalah iblis LGBT yang menghantui dirinya sejak beranjak dewasa.
"Saat itulah saya benar-benar mulai berjuang dengan seksualitas saya. Saya berada di usia ketika banyak teman saya maju, menikah, punya anak, dan saya belum mengambil satu langkah pun dalam memajukan kehidupan pribadi saya," ujar Beattie.
"Saya merasa benar-benar tidak terpenuhi. Saya telah menikah dengan sepakbola sampai saat itu, dan saya baik-baik saja dengan itu. Tapi, saya mendambakan lebih banyak pemenuhan, yang tidak akan pernah diberikan sepakbola kepada saya," tambah Beattie.
Beattie merasakan keanehan dalam orientasi seksualnya sejak masih di Hull. Tapi, dia merasa tidak ada dukungan terstruktur yang cukup untuk para pemain ketika mereka memiliki masalah pribadi. Itu adalah masalah yang tidak hanya datang dari sepakbola, melainkan juga dari cara orang-orang LGBT dipandang dalam kehidupan di Inggris sebagai utuh.
"Ini masalah sosial. Ada begitu banyak kesalahpahaman seputar seksualitas dan gender. Orang berasumsi bahwa jika anda bermain sepakbola, anda tidak bisa menjadi gay," ucap Beattie.
"Di Inggris, siapa yang anda jangkau? Terutama sebagai atlet muda yang sedang berjuang. Saya tidak pernah ingin berbicara dengan siapa pun di klub saya, karena ini adalah fase eksplorasi dan perjalanan setiap orang berbeda. Anda ingin berbicara dengan seseorang yang tidak memihak, karena ketika anda memulai percakapan itu, tidak ada jalan untuk kembali," ungkap Beattie.
"Saya pikir tidak realistis bagi anak berusia 17 tahun menghubungi PFA (Asosiasi Pesepakbola Profesional Inggris) tentang seksualitas. Ada orang-orang di departemen itu yang brilian. Tapi, saya pikir untuk orang-orang di lingkungan itu, kecil kemungkinan mereka akan melakukannya," beber Beattie.
Dampak dari kesehatan mental yang buruk mempengaruhi Beattie di lapangan. Tubuhnya secara fisik menderita stres dan kurang tidur sehingga mengganggunya saat jauh dari ruang ganti stadion.
"Kami memiliki rutinitas (di sepakbola). Kami akan berlatih di pagi hari, mulai pukul 6.30 pagi sehingga kami bisa berlatih sebelum matahari tengah hari. Kami akan berlatih lagi di sore hari dengan sesi beban di sana. Jadi, itu sangat intens," kata Beattie.
"Akhirnya, saya mengalami cedera hamstring. Saya sedang berlatih dan tidur selama sekitar dua jam. Jadi saya pergi ke latihan dan mengatakan bahwa saya tidak merasa fit. Tubuh saya terasa seperti ditabrak kereta api. Itu luar biasa," ucap Beattie.
"Pelatih saya berkata, 'Lakukan pemanasan, lihat bagaimana perasaan anda'. Saya setuju, karena saya tidak pernah suka melewatkan latihan. Setelah 10 menit, saya mengalami cedera hamstring dan absen selama beberapa bulan," tambah Beattie.
Dan, puncak cedera Beattie datang pada pertandingan antara Warriors dengan Geylang International di S-League 2015. Saat itu, Beattie baru berusia 29 tahun. Dia ditantang duel striker Geylang, Lionel Felice. Dan, mereka bertabrakan.
Dalam kejadian seperti itu, hasil terburuk dalam banyak kasus adalah gegar otak. Tapi, bagi Beattie, hasilnya jauh lebih buruk.
"Saya melompat untuk menyundul bola, dan kepala saya berbenturan. Itu mematahkan lobus frontal saya, kedua rongga mata saya tertekan, dan otak saya mengalami pendarahan. Saya memiliki pecahan tulang di bagian belakang mata saya. Itu lebih seperti cedera kecelakaan mobil," ungkap Beattie.
"Itu adalah mimpi buruk yang harus saya lalui. Tapi, sejujurnya, saya melihat ke belakang dan menggambarkannya sebagai mimpi buruk yang indah. Sepakbola adalah semua yang pernah saya ketahui. Saya kehilangan sesuatu yang saya cintai. Tapi, saya menemukan diri saya dalam prosesnya," beber Beattie.
"Saya ingat saat bangun dari operasi dan berpikir bahwa saya tidak akan menghabiskan satu hari lagi untuk menyenangkan orang yang mungkin tidak akan pernah saya temui," ucap Beattie.
Namun, cedera dan pensiun dini ternyata menjadi momen Beattie untuk membuat keputusan terpenting dalam hidupnya dengan tampil di depan umum dan mengaku sebagai gay. "Itu adalah momen besar bagi saya, untuk belajar merangkul setiap bagian dari diri saya dan menerimanya," ujar Beattie.
"Setelah latihan, saya biasanya pulang ke rumah dan berbaring di tempat tidur. Saya melihat langit-langit, berdoa agar saya bangun, dan semuanya akan hilang. Saya masih berpikir jika saya bermain sekarang, saya tetap tidak akan keluar," kata Beattie tentang gejolak batinnya.
Warriors FC starting XI: Hassan Sunny (GK), Jeremy Chiang, Zulfadli Zainal Abidin, Thomas Beattie, Miroslav... http://t.co/JJOAIWPihv
— SAF Warriors (@WarriorsSAF) February 23, 2014
Meski LGBT masih ilegal di Singapura dan banyak negara Asia lainnya, Beattie ternyata tidak mau pulang ke Inggris. Dia memutuskan menetap di Negeri Singa. Dia menekuni bisnis kebugaran. Dia juga menemukan kesuksesan sebagai pengusaha teknologi seluler.
"Saya tahu banyak orang asing yang menikah di luar Singapura, yang pergi ke sana untuk bekerja dan suami mereka diberikan izin tinggal sesuai dengan kebijakan kerja seperti yang dianut oleh pemerintah. Saya tidak bisa berbicara banyak tentang Singapura dalam banyak hal sebagai mantan atlet yang tinggal di sana selama setengah tahun," ujar Beattie.
"Jujur, saya menemukan pengalaman yang tidak berbeda dengan Amerika, atau ke mana pun saya bepergian. Di masa depan, kami ingin itu berkembang. Tapi, itu akan memakan waktu, terutama dengan agama dan norma-norma sosial yang berbeda," tambah Beattie.
Beattie muncul secara terbuka dalam sebuah artikel di ESPN pada Juni 2020, setelah memberi tahu keluarga dan teman-teman tentang masalah seksualitasnya. Dia mengatakan tahun-tahun sejak itu adalah waktu yang paling berharga dalam hidupnya.
"Saya telah membangun dan menjual perusahaan. Saya dapat membebaskan diri saya dan menggunakan suara saya untuk mengadvokasi komunitas LGBT dan mengubah perspektif. Itu benar-benar memuaskan. Saya telah menemukan tujuan dalam sesuatu yang dulu membuat saya sakit," pungkas Beattie.
There have been very few visible stories of gay men in professional soccer, especially in England.
— Emily Kaplan (@emilymkaplan) June 23, 2020
It’s one of the reasons Thomas Beattie is so brave to come out with his story. Humbled I could help tell it. https://t.co/B7PPdyfasB pic.twitter.com/rcGUbPV2K1