“Kamu adalah sebuah tim, kamu bukan Madrilenos, Catalans atau Basques. Kamu adalah Spanyol."
Tepat hari ini 1 Februari enam tahun lalu, Luis Aragones pergi dari dunia persepakbolaan untuk selama-lamanya. Mungkin nama Luis Aragones masih terdengar asing di telinga para penggemar sepak bola sekarang, tetapi tidak untuk mereka di Spanyol terutama penyuka La Liga.
Pria yang lahir pada tanggal 28 Juli 1936 ini adalah sosok di balik awal kesuksesan timnas Spanyol. Sebelum menjadi pelatih sepak bola, Aragones terlebih dahulu aktif sebagai pemain sepak bola. Memulai karir profesionalnya di CD Getafe pada tahun 1957, berselang 1 tahun kemudian ia bergabung bersama Real Madrid tetapi tidak pernah bermain untuk tim utama di sana.
Ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan peminjaman. Tercatat pada waktu itu ia dipinjam ke dua tim yang berbeda dalam dua musim berturut-turut yakni Recreativo de Huelva dan Hercules. Menjelang akhir tahun 1963, ia hengkang dari Real Madrid dan bermain bersama Real Betis, tercatat ia membuat 86 penampilan dan mencetak 33 gol.
Karir sepak bolanya mulai mengalami kenaikan ketika ia berseragam Atletico Madrid atau Los Rojiblancos,. Tahun 1964 Aragones bergabung bersama Los Rojiblancos dan memiliki julukan “Zapatones” karena kemampuan freekick-nya. Tidak butuh waktu lama untuk Aragones membuat prestasi di sana. Musim pertamanya bersama Atletico Madrid langsung mendapatkan gelar Copa Del Rey. Selang semusim kemudian, yakni La Liga musim 1965-1966 ia membantu Atletico meraih gelar La Liga dan pada musim 1969/1970 ia mendapatkan gelar Pichichi, adalah trofi atau gelar untuk pemain sepakbola dengan jumlah gol terbanyak di La Liga.
Di tim nasional Spanyol, Aragones memulai debutnya pada 8 Mei 1965 ketika pertandingan persahabatan melawan Skotlandia. Pemain yang memiliki 11 caps bersama timnas Spanyol ini mencetak 3 gol untuk timnas Spanyol, 3 gol di antaranya ia cetak ketika melawan Prancis dan Irlandia Utara. Tahun 1974 ia memutuskan pensiun dari dunia sepak bola sebagai pemain.
Tak lama kemudian setelah pensiun sebagai pemain,Aragones langsung ditunjuk oleh manajemen Atletico untuk melatih. Di musim pertamanya menangani Los Rojiblancos,ia berhasil membawa Atletico Madrid meraih gelar Intercontinental Cup pada tahun 1974 setelah mengalahkan Independiente dengan agregat 2-1. Enam tahun berikutnya ia lebih banyak membantu Atletico Madrid meriah gelar domestik, terhitung ia sudah membawa armada Los Colchoneros meraih gelar La Liga tahun 1976-1977 kemudian Copa Del Rey tahun 1975-1976, 1984-85 dan 1991-92.
Pada 1 Juli 2004,ia ditunjuk oleh Federasi Sepak bola Spanyol untuk menangani timnas Spanyol menggantikan Inaki Saez yang memutuskan untuk berhenti melatih la Roja setelah gagal membawa lolos dari grup Piala Eropa 2004. Setelah mengambil alih timnas Spanyol, Aragones langsung membuat perubahan skuat dengan menggatikan pemain-pemain yang sudah senior seperti Raul Gonzales, Michel Salgado dan kawan-kawan.
Ia adalah sosok yang memperkenalkan tiki-taka untuk timnas Spanyol sebagai gaya bermain,yang nantinya akan menuai sukses dalam banyak ajang.
Pada kualifikasi Piala Dunia 2006, timnas Spanyol sama sekali tidak menelan kekalahan, tetapi sayangnya mereka harus kalah poin dari Serbia dan Montenegro yang ada posisi pertama. Hal tersebut membuat mereka harus mengikuti babak play-off melawan Slovakia dan menang dengan agregat 6-2.
Pada putaran grup Piala Dunia 2006, skuat asuhan Agarones berhasil menyapu grup dengan kemenangan, bahkan mereka hanya kebobolan 1 gol dalam 3 pertandingan tersebut. Namun sayang, la Roja harus mengakui keunggulan Prancis di babak knock out dengan skor 1-3. Pada waktu itu memang Prancis masih diperkuat pemain generasi emasnya seperti Zidane dan Patrick Vieira.
Lamban laun, filosofi permainan tiki-taka yang dibawa oleh Aragones mulai menuai sukses. Perjalanan tim matador bersama Aragones di kualifikasi Piala Eropa bisa dibilang cukup baik.
Mereka mengumpulkan 28 poin dari 12 pertandingan. La Roja hanya kalah dua kali, yakni dari Irlandia Utara dan Swedia. Pada babak grup Piala Eropa 2008, nama-nama segar dan pemain muda dimasukkan oleh Aragones, sebut saja Cecs Fabregas, Sergio Ramos, David Silva, Andres Iniesta hingga Raul Albiol.
Dalam putaran grup, timnas Spanyol berhasil meraih poin sempurna tanpa mengalami kekalahan, bahkan pada pertandingan pembuka grup D Euro 2008, Spanyol melumat Russia dengan skor 4-1. David Villa mencetak hattrick pada pertandingan tersebut. Pada babak knockout, tim matador berhasil mengalahkan timnas Italia melalui drama adu penalti dengan skor 4-2. Dalam pertandingan tersebut Casillas tampil luar biasa. Di semifinal skuat asuhan Argones menaklukkan Russia dengan skor 3-0 dan di final berkat gol semata wayang Fernando Torres, Spanyol berhasil mengalahkan Jerman.
Berkat polesan Aragones dalam memadukan skuat Real madrid dan Barcelona di timnas Spanyol, tidak hanya gelar yang mereka raih tetapi pemain seperti Xavi, Iniesta, Villa, Silva, Puyol dan kawan-kawan menjadi sebuah kesebelasan yang sulit untuk ditaklukkan.
Sepeninggalnya di timnas Spanyol yang kemudian diteruskan oleh Vicente del Bosque, timnas matador menjadi sebuah tim yang enak untuk dilihat setiap pertandinganya dengan gaya tiki-takanya,dan mencatatkan sejarah sebagai tim nasional yang mampu meraih treble berturut-turut dalam 3 ajang turnamen yang berbeda, mulai dari piala eropa 2008, Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012. Bukan hanya itu,timnas Spanyol dinobatkan oleh FIFA sebagai tim most consecutive games undefeated, sebanyak 35 pertandingan (2007-2009), tim most consecutive wins including friendlies, sebanyak 15 pertandingan (2008-2009) dan encapaian lainnya.
Untuk rekor pemain individu,banyak sekali dari mereka yang dulunya adalah skuat piala eropa 2008,sebut saja David Villa sebagai top skor timnas Spanyol sepanjang masa dengan raihan 59 gol, kemudian ada Sergio Ramos sebagai pemain dengan caps terbanyak untuk timnas Spanyol dengan 170 caps. Ada juga Cecs Fabregas sebagai pencetak assist terbanyak di la Roja dengan 31 assist dan beberapa pencapaian individu lainnya. Apa yang dilakukan oleh Aragones tidak pernah ia duga akan sesukses itu dan bisa dikatakan skuat Piala Eropa 2008 adalah awal mula dari generasi emas timnas Spanyol dan masih belum ada timnas negara lain yang mampu menyaingi pencapaian mereka hingga saat ini.
Walaupun dalam karirnya sebagai pelatih menuai kontroversi saat menyinggung warna kulit kapten legendaris Arsenal yanki Thierry Henry yang membuat media-media Inggris memanas dan terutama untuk fans The Gunners, Marcos Senna, gelandang timnas spanyol pada saat itu mengatakan sebuah pembelaan bahwa “Dia bukan rasis.”
“Aragon adalah orang yang spektakuler. [Mantan bek Spanyol] Donato, yang berkulit hitam, adalah salah satu teman baiknya. Mungkin sesuatu lolos, sebuah kata, dan dia disalahartikan. Dia banyak membantu membawaku ke tim Spanyol, dan fakta orang mengira dia rasis diperkecil oleh kenyataan bahwa dia memanggilku,” ungkapnya.
Terlepas dari kontroversi yang ia lakukan, Aragones tetap menjadi sosok inspiratif untuk beberapa pelatih dan pemain. Misalnya saja pelatih Barcelona yang sekarang, Quique Setien. “Melalui karier saya sebagai pemain, saya memiliki 14 manajer. Memang benar bahwa, dengan banyak orang, Anda belajar apa yang tidak boleh dilakukan sebagai pelatih, tetapi saya selalu sangat menghormati peran manajer. Ini penting untuk klub mana pun. Di antara yang saya mainkan, Luis Aragones (di bawah) meninggalkan tanda abadi pada saya. Dia membuat saya melihat sesuatu secara berbeda. Untuk benar-benar bersaing,” ungkapnya dalam wawancara dengan coachesvoice.com. Tidak hanya itu, pemain seperti Juan Mata juga mengatakan bahwa “Dia melahirkan sepakbola Spanyol terbaik dalam sejarah.”
Luis Aragones,pemain yang terbuang dari el real dan menjadi legenda di Atletico Madrid,baik saat menjadi pemain maupun pelatih. Membangun fondasi generasi emas tim matador dan tentu tidak lepas dengan kontroversinya. Sekarang sudah enam tahun sejak ia meninggalkan dunia sepak bola untuk selama-lamanya. Banyak hal yang terjadi,baik itu prestasi dan pencapaian tim La Furia Roja. Ada sebuah kalimat yang ia keluarkan ketika pertama kali menangani timnas matador yakni,
"Kamu adalah sebuah tim, kamu bukan Madrileños, Catalans atau Basques. Kamu adalah Spanyol."
Kalimat yang sampai sekarang menjadi sebuah penggagas bahwa timnas Spanyol bukan soal daerah ataupun kepentingan sekelompok orang,tetapi soal Spanyol itu sendiri. Mejor oración para ti aragones.
Pria yang lahir pada tanggal 28 Juli 1936 ini adalah sosok di balik awal kesuksesan timnas Spanyol. Sebelum menjadi pelatih sepak bola, Aragones terlebih dahulu aktif sebagai pemain sepak bola. Memulai karir profesionalnya di CD Getafe pada tahun 1957, berselang 1 tahun kemudian ia bergabung bersama Real Madrid tetapi tidak pernah bermain untuk tim utama di sana.
BACA ANIMALS LAINNYA
Nile Crocodiles discovered far from home
Nile Crocodiles discovered far from home
Pada 1 Juli 2004,ia ditunjuk oleh Federasi Sepak bola Spanyol untuk menangani timnas Spanyol menggantikan Inaki Saez yang memutuskan untuk berhenti melatih la Roja setelah gagal membawa lolos dari grup Piala Eropa 2004. Setelah mengambil alih timnas Spanyol, Aragones langsung membuat perubahan skuat dengan menggatikan pemain-pemain yang sudah senior seperti Raul Gonzales, Michel Salgado dan kawan-kawan.
BACA BERITA LAINNYA
Leicester Dapatkan Pengganti Kekosongan Wes Morgan
Leicester Dapatkan Pengganti Kekosongan Wes Morgan
Pada kualifikasi Piala Dunia 2006, timnas Spanyol sama sekali tidak menelan kekalahan, tetapi sayangnya mereka harus kalah poin dari Serbia dan Montenegro yang ada posisi pertama. Hal tersebut membuat mereka harus mengikuti babak play-off melawan Slovakia dan menang dengan agregat 6-2.
Lamban laun, filosofi permainan tiki-taka yang dibawa oleh Aragones mulai menuai sukses. Perjalanan tim matador bersama Aragones di kualifikasi Piala Eropa bisa dibilang cukup baik.
Dalam putaran grup, timnas Spanyol berhasil meraih poin sempurna tanpa mengalami kekalahan, bahkan pada pertandingan pembuka grup D Euro 2008, Spanyol melumat Russia dengan skor 4-1. David Villa mencetak hattrick pada pertandingan tersebut. Pada babak knockout, tim matador berhasil mengalahkan timnas Italia melalui drama adu penalti dengan skor 4-2. Dalam pertandingan tersebut Casillas tampil luar biasa. Di semifinal skuat asuhan Argones menaklukkan Russia dengan skor 3-0 dan di final berkat gol semata wayang Fernando Torres, Spanyol berhasil mengalahkan Jerman.
Berkat polesan Aragones dalam memadukan skuat Real madrid dan Barcelona di timnas Spanyol, tidak hanya gelar yang mereka raih tetapi pemain seperti Xavi, Iniesta, Villa, Silva, Puyol dan kawan-kawan menjadi sebuah kesebelasan yang sulit untuk ditaklukkan.
Sepeninggalnya di timnas Spanyol yang kemudian diteruskan oleh Vicente del Bosque, timnas matador menjadi sebuah tim yang enak untuk dilihat setiap pertandinganya dengan gaya tiki-takanya,dan mencatatkan sejarah sebagai tim nasional yang mampu meraih treble berturut-turut dalam 3 ajang turnamen yang berbeda, mulai dari piala eropa 2008, Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012. Bukan hanya itu,timnas Spanyol dinobatkan oleh FIFA sebagai tim most consecutive games undefeated, sebanyak 35 pertandingan (2007-2009), tim most consecutive wins including friendlies, sebanyak 15 pertandingan (2008-2009) dan encapaian lainnya.
Untuk rekor pemain individu,banyak sekali dari mereka yang dulunya adalah skuat piala eropa 2008,sebut saja David Villa sebagai top skor timnas Spanyol sepanjang masa dengan raihan 59 gol, kemudian ada Sergio Ramos sebagai pemain dengan caps terbanyak untuk timnas Spanyol dengan 170 caps. Ada juga Cecs Fabregas sebagai pencetak assist terbanyak di la Roja dengan 31 assist dan beberapa pencapaian individu lainnya. Apa yang dilakukan oleh Aragones tidak pernah ia duga akan sesukses itu dan bisa dikatakan skuat Piala Eropa 2008 adalah awal mula dari generasi emas timnas Spanyol dan masih belum ada timnas negara lain yang mampu menyaingi pencapaian mereka hingga saat ini.
Walaupun dalam karirnya sebagai pelatih menuai kontroversi saat menyinggung warna kulit kapten legendaris Arsenal yanki Thierry Henry yang membuat media-media Inggris memanas dan terutama untuk fans The Gunners, Marcos Senna, gelandang timnas spanyol pada saat itu mengatakan sebuah pembelaan bahwa “Dia bukan rasis.”
“Aragon adalah orang yang spektakuler. [Mantan bek Spanyol] Donato, yang berkulit hitam, adalah salah satu teman baiknya. Mungkin sesuatu lolos, sebuah kata, dan dia disalahartikan. Dia banyak membantu membawaku ke tim Spanyol, dan fakta orang mengira dia rasis diperkecil oleh kenyataan bahwa dia memanggilku,” ungkapnya.
Terlepas dari kontroversi yang ia lakukan, Aragones tetap menjadi sosok inspiratif untuk beberapa pelatih dan pemain. Misalnya saja pelatih Barcelona yang sekarang, Quique Setien. “Melalui karier saya sebagai pemain, saya memiliki 14 manajer. Memang benar bahwa, dengan banyak orang, Anda belajar apa yang tidak boleh dilakukan sebagai pelatih, tetapi saya selalu sangat menghormati peran manajer. Ini penting untuk klub mana pun. Di antara yang saya mainkan, Luis Aragones (di bawah) meninggalkan tanda abadi pada saya. Dia membuat saya melihat sesuatu secara berbeda. Untuk benar-benar bersaing,” ungkapnya dalam wawancara dengan coachesvoice.com. Tidak hanya itu, pemain seperti Juan Mata juga mengatakan bahwa “Dia melahirkan sepakbola Spanyol terbaik dalam sejarah.”
Luis Aragones,pemain yang terbuang dari el real dan menjadi legenda di Atletico Madrid,baik saat menjadi pemain maupun pelatih. Membangun fondasi generasi emas tim matador dan tentu tidak lepas dengan kontroversinya. Sekarang sudah enam tahun sejak ia meninggalkan dunia sepak bola untuk selama-lamanya. Banyak hal yang terjadi,baik itu prestasi dan pencapaian tim La Furia Roja. Ada sebuah kalimat yang ia keluarkan ketika pertama kali menangani timnas matador yakni,
"Kamu adalah sebuah tim, kamu bukan Madrileños, Catalans atau Basques. Kamu adalah Spanyol."
Kalimat yang sampai sekarang menjadi sebuah penggagas bahwa timnas Spanyol bukan soal daerah ataupun kepentingan sekelompok orang,tetapi soal Spanyol itu sendiri. Mejor oración para ti aragones.