Tottenham Hotspur akan menghadapi Manchester City di Etihad Stadium, Sabtu (19/2/2022) malam WIB. Tapi, Spurs sedang dalam pernampilan yang sangat buruk setelah kalah tiga kali beruntun di Liga Premier.
Antonio Conte sedang dikritik habis-habisan setelah Tottenham dikalahkan Chelsea, Southampton, dan Wolverhampton Wanderers dalam tiga pertandingan terbaru Liga Premier. Nakhoda asal Italia itu semakin dihujat setelah pesimistis ketika ditanya peluang timnya menghadapi The Citizens.
Bahkan, mantan pelatih Juventus itu menyalahkan transfer window musim dingin. "Saya tidak diberi kuasa lebih besar selama bursa transfer. Tottenham mencari pemain muda yang dapat dikembangkann, bukan pemain yang siap. Kemungkinan hanya satu persen kami akan finish keempat," kata Conte kepada Sky Sports.
Meski menyakitkan, faktanya memang seperti itu. Tottenham saat ini hanya lima poin di luar zona Liga Champions. Dengan Man City yang akan dihadapi pada pertandingan pekan ini, pesimisme Conte cukup masuk akal.
Tentu saja, ini akan menjadi preseden buruk bagi Conte. Sepanjang melatih klub besar Eropa seperti Juventus, Chelsea, atau Inter Milan, dia belum pernah merasakan klubnya berada di peringkat enam besar.
Mengapa ini bisa teradi? Sepertinya musim ini Conte tak cukup jeli membaca situasi dan mengarahkan skuad Tottenham. Lihat saja metodenya yang telah dicoba dan diuji tidak berhasil. Sejak tiba di Spurs, Conte telah menerapkan strategi taktis luas yang sama yang digunakan sepanjang kariernya. Dia menggunakan formasi 3-4-2-1.
Conte bukanlah penganut "gegenpressing" atau sangat tertarik dalam memainkan penguasaan bola. Gaya sepakbolanya adalah tentang transisi tajam yang dibangun dari area yang lebih dalam di lapangan, dengan bola dimainkan secara vertikal melalui garis dalam pola yang telah ditentukan sebelumnya.
Sayangnya, gaya seperti ini tampaknya tidak cocok lagi untuk sepakbola Inggris. Liga Premier telah berkembang secara pesat dalam empat tahun sejak kepergiannya, khususnya berkat cara Pep Guardiola dan Juergen Klopp. Kedua pelatih ini punya gaya yang bertolak belakang dengan Conte yang sering diniilai tidak mengerti sepakbola modern.
Dengan formasi 3-4-2-1 ala Conte, hanya dua gelandang tengah yang bertugas mendistribusikan umpan ke penyerang. Dan, dengan komposisi skuad sekarang, pekerjaan Tottenham menjadi sangat sulit jika terus dibiarkan menggunakan formasi itu.
Untungnya, Conte mungkin sudah menemukan solusinya. Melawan Wolves, dia mulai berani melakukan inovasi. Conte menggantikan Ryan Sessegnon dengan Dejan Kulusevski dan menggunakan formasi ke 4-2-3-1.
Meski belum berhasil menang, formasi ini cukup ampuh. Para pemain tampak lebih elegan, tenang, dan cerdas secara taktik. Lalu, peran Rodrigo Bentancur dan Kulusevski membuat formasi ini makin bernyawa. Tapi, sejujurnya masih sulit untuk memprediksi apakah Conte akan menang dengan formasi baru itu di Etihad Stadium atau tidak.
Namun, setidaknya Conte layak mencobanya, daripada memakai formasi tiga bek dengan skema 3-4-2-1 yang terbukti dalam tiga pertandingan terkahir berujung mengecewakan. Jadi, mari kita lihat formasi apa yang akan dipakai Conte kedepannya. Jika sukses, Spurs berpotensi masuk zona Liga Champions.