Sepakbola dianggap sebagai olahraga yang maskulin.
"Gadis-gadis itu masih mengambil langkah pertama mereka di sepak bola internasional," ujar pelatih timnas wanita Sudan, Salma al-Majidi.
Video Fikayo Tomori Bicara Bahasa Italia Viral, Ada Apa?
“We are delighted to announce Shilene as the next Head Coach of the South Sudan Senior Women’s Football Team. ..We want to give women on the senior women’s national team full time training...and see the team competing at a high level...”https://t.co/CspX7okKRz pic.twitter.com/NIQkS9Aje7
— Women's Coaching Association (@coaching_womens) February 11, 2021
Bagaimana Hasilnya? Komputer Super Prediksi Klasemen Akhir Liga Premier
"Mereka memiliki pengalaman yang jauh lebih sedikit daripada tim-tim lain," ujar Majidi kepada AFP setelah pertandingan persahabatan dengan tetangganya, Sudan Selatan pada Februari, di mana Sudan kalah 6-0.
Konflik Sudan Merusak Laga Penting
Big day for Sudan - start of its first ever women's football league. Don't think ex president Omar al-Bashir was watching from his prison suite. https://t.co/RbRzn4J4Ha
— will ross (@willintune) October 1, 2019
Gelombang protes massal yang konsisten benar-benar merusak segalanya.
Aksi demonstrasi itu sendiri sedikitnya telah menelan 85 nyawa sejak kudeta militer pada Oktober yang dipimpin oleh panglima militer Abdel Fattah al-Burhan.
Kudeta di negara Afrika itu sendiri mengakibatkan salah satu pertandingan mereka menghadapi Aljazair dibatalkan setelah dijadwalkan berlangsung pada 26 Oktober 2021 - sehari setelah perebutan kekuasaan militer.
“Kami tidak bisa mempersiapkan dengan baik,” ujar Majidi.
"Dan belakangan ini menjadi sulit untuk berlatih secara teratur."
Majidi telah menghadapi tantangan berat sebelumnya. Dia juga wanita Arab pertama yang melatih tim sepak bola pria, termasuk beberapa klub pria liga kedua Sudan.
Kapten tim Fatma Gadal termasuk di antara wanita yang menolak diskriminasi gender yang disetujui negara selama tiga dekade pemerintahan Bashir.
Selama bertahun-tahun, ia dan yang lainnya harus melewati banyak sekali rintangan untuk memainkan sepakbola.
Sementara di bawah Bashir tidak ada larangan untuk wanita bermain sepakbola.
Gadal mengatakan mereka harus "sering mencari daerah terpencil" untuk berlatih, karena banyak yang memandang sepak bola sebagai "olahraga maskulin".
"Orang-orang pada umumnya menentangnya, dan kami sering diusir dari lapangan ketika kami terlihat bermain," lanjut Gadal.
Setelah kudeta di bulan Oktober, yang menggagalkan transisi yang telah dinegosiasikan dengan susah payah antara para pemimpin militer dan sipil, banyak yang khawatir kebebasan yang diperoleh dengan susah payah sejak penggulingan Bashir akan dibatalkan.
"Kami hanya tidak ingin pemerintahan militer," ujar Gadal, memperingatkan bahwa ini akan menjadi "tantangan yang sama seperti di bawah Bashir".
Majidi percaya bahwa sepak bola wanita akan tetap ada, terlepas dari pemerintah apa pun yang akan datang.
“Kami ingin performa kami lebih baik lagi di pertandingan-pertandingan mendatang,” ujar Majidi.
"Orang-orang di Sudan menjadi lebih menerima sepak bola wanita."