Red Bull punya tradisi mencetak pelatih muda. Orang ini salah satunya!
Sebelum Salzburg menyerah 1-7 pada leg kedua babak 16 besar Liga Champions, Rabu (9/3/2022) dini hari WIB, Jaissle sebenarnya sempat memiliki memori indah di Allianz Arena. Itu terjadi pada Desember 2008 saat masih menjadi pemain. Dia saat itu membela Hoffenheim di Bundesliga.
Momen Gol Ikonik Ronaldinho ke Jala Chelsea pada 2005, Masih Ingat?
Jaissle menikmati permainan yang luar biasa. Tapi, dia sempat tergelincir ketika mencoba menutup ruang Philipp Lahm. Ternyata, kesalahan itu memungkinkan Bayern menyamakan kedudukan 1-1.
Presiden PSG Terancam Penjara di Swiss, Ada Masalah Apa?
Hasil laga itu membuat Hoffenheim menjadi peserta Bundesliga yang layak diperhatikan. Bahkan, Pelatih Jerman saat itu, Joachim Loew, mulai mempertimbangkan secara serius untuk memantau Jaissle.
Sayang, di situlah karier bermain Jaissle secara efektif berakhir. Saat babak kedua, berjalan beberapa menit, dia memecahkan ligamen lututnya. Cedera itu berdampak fatal karena dia tidak pernah benar-benar pulih atau mendapatkan kembali kebugaran terbaiknya.
"Saya benar-benar mencoba segalanya. Tapi, itu tidak pernah terjadi. Saya tidak tahu bagaimana tepatnya hal-hal ini akan berlanjut. Saya harus membiarkan semuanya beres dulu," kata Jaissle saat mengumumkan pengunduran dirinya yang terlalu dini sambil menangis, dilansir Kicker.
Musim panas itu, Jerman memenangkan Piala Dunia di Brasil. Jaissle akan menjadi bagian dari skuad jika tidak cedera. Tapi, takdir memang tidak bisa ditolak. Dia harus pergi dari sepakbola, mulai belajar ilmu manajemen di universitas, dan banyak bermain golf untuk mengisi waktu luangnya.
Namun, Rangnick menghubungi Jaissle. Pria yang kini melatih Manchester United tersebut memiliki pekerjaan yang ditawarkan kepada Jaissle. "Ralf sudah melihat (ada bakat) melatih dalam diri saya. Bahkan, ketika saya tidak memikirkannya sama sekali," kata Jaissle.
Ketika panggilan telepon itu datang, Rangnick bekerja sebagai Direktur olahraga untuk proyek Red Bull di Salzburg dan Leipzig. Dia melakukannya sejak akhir 2012. Dan, Jaissle diundang untuk bergabung dengan program pelatihan di departemen junior.
Di Leipzig, Jaissle membantu pelatih Hoffenheim saat ini, Sebastian Hoeness, di tim U-17. Jaissle juga berteman dengan pelatih Leicester City saat itu, Alexander Zorniger. Dan, ketika Zorniger dipekerjakan untuk mengambil alih Brondby pada 2016, dia menawari Jaissle pekerjaan sebagai asistennya.
Rangnick menyukai apa yang dikerjakan Jaissle di Denmark. Jadi, pada 2019, dia membanggilnya kembali ke Red Bull untuk menjadi pelatih tim junior di Salzburg. Dia dipandang sebagai salah satu prospek masa depan. Dia pelatih muda berbakat yang pada akhirnya akan menaiki tangga dengan sangat cepat.
Pada Januari 2021, Jaissle dipromosikan untuk melatih FC Liefering. Itu adalah tim satelit Salzburg, yang bermain di Divisi II Austria. Dia ditunjuk untuk menggantikan kepergian Bo Svensson, yang pergi ke Mainz 05.
Kemudian, ketika Jesse Marsch dipilih untuk menggantikan Julian Nagelsmann menukangi Lepzig, Jaissle segera diumumkan sebagai pelatih tim utama Salzburg. Pada usia 33 tahun, dia menjadi pelatih Salzburg termuda yang pernah ada. Dirinya juga berusia 10 bulan lebih muda dari Nagelsmann.
"Kualitas Matthias berbicara. Saya sudah mengenalnya selama beberapa tahun. Dia masih muda, ambisius dan sangat cocok dengan klub kami," kata Direktur olahraga Salzburg, Christoph Freund, saat penunjukan Jaissle.
52 – Matthias Jaissle has picked up 52 points from his first 21 games, becoming the first manager to collect that many points in his first 21 league matches since the Austrian Bundesliga was founded. The previous record was 51 points - set by Valérien Ismaël. History. #ASKRBS pic.twitter.com/CGk18kIRJA
— OptaFranz (@OptaFranz) March 2, 2022
"Cara dia bekerja dan mengembangkan tim muda luar biasa. Dia sangat bagus. Sebagai hasilnya, dia adalah kandidat ideal kami. Dia belum menjadi nama besar. Tapi, kami semua ingin memberi kesempatan kepada pemain muda dan pelatih-pelatih muda untuk berkembang," tambah Freund.
Fans sedikit skeptis pada awalnya. Tapi, Jaissle berhasil meyakinkan mereka tentang kemampuannya dengan cepat. Di bawah asuhannya, Salzburg memainkan bola yang sangat cepat dan penuh percaya diri. Itu mengingatkan orang-orang pada Hoffenheim ketika dirinya menjadi bagai di dalamnya.
Meski usia rata-rata skuad hanya 22 tahun, Salzburg tidak takut menghadapi lawan yang jauh lebih berpengalaman. Itu adalah sesuatu yang telah mereka tunjukkan dengan mencapai target lolos ke babak gugur Liga Champions untuk pertama kalinya. Jadi, meski akhirnya disingkirkan Bayern, kepala Jaissle tetap tegak.
This Salzburg Coach-Matthias Jaissle, fits perfectly into the next antagonist in the next James Bond film. pic.twitter.com/BLbTX7iXiC
— Wiskie (@yulius_wisnu) March 9, 2022