Klub yang membuatnya bahagia setelah memutuskan pensiun.
Banyak yang bermimpi bisa bermain di Liga Premier, salah satu kompetisi paling elite di dunia. Tetapi, mimpi itu bukan berarti hanya sebatas satu kali dimainkan.

Hal itulah yang dirasakan seorang penjaga gawang bernama Kevin Dearden bersama Tottenham Hotspur.

Momen satu-satunya penampilan Dearden datang di musim 1992/1993, dalam laga Tottenham Hotspur melawan Nottingham Forest. Dia masuk sebagai pemain pengganti ketika skor sudah 2-1 menunjukkan keunggulan Nottingham Forest.

Tapi, kabar baiknya, dia tidak kebobolan sampai akhir laga dan sayangnya Tottenham tidak juga mencetak gol.

Saat itu usianya baru 22 tahun, dan wajar kalau dia berpikir akan diberi kesempatan tampil lebih banyak oleh Tottenham. Tapi, akhirnya itu tidak terjadi.

Satu-satunya momen manis selama waktunya di White Hart Lane adalah 45 menit tanpa kebobolan. Setelah itu, dia banyak menghabiskan waktu sebagai pemain pinjaman.

Namun, Dearden tetap mengenang Tottenham sebagai klub terbaiknya.

“Ini adalah klub sepakbola yang fantastis, itu adalah salah satu klub top dulu dan masih sekarang,” katanya.

“Berada di sana selama tujuh tahun adalah pengalaman yang luar biasa.

“Datang ke klub sebesar itu sulit, tetapi saya sangat menikmatinya dan saya berada di sekitar beberapa pemain fantastis.”

Sepanjang kariernya, Dearden menjalani sembilan masa pinjaman terpisah dalam tiga tahun – dan dari sekian lama itu dia hanya tampil dalam 50 laga. Dan, tidak satupun dari klub-klub itu bermain di kasta tertinggi sepakbola Inggris.

“Luar biasa karena Anda adalah pilihan ketiga, keempat atau kelima, tergantung pada penjaga gawang mana yang ada di sekitar,” katanya.

“Anda berlatih sepanjang minggu, tidak ada penjaga gawang di bangku cadangan, ada tim cadangan, tetapi jika Anda tidak bermain di tim utama atau cadangan, tidak ada sepakbola untuk Anda.”

Pindah dari Spurs

Sebelum ditampar kenyataan lebih lanjut, Dearden memutuskan untuk pindah klub. Mimpinya di Tottenham Hotspur sudah berakhir. Dia pindah ke Brentford yang saat itu bermain di Divisi Kedua Liga Inggris.

Ternyata nasibnya jauh lebih baik di Brentford, meskipun sempat juga dipinjamkan. Selama enam tahun di Brentford, Dearden bermain lebih dari 200 pertandingan. Bahkan, hampir membawa Brentford naik ke kasta yang lebih tinggi.

“Saya memiliki enam tahun yang hebat di sana, tetapi yang terakhir tidak begitu baik. Kami sangat disayangkan karena mereka mengatur ulang liga sehingga yang teratas naik dari League One dan kami berada di urutan kedua dari Birmingham dan kalah dari Huddersfield melalui adu penalti di babak play-off.”



Dearden memutuskan pindah ke Wrexham lalu Torquay, di mana dia memulai karier kepelatihannya dengan yang terakhir.

“Saya tertarik untuk melatih sejak awal, saya mendapatkan lencana UEFA B saya pada 1998,” katanya. “Saya pergi ke Wrexham selama dua tahun dan kemudian Torquay di bawah Ray McFarland dan Leroy Rosenior.”

“Saya mulai terlibat dalam pelatihan sedikit lebih karena kurangnya staf. Di Torquay Itu adalah sesuatu yang selalu saya minati.”

“Faktanya, pada saat itu saya ingin menjadi manajer, tetapi setelah melihat apa yang terjadi dengan manajer dari dekat, saya memutuskan itu bukan untuk saya.”

Namun, itu adalah awal dari karier kepelatihannya yang panjang, Dearden telah menjadi pelatih yang andil bagi para penjaga gawang di Brentford, Millwall, Leyton Orient, dan sekarang klub kota kelahirannya Luton, tempat dia berada selama tiga tahun.

“Saya bisa melihat bagaimana keadaan Leyton Orient, jadi saya keluar dari sana dan datang ke Luton. Tawaran itu datang pada waktu yang tepat.”

Meksipun cuma melatih klub kecil, Dearden terbukti sangat bahagia.

“Anggarannya sangat kecil, kami memiliki skuad kerangka, tetapi kami memiliki kebersamaan dan etos tim yang tidak ada duanya," tutupnya.