Metode ini terbukti memenangkan dua kali adu penalti melawan Chelsea.
Hasil imbang Manchester City tampaknya akan coba dimanfaatkan Liverpool untuk mendulang poin penuh saat menghadapi Southampton di St Mary, Rabu (18/5/2022) dini hari WIB.  Kata-kata motivasi cadas dari Juergen Klopp dibutuhkan untuk kembali membuat selisih satu poin.

Cara Klopp memimpin pasukan Liverpool selalu menarik perhatian banyak pengamat sepakbola. Sebab, pria asal Jerman itu mengidentifikasikan dirinya sebagai pelatih heavy metal.

Salah satu motede kepelatihan Klopp yang membuat banyak orang kagum ditunjukkan saat final Piala FA melawan Chelsea, akhir pekan lalu. Bahkan, rekaman aktivitas Klopp, khususnya saat memasuki extra time dan adu penalti, viral di berbagai platform media sosial.

Pada pertandingan tersebut, Liverpool mengalahkan Chelsea lewat adu penalti 6-5 (0-0). Itu adalah hasil yang sama dengan final Piala Liga Inggris.

Uniknya, setelah dua kali menang adu penalti, Klopp memberikan pujian untuk Neuro11. Sia dia? Itu adalah perusahaan ilmu saraf yang berbasis di Jerman, yang digunakan Klopp untuk membantu para pemainnya berkonsentrasi pada momen-momen krusial di lapangan seperti adu penalti.

"Kami bekerja sama dengan sebuah perusahaan, empat orang, nama mereka Neuro11," kata Klopp tentang perusahaan yang memantau aktivitas otak untuk mengoptimalkan kinerja pemain, dilansir ESPN.

"Mereka menghubungi kami dua tahun lalu. Saya pikir saya menyadarinya (saat itu). Salah satunya adalah ahli saraf dan dia berkata: 'Kita bisa melatih tendangan penalti'. Sungguh? Dan, saya berkata: 'Kedengarannya menarik, datanglah'. Kami bertemu. Kami bekerja bersama dan trofi ini untuk mereka seperti Piala Liga," beber Klopp.

Apakah Neuro11 memiliki pengaruh pada pendekatan Klopp terhadap penalti? Tidak terlalu jelas! Tapi, sebuah rangkaian penjelasan di Twitter yang di posting oleh psikolog sepakbola dari Norwegian School of Sport Sciences, Geir Jordet, melalui @GeirJordet, menunjukkan Klopp layak mendapat pujian besar karena mengendalikan situasi dengan sempurna.

"Liverpool mengalahkan Chelsea melalui adu penalti di final Piala FA. Adu penalti adalah permainan psikologi yang dimulai dengan bagaimana pelatih berkomunikasi dengan para pemain setelah peluit akhir. Klopp dan Tuchel menghabiskan 5 menit itu dengan sangat berbeda. Berikut kronologis kejadiannya," tulis Jordet.



"Sekitar 60 detik setelah peluit akhir, Klopp telah menentukan pilihannya dan mendekati setiap pengambil penalti untuk memberi tahu, menanyakan tembakan apa yang harus diambil. Dia melakukan ini satu lawan satu dan sering memperkuat permintaannya dengan pelukan yang menjadi ciri khasnya. Proses bertanya itu intim, aman, dan penuh kasih," tulis Jordet.



"Pada menit 1.30, Klopp selesai dengan putarannya, tim berkumpul dalam kerumunan, dan dia memberikan pidato singkat penuh semangat. Pada menit 1.45, dia selesai dan tim memecah kerumunan. Pada menit 1.50, Tuchel masih merevisi catatannya, dan akhirnya berhasil masuk ke diskusi," tulis Jordet.

Jordet juga membandingkan cara Kloop dengan Tuchel yang jauh berbeda dalam mengendalikan situasi ketika sesi adu penalti tersebut akan diselenggarakan.



"Tuchel menghabiskan 1-2 menit pertama tampaknya merevisi pilihannya, dan (mungkin) dari sudut matanya melihat bahwa Liverpool telah menyelesaikan diskusinya sebelum Chelsea memulai. Dia kemudian bergerak ke tengah lingkaran sebelum selesai dengan rencananya," tulis Jordet.

"Memasuki lingkaran pemain sebelum anda menyelesaikan seleksi adalah apa yang terjadi pada Gareth Southgate di final Euro 2020. Anda terlambat, tidak siap, menjadi reaktif, dan apa yang bisa menjadi pengingat akhir yang mulus bagi tim menjadi tidak menentu, terburu-buru dan stres," tulis Jordet.



"Dalam diskusi, Tuchel kemudian bertanya kepada para pemain tentang tembakan, di depan umum di depan seluruh tim. Ada banyak tekanan grup ketika dilakukan dengan cara ini, peluang tanggapan jujur ​​dari para pemain berkurang, dan itu menciptakan tekanan lebih lanjut yang berlanjut ke adu penalti itu sendiri," tulis Jordet.

"Sementara Tuchel masih dalam proses memilih dan bertanya kepada para pemain, Klopp telah menyelesaikan semua tugasnya dan menghabiskan waktu untuk menyebarkan kehangatan, cinta, dan energi yang baik. Bahkan, dia meluangkan waktu untuk tertawa bersama Virgil van Dijk," tulis Jordet.



"Karena Liverpool menyelesaikan diskusi lebih awal, mereka masuk ke lingkaran tengah lebih dulu, dan memilih posisi. Mereka memilih sisi yang paling dekat dengan bench, yang memungkinkan staf untuk memberikan instruksi lebih lanjut selama adu penalti dan menjaga kedekatan dengan kehangatan pelatih," tulis Jordet.

Kesimpulan Jordet: "Mentalitas monster Klopp tidak dilahirkan, melainkan dibuat. Persiapan proaktif, eksekusi yang tenang, dan komunikasi yang hangat serta penuh kasih cenderung memberikan landasan terbaik untuk kinerja di bawah tekanan ekstrem. Liverpool unggul 1-0 bahkan sebelum adu penalti dimulai".



Apa yang dilakukan Klopp adalah suatu hal yang benar-benar menarik. Dan, hasilnya bisa langsung terlihat di awal ketika Alisson Becker berhasil membuat Cesar Azpilicueta gagal.

Karena itu, layak dinantikan apakah suntikan motivasi Klopp bisa membantu Liverpool menyalip Man City di tikungan akhir atau tidak. Pasalnya, kemenangan atas Southampton, dini hari nanti, akan membuat selisih poin kembali satu. Itu artinya, segala hal bisa terjadi di pekan terakhir, Minggu (22/5/2022).