Berikut komentar Paul Gascoigne.
Liga Premier musim depan akan kembali dimeriahkan oleh Nottingham Forest. Klub itu akhirnya bisa kembali ke kasta tertinggi sepakbola Inggris setelah 23 tahun lamanya.
Dan, kalau kita membicarakan Forest, tidak sah rasanya tanpa menyebut nama Stan Collymore.
Dia adalah pesepakbola angin puyuh, datang sebentar lalu pergi, baik dalam pengertian gaya dan karier. Karier papan atasnya dimulai pada 1994 dan berakhir pada 2001. Dia tidak pernah menghabiskan lebih dari tiga musim di satu klub.
Klub-klub yang pernah dia perkuat antara lain, Leicester City, Bradford, Aston Villa, Fulham, Crystal Palace, Southend United, dan tim yang paling besar adalah Liverpool.
Dari semua itu, pada pengujung musim 1996, Collymore memenangkan penghargaan individu bergengsi sebagai pemain terbaik Liga Inggris. Momen itu menjadi tahun di mana dia membawa kenangan manis terakhir bagi Forest.
Ada masalah pribadi dalam kehidupan Collymore yang menghantui kariernya dan mengancam akan menghancurkannya. Dia akhirnya berbicara tentang depresinya pada 1998, tetapi saat itu dia masih bermain.
Di Aston Villa, manajer John Gregory secara terbuka akan mempertanyakan apa yang bisa membuat Collymore tertekan, mengingat bahwa dia menghasilkan 20.000 pounds / Rp 367 juta per minggu. Itu adalah upah mingguan yang bagus untuk ukuran striker Liga Premier saat itu.
Sambil melewati masa-masa depresi itu, Collymore dijual oleh Crystal Palace setelah tidak mampu bersaing dengan Mark Bright dan Ian Wright di tim utama. Reputasi Collymore bangkit kembali saat berada di Nottingham Forest, klub yang tengah dilanda masalah finansial yang serius.
Tapi, ajaibnya Collymore yang berusaha melawan depresi dengan Nottingham Forest yang coba keluar dari era buruk, merupakan kombinasi yang tepat. Dan, itu menghasilkan kisah manis.
Collymore mencetak 25 gol di semua kompetisi saat Forest dipromosikan untuk pertama kalinya. Berkat performanya itu, Collymore dipanggil ke timnas Inggris untuk pertama kalinya walau bermain di Divisi Championship sebelumnya.
Di tengah keraguan banyak orang terhadap kemampuan Forest atau Collymore untuk bersaing di Liga Premier, hal itu segera dibuktikan sebagai sesuatu yang keliru.
Collymore mencetak gol dalam pertandingan liga kandang pertama klub, dan lawan mereka saat itu tak tanggung-tanggung. Mereka adalah Manchester United.
Collymore mengalahkan Peter Schmeichel dari luar kotak penalti di tiang dekat dengan sebuah tendangan kerasnya.
Dia mencetak lima gol lagi pada pertengahan Oktober, dan Forest akhirnya akan lolos ke Piala UEFA untuk pertama kalinya sejak larangan Heysel.
Sementara Collymore akan mencetak 22 gol liga. Bukan kuantitas gol Collymore yang paling memikat tiap-tiap anak yang menonton pada masa itu, tetapi kualitasnya.
Collymore identik dengan sepakannya yang keras. Kecepatannya juga sangat mengesankan. Collymore sebagian besar mencetak gol sebagai pekerjaan yang terlihat sangat mudah.
Ada gol yang terjadi saat melawan Wimbledon, di mana dia mengiring bola, berlari melewati empat pemain, dan mencetak gol melewati Hans Segers dari jarak 25 yard (23 meter). Aksi itu seolah Collymore bermain game melawan komputer dalam mode amatir.
Untuk salah satu golnya dalam kemenangan tandang 7-1 di Sheffield Wednesday, Collymore kehilangan kendali atas bola setelah mengecoh Kevin Pressman.
Namun, dirinya masih memiliki waktu untuk bangkit, fokus kembali, dan mengalahkan pemain bertahan sebelum memasukkan bola ke gawang.
Mengenai hal itu, Paul Gascoigne mengatakan apa yang membuat Collymore menjadi striker yang brilian. Menurut legenda The Three Lions itu, Collymore tidak dapat dilatih atau disempurnakan dengan pelatihan. Dia adalah fenomena alam.
Saat dia berada di puncak kariernya pada akhir musim yang gemilang itu, Collymore diboyong oleh Liverpool dalam transfer rekor Inggris. Dia juga sempat dirayu oleh Manchester United pada Januari dan menolak Everton pada Juni waktu itu.
Beberapa orang berkomentar bahwa langkah itu adalah awal dari akhir karier Collymore. Dan, benar saja karier Collymore menurun sejak saat itu.
Pierre van Hooijdonk secara singkat menggantikan kecemerlangan Collymore yang luar biasa, tetapi itu pun hanya khayalan belaka. Hanya satu pemain dalam 18 tahun sejak itu telah mencapai 20 gol liga. Dan, itu adalah Collymore seorang.
Dan, kalau kita membicarakan Forest, tidak sah rasanya tanpa menyebut nama Stan Collymore.
BACA ANALISIS LAINNYA
Di mana Mereka? Starting XI Terakhir PSG Sebelum Dimiliki Qatar
Di mana Mereka? Starting XI Terakhir PSG Sebelum Dimiliki Qatar
Di Aston Villa, manajer John Gregory secara terbuka akan mempertanyakan apa yang bisa membuat Collymore tertekan, mengingat bahwa dia menghasilkan 20.000 pounds / Rp 367 juta per minggu. Itu adalah upah mingguan yang bagus untuk ukuran striker Liga Premier saat itu.
BACA ANALISIS LAINNYA
Peringkat 5 Pemain yang Menyesal Tinggalkan Liverpool
Peringkat 5 Pemain yang Menyesal Tinggalkan Liverpool
Tapi, ajaibnya Collymore yang berusaha melawan depresi dengan Nottingham Forest yang coba keluar dari era buruk, merupakan kombinasi yang tepat. Dan, itu menghasilkan kisah manis.
Collymore mencetak 25 gol di semua kompetisi saat Forest dipromosikan untuk pertama kalinya. Berkat performanya itu, Collymore dipanggil ke timnas Inggris untuk pertama kalinya walau bermain di Divisi Championship sebelumnya.
Collymore mencetak gol dalam pertandingan liga kandang pertama klub, dan lawan mereka saat itu tak tanggung-tanggung. Mereka adalah Manchester United.
Collymore mengalahkan Peter Schmeichel dari luar kotak penalti di tiang dekat dengan sebuah tendangan kerasnya.
Dia mencetak lima gol lagi pada pertengahan Oktober, dan Forest akhirnya akan lolos ke Piala UEFA untuk pertama kalinya sejak larangan Heysel.
Sementara Collymore akan mencetak 22 gol liga. Bukan kuantitas gol Collymore yang paling memikat tiap-tiap anak yang menonton pada masa itu, tetapi kualitasnya.
Collymore identik dengan sepakannya yang keras. Kecepatannya juga sangat mengesankan. Collymore sebagian besar mencetak gol sebagai pekerjaan yang terlihat sangat mudah.
Ada gol yang terjadi saat melawan Wimbledon, di mana dia mengiring bola, berlari melewati empat pemain, dan mencetak gol melewati Hans Segers dari jarak 25 yard (23 meter). Aksi itu seolah Collymore bermain game melawan komputer dalam mode amatir.
Untuk salah satu golnya dalam kemenangan tandang 7-1 di Sheffield Wednesday, Collymore kehilangan kendali atas bola setelah mengecoh Kevin Pressman.
Namun, dirinya masih memiliki waktu untuk bangkit, fokus kembali, dan mengalahkan pemain bertahan sebelum memasukkan bola ke gawang.
Mengenai hal itu, Paul Gascoigne mengatakan apa yang membuat Collymore menjadi striker yang brilian. Menurut legenda The Three Lions itu, Collymore tidak dapat dilatih atau disempurnakan dengan pelatihan. Dia adalah fenomena alam.
Saat dia berada di puncak kariernya pada akhir musim yang gemilang itu, Collymore diboyong oleh Liverpool dalam transfer rekor Inggris. Dia juga sempat dirayu oleh Manchester United pada Januari dan menolak Everton pada Juni waktu itu.
Beberapa orang berkomentar bahwa langkah itu adalah awal dari akhir karier Collymore. Dan, benar saja karier Collymore menurun sejak saat itu.
Pierre van Hooijdonk secara singkat menggantikan kecemerlangan Collymore yang luar biasa, tetapi itu pun hanya khayalan belaka. Hanya satu pemain dalam 18 tahun sejak itu telah mencapai 20 gol liga. Dan, itu adalah Collymore seorang.