Kenapa nggak pilih Thierry Henry atau Ruud van Nistelrooy?
Kalau Anda adalah seorang penggemar sejati Fulham, Tottenham Hotspur, dan Sunderland sejak lama, maka nama Steed Malbranque bukanlah nama yang baru. Pada masanya, dia adalah pesepakbola yang menampilkan permainan cantik dan menawan.
Banyak yang menggemarinya atau sekadar kagum. Itu termasuk Tony Blair selaku mantan Perdana Menteri Inggris, salah satu orang penting di negeri Ratu Elizabeth itu.
Kembali pada 2005, Tony Blair telah diundang, untuk alasan yang tidak jelas, ke program khusus sepak bola BBC. Blair diundang untuk memberikan pandangannya tentang permainan yang indah.
Sebagai negeri pencinta sepak bola, banyak yang tidak yakin apakah akan menganggap serius pendapat Blair, yang seorang politisi itu, tentang apa pun – terutama sesuatu yang sama pentingnya dengan sepak bola.
Namun, saat ditanyai siapa pesepakbola favoritnya, sang mantan Perdana Menteri itu menyebut tiga nama yang membuktikan wawasan sepak bolanya: Teddy Sheringham, Arjan de Zeeuw, dan Steed Malbranque.
Jawaban yang menarik. Mengingat waktu itu adalah era ketika Liga Premier masih diperkuat oleh pemain-pemain seperti Thierry Henry dan Ruud van Nistelrooy, dan orang-orang lebih suka penyerang daripada gelandang, Blair dengan yakin menyebutkan nama Malbranque.
Lalu, siapakah sosok tersebut dan mengapa sampai seorang PM mengaguminya.
Malbranque adalah pemain yang pertama kali memecahkan rekor pembelian untuk Fulham. Waktu itu, dia merupakan skuad dari tim nasional Prancis U-21 dan usianya baru 20 tahun pada 2001. Akan tetapi, dia telah membuat 50 penampilan untuk Olympique Lyon.
Di Craven Cottage, dia dengan cepat mendapatkan reputasi sebagai pemain pekerja keras yang fenomenal, bergabung dengan pemain-pemain beken seperti Luis Boa Morte dan Brian McBride.
Usai bermain apik di Fulham, Tottenham Hotspur kepincut dan dia pun akhirnya bergabung, di mana di White Hart Lane makin hidup berkat kehadirannya. Sejalan dengan langkah yang telah dia buat, dia memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi.
Sama seperti yang dia lakukan di London Barat, dia mencapai status bintang di Spurs. Dua musim yang mengesankan dari 2006-2008.
White Hart Lane akan heboh setiap kali dia masuk atau keluar lapangan, dan suara kehebohan akan lebih keras lagi pada saat beberapa kali dia mencetak gol untuk klub.
Hal itu terjadi mungkin karena dia membuat suporter Tottenham Hotspur berada dalam ketegangan sebelum melakukan debutnya. Publik White Hart Lane harus menunggu 10 minggu untuk penampilan pertamanya karena cedera.
Tentu saja, dia adalah salah satu pemain Tottenham terakhir yang memenangkan trofi, memainkan perannya dalam kemenangan Piala Liga Inggris pada 2008.
Pasca itu, dia kembali pindah dan bermain untuk klub lain, dan masih di Liga Premier. Dia pindah ke Sunderland, dia mengikuti jejak dua mantan Lilywhites lainnya, Teemu Tainio dan Pascal Chimbonda.
Malbranque dengan cepat merebut hati para pendukung setia Sunderland dengan usahanya keras. Itu juga tak terlepas dari peran pelatih Ricky Sbragia yang berhasil memaksimalkan keserbagunaan Malbranque, menggunakannya di kiri dan kanan dan dengan efek yang luar biasa.
Setelah tiga musim yang lumayan melelahkan. Pada musim 2011, Malbranque pindah dari Inggris dan balik ke kampung halamannya di Prancis.
Dengan berakhirnya waktunya di Stadium of Light, berakhir pula hubungan cinta sepak bola Inggris dengan Steed Malbranque.
Setelah keluar dari Lyon, dia telah membuat beberapa komentar yang cukup meremehkan bukan tentang klub itu sendiri, tetapi tentang kualitas Ligue 1, dan memilih untuk menghabiskan tahun-tahun terbaiknya di Inggris.
Baru di masa senja kariernya dia kembali ke Lyon, melalui Saint-Etienne, sebelum berakhir dengan tugas singkat di Caen.
Fans Prancis mungkin sudah melupakan semua tentang dia pada saat itu, karena dia tidak pernah masuk ke tim nasional senior.
Puncak kariernya bertepatan dengan Les Bleus menyelesaikan Piala Dunia 2006 sebagai runner-up, dengan Franck Ribery mengumumkan dirinya di panggung global. Butuh sesuatu yang benar-benar spektakuler untuk masuk ke dalam starting XI Prancis saat itu.
Sementara itu berlangsung, Malbranque akan tetap dikenang di Fulham, dan kemudian Tottenham, dan Sunderland.
Banyak yang menggemarinya atau sekadar kagum. Itu termasuk Tony Blair selaku mantan Perdana Menteri Inggris, salah satu orang penting di negeri Ratu Elizabeth itu.
BACA BERITA LAINNYA
Buka Komunikasi dengan KNVB, Ini Harapan PSSI
Buka Komunikasi dengan KNVB, Ini Harapan PSSI
Jawaban yang menarik. Mengingat waktu itu adalah era ketika Liga Premier masih diperkuat oleh pemain-pemain seperti Thierry Henry dan Ruud van Nistelrooy, dan orang-orang lebih suka penyerang daripada gelandang, Blair dengan yakin menyebutkan nama Malbranque.
BACA ANALISIS LAINNYA
Siapa Saja Mereka? 35 Transfer Musim Panas yang Terlewatkan
Siapa Saja Mereka? 35 Transfer Musim Panas yang Terlewatkan
Malbranque adalah pemain yang pertama kali memecahkan rekor pembelian untuk Fulham. Waktu itu, dia merupakan skuad dari tim nasional Prancis U-21 dan usianya baru 20 tahun pada 2001. Akan tetapi, dia telah membuat 50 penampilan untuk Olympique Lyon.
Usai bermain apik di Fulham, Tottenham Hotspur kepincut dan dia pun akhirnya bergabung, di mana di White Hart Lane makin hidup berkat kehadirannya. Sejalan dengan langkah yang telah dia buat, dia memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi.
White Hart Lane akan heboh setiap kali dia masuk atau keluar lapangan, dan suara kehebohan akan lebih keras lagi pada saat beberapa kali dia mencetak gol untuk klub.
Hal itu terjadi mungkin karena dia membuat suporter Tottenham Hotspur berada dalam ketegangan sebelum melakukan debutnya. Publik White Hart Lane harus menunggu 10 minggu untuk penampilan pertamanya karena cedera.
Tentu saja, dia adalah salah satu pemain Tottenham terakhir yang memenangkan trofi, memainkan perannya dalam kemenangan Piala Liga Inggris pada 2008.
Pasca itu, dia kembali pindah dan bermain untuk klub lain, dan masih di Liga Premier. Dia pindah ke Sunderland, dia mengikuti jejak dua mantan Lilywhites lainnya, Teemu Tainio dan Pascal Chimbonda.
Malbranque dengan cepat merebut hati para pendukung setia Sunderland dengan usahanya keras. Itu juga tak terlepas dari peran pelatih Ricky Sbragia yang berhasil memaksimalkan keserbagunaan Malbranque, menggunakannya di kiri dan kanan dan dengan efek yang luar biasa.
Setelah tiga musim yang lumayan melelahkan. Pada musim 2011, Malbranque pindah dari Inggris dan balik ke kampung halamannya di Prancis.
Dengan berakhirnya waktunya di Stadium of Light, berakhir pula hubungan cinta sepak bola Inggris dengan Steed Malbranque.
Setelah keluar dari Lyon, dia telah membuat beberapa komentar yang cukup meremehkan bukan tentang klub itu sendiri, tetapi tentang kualitas Ligue 1, dan memilih untuk menghabiskan tahun-tahun terbaiknya di Inggris.
Baru di masa senja kariernya dia kembali ke Lyon, melalui Saint-Etienne, sebelum berakhir dengan tugas singkat di Caen.
Fans Prancis mungkin sudah melupakan semua tentang dia pada saat itu, karena dia tidak pernah masuk ke tim nasional senior.
Puncak kariernya bertepatan dengan Les Bleus menyelesaikan Piala Dunia 2006 sebagai runner-up, dengan Franck Ribery mengumumkan dirinya di panggung global. Butuh sesuatu yang benar-benar spektakuler untuk masuk ke dalam starting XI Prancis saat itu.
Sementara itu berlangsung, Malbranque akan tetap dikenang di Fulham, dan kemudian Tottenham, dan Sunderland.