Xavi juga menyebut dia sebagai ‘Iniesta yang Lain’. Kini dia disebut Xavi tersesat.
Dalam beberapa dekade terakhir, Barcelona terbukti berhasil mengorbitkan pemain-pemain kelas wahid. Di Akademi La Masia terdapat segala jenis keajaiban dalam sepakbola, anak-anak muda dari segala penjuru berlatih penuh keyakinan untuk satu slogan yang pasti: Mes Quen Un Club. Mereka akan bermain untuk Barcelona, kesebelasan yang lebih dari apapun.
Nama-nama macam Xavi Hernandez, Carles Puyol, Gerard Pique, Andres Iniesta dan Messi adalah sedikit dari yang masyhur, terbaru publik Catalunya mulai menaruh asa kepada Ansu Fati, Carlos Alena, Riqui Puiq dan lainnya. Namun pernahkah Anda berpikir sesuatu yang lain tentang tentang La Masia.
Misalnya saja pertanyaan seperti ini: Kemana para rekan sejawat pemain-pemain di atas, terutama dari generasi Xavi Hernandez?
Di akademi La Masia, bercanda, saling memuji dan mengakui kehebatan rekan satu angkatan merupakan tradisi yang langgeng hingga kini, seperti missal dalam sebuah wawancara, Xavi menyanjung karibnya Iniesta dengan sebutan "kasus khusus,” Kata Xavi kepada awak media, " Ineasta memiliki bakat yang tidak biasa, dia tidak bisa gagal dan tidak mungkin gagal.”
Xavi Hernandez punya pengakuan sejenis, gelandang terbaik yang pernah dimiliki Barcelonna itu mengaku akan selalu ingat dengan satu pemain di luar Iniesta, “Ada satu lagi Iniesta di Barça,” kata Xavi menambahkan. Ia menyebut nama rekan yang juga satu angkatan dengannya ini penuh keharuan, semacam ada ingatan getir, “Saya akan selalu ingat dengan Mario Rosas.”
"Jika Anda melihat bagaimana dia bermain pada usia 15, 16 atau 17, Anda akan berkata: ketika Rosas masuk ke tim utama, Camp Nou akan berhalusinasi,” imbuh Xavi.
Tak sampai disitu Xavi menyebut Rosas benar-benar seperti perpaduan antara Michael Laudrup dan Messi. Dia bermain dengan dua kaki, menggiring bola luar biasa dengan cara yang kompetitif.
Seketika langit Barcelona telah diselimuti oleh awan tanda tanya, nama Mario Rosas hampir tak tersentuh, tapi mengapa Xavi memujinya sedemikian rupa, apakah itu cuma pujian dan tak lebih? Kemana Mario Rosas yang Xavi nilai sebagai Michael Laudrup dan Messi? dan kalimat berikut ini membuka jalan bagi kita untuk mengetahui, siapa dan berada dimanakah seorang yang bernama Mario Rosas.
"Dia memiliki semuanya, tetapi dia tersesat. Itu mengejutkan saya. Mungkin dia tidak cukup profesional atau tidak memiliki mental yang kuat, kita tidak akan pernah tahu."
Kemana Mario Rosas?
Membayangkan pesepakbola dengan visi bermain seperti Michael Laudrup dan predator sebagaimana Messi adalah mimpi di siang bolong. Namun jika itu dikatakan oleh Xavi, apakah lantas akan bikin kita tidak mempercayainya.
Jika kita menelusuri nama Mario Rosas di mesin pencari maka yang teratas akan muncul “Acordeonista,” kata itu tak ada hubungannya sama sekali dengan sepakbola.
Begitupun saat Google memuat gambar, ketimbang profil pesepakbola yang lebih banyak terpacak disana adalah gambar seorang laki-laki dengan seperangkat alat musik orgen, dan arti kata Acordeonista sendiri adalah semacam pemain alat-alat musik. Namun, sepertinya bukan dia Mario Rosas dimaksud Xavi.
Memang ada satu dua gambar yang memberi keterangan tentang fakta Xavi Hernandez pernah bermain dengan Mario Rosas saat di La Masia, gambar itu bersanding dengan rekan seangkatan Xavi yang lain, Carles Puyol.
Karier Sepakbola Rosas
Mungkin inilah arti dari kalimat Xavi Hernandez yang sekali lagi dikutipkan. "Dia memiliki semuanya, tetapi dia tersesat. Itu mengejutkan saya. Mungkin dia tidak cukup profesional atau tidak memiliki mental yang kuat, kita tidak akan pernah tahu."
Rosas sempat jadi pesepakbola tapi nasibnya tak seberuntung Michael Laudrup legenda Barcelona yang Xavi sebut mirip dengan Rosas. Pada tahun 1994 Rosas bergabung di La Masia, usianya 14-15 tahun waktu itu, Rosas seumuran dengan Xavi.
Jika kesulitan membayangkan permainan Rosas, bayangkanlah posisi gelandang,sebagai prototipe laki-laki kelahiran Malaga itu layaknya gelandang hebat Spanyol lain, seperti Xavi, Inieasta, Santi Cazorla, Silva, atau Thiago.
Pada musim 1997-98 saat usianya 17 tahun, Rosas menjalani debutnya di tim utama, namun sayang dibawah instruksi Louis van Gaal, Rosas hanya bermain sebentar , ia diganti di babak pertama dan itu menjadi satu-satunya penampilan Rosas untuk Barcelona.
Rosas muda gagal menampilkan disiplin taktis yang diperlukan sebagai seorang gelandang, sementara waktu itu di posisi depan ada Luis Figo, Rivaldo dan Patrick Kluivert.
Tetapi Rosas berbesar hati, ia mengatakan, "Ini tidak ada hubungannya dengan keberuntungan atau pelatih yang salah, itu adalah kesalahan saya sendiri bahwa saya tidak berada di Divisi Primera, dan semua pemain Barca memiliki tipe yang sama, sangat ofensif, posesif dan selalu penuh serangan.”
Dua tahun setelah debutnya, kontrak Rosas habis dan tidak diperpanjang, ia dilepas dengan status bebas transfer. Kemudian Rosas pindah ke 11 klub berbeda, terutama lebih sering di divisi kedua La Liga, salah satunya di Salamanca.
Bermain di kasta kedua, ia bermasalah dengan fisik dan terlalu dimanja oleh pelatih yang menanganinya.
"Ketika saya harus pergi, saya tidak bisa beradaptasi dengan tuntutan baru yang datang kepada saya, saya harus membela lebih banyak dan melakukan tugas-tugas lain daripada yang biasa saya lakukan di Barca,” sambung Rosas.
Begitulah, nasib kadang-kadang memiliki rencana lain. Apapun kata orang-orang tentang dirinya, seorang Mario Rosas tetaplah Rosas. Empat belas tahun setelah meninggalkan Barcelona, Rosas gantung sepatu dan kembali ke Malaga.
Nama-nama macam Xavi Hernandez, Carles Puyol, Gerard Pique, Andres Iniesta dan Messi adalah sedikit dari yang masyhur, terbaru publik Catalunya mulai menaruh asa kepada Ansu Fati, Carlos Alena, Riqui Puiq dan lainnya. Namun pernahkah Anda berpikir sesuatu yang lain tentang tentang La Masia.
BACA FEATURE LAINNYA
Hanya Empat Klub Ini yang Pernah Mencapai 100 poin di Lima Liga Top Eropa
Hanya Empat Klub Ini yang Pernah Mencapai 100 poin di Lima Liga Top Eropa
"Jika Anda melihat bagaimana dia bermain pada usia 15, 16 atau 17, Anda akan berkata: ketika Rosas masuk ke tim utama, Camp Nou akan berhalusinasi,” imbuh Xavi.
BACA FEATURE LAINNYA
5 Kunci di Balik AC Milan Jadi Tim Paling Impresif Setelah Restart Seri A
5 Kunci di Balik AC Milan Jadi Tim Paling Impresif Setelah Restart Seri A
Seketika langit Barcelona telah diselimuti oleh awan tanda tanya, nama Mario Rosas hampir tak tersentuh, tapi mengapa Xavi memujinya sedemikian rupa, apakah itu cuma pujian dan tak lebih? Kemana Mario Rosas yang Xavi nilai sebagai Michael Laudrup dan Messi? dan kalimat berikut ini membuka jalan bagi kita untuk mengetahui, siapa dan berada dimanakah seorang yang bernama Mario Rosas.
Kemana Mario Rosas?
Membayangkan pesepakbola dengan visi bermain seperti Michael Laudrup dan predator sebagaimana Messi adalah mimpi di siang bolong. Namun jika itu dikatakan oleh Xavi, apakah lantas akan bikin kita tidak mempercayainya.
Begitupun saat Google memuat gambar, ketimbang profil pesepakbola yang lebih banyak terpacak disana adalah gambar seorang laki-laki dengan seperangkat alat musik orgen, dan arti kata Acordeonista sendiri adalah semacam pemain alat-alat musik. Namun, sepertinya bukan dia Mario Rosas dimaksud Xavi.
Memang ada satu dua gambar yang memberi keterangan tentang fakta Xavi Hernandez pernah bermain dengan Mario Rosas saat di La Masia, gambar itu bersanding dengan rekan seangkatan Xavi yang lain, Carles Puyol.
Karier Sepakbola Rosas
Mungkin inilah arti dari kalimat Xavi Hernandez yang sekali lagi dikutipkan. "Dia memiliki semuanya, tetapi dia tersesat. Itu mengejutkan saya. Mungkin dia tidak cukup profesional atau tidak memiliki mental yang kuat, kita tidak akan pernah tahu."
Rosas sempat jadi pesepakbola tapi nasibnya tak seberuntung Michael Laudrup legenda Barcelona yang Xavi sebut mirip dengan Rosas. Pada tahun 1994 Rosas bergabung di La Masia, usianya 14-15 tahun waktu itu, Rosas seumuran dengan Xavi.
Jika kesulitan membayangkan permainan Rosas, bayangkanlah posisi gelandang,sebagai prototipe laki-laki kelahiran Malaga itu layaknya gelandang hebat Spanyol lain, seperti Xavi, Inieasta, Santi Cazorla, Silva, atau Thiago.
Pada musim 1997-98 saat usianya 17 tahun, Rosas menjalani debutnya di tim utama, namun sayang dibawah instruksi Louis van Gaal, Rosas hanya bermain sebentar , ia diganti di babak pertama dan itu menjadi satu-satunya penampilan Rosas untuk Barcelona.
Rosas muda gagal menampilkan disiplin taktis yang diperlukan sebagai seorang gelandang, sementara waktu itu di posisi depan ada Luis Figo, Rivaldo dan Patrick Kluivert.
Tetapi Rosas berbesar hati, ia mengatakan, "Ini tidak ada hubungannya dengan keberuntungan atau pelatih yang salah, itu adalah kesalahan saya sendiri bahwa saya tidak berada di Divisi Primera, dan semua pemain Barca memiliki tipe yang sama, sangat ofensif, posesif dan selalu penuh serangan.”
Dua tahun setelah debutnya, kontrak Rosas habis dan tidak diperpanjang, ia dilepas dengan status bebas transfer. Kemudian Rosas pindah ke 11 klub berbeda, terutama lebih sering di divisi kedua La Liga, salah satunya di Salamanca.
Bermain di kasta kedua, ia bermasalah dengan fisik dan terlalu dimanja oleh pelatih yang menanganinya.
"Ketika saya harus pergi, saya tidak bisa beradaptasi dengan tuntutan baru yang datang kepada saya, saya harus membela lebih banyak dan melakukan tugas-tugas lain daripada yang biasa saya lakukan di Barca,” sambung Rosas.
Begitulah, nasib kadang-kadang memiliki rencana lain. Apapun kata orang-orang tentang dirinya, seorang Mario Rosas tetaplah Rosas. Empat belas tahun setelah meninggalkan Barcelona, Rosas gantung sepatu dan kembali ke Malaga.