Hidup seperti roda. Dulu dipuja, kini dihujat..
Dalam beberapa waktu terakhir, Fakhri Husaini menjadi sosok kontroversial di mata suporter Garuda. Pernah dipuja saat membawa tim nasional Indonesia U-16 juara Piala AFF U-16 2018, legenda Pupuk Kaltim itu kini berbalik 180 dejarat menjadi sasaran tembak pendukung Merah-Putih. Kok, bisa?
Fakhri Husaini dikenal sebagai salah satu gelandang paling berbakat yang pernah dimiliki Indonesia pada dekade 1990-an hingga awal 2000-an.
Saat aktif menjadi pemain, Fakhri Husaini adalah gelandang jempolan. Tandemnya bersama Ansyari Lubis membuat rival-rival Asia Tenggara kerepotan. Meski tidak pernah mempersembahkan gelar juara untuk pasukan Garuda, suporter ketika itu mengenang Fakhri Husaini sebagai pemain cerdas.
Di level klub, Fakhri Husaini dikenal sebagai nyawa Pupuk Kaltim. Pada 1990-an, Pupuk Kaltim adalah klub elite Indonesia. Di era Liga Indonesia, mereka pernah tampil di babak delapan besar.
Bukan hanya di kompetisi domestik, pesepakbola kelahiran Lhokseumawe, 27 Juli 1965, juga menjadi bagian dari Pupuk Kaltim yang tampil di beberapa turnamen bergengsi besutan AFC sekelas Piala Winners Asia. Bahkan, pada 1991/1992, Pupuk Kaltim terhenti di semifinal Piala Winners Asia setelah dikalahkan Nissan SC (kini Yokohama Marinos).
Setelah pensiun, Fakhri Husaini beralih profesi menjadi pelatih. Dimulai dari almamertnya, Pupuk Kaltim (Bontang FC), kariernya berlajut di Jakarta. Ketika PSSI meminta para mantan pemain nasional untuk turun gunung, Fakhri Husaini ditunjuk menukangi timnas U-14, U-16, hingga U-19.
Puncak prestasi Fakhri Husaini bersama tim junior Indonesia terjadi pada Piala AFF U-16 2018. Sukses itu kemudian berlanjut ke Piala AFC U-17 2018 ketika Garuda Muda mampu mencapai perempat final. Dia juga meloloskan timnas U-19 ke Piala AFC U-20 2020, yang kemudian batal karena pandemi Covid-19.
Namun, semua berubah ketika Shin Tae-yong datang. Awalnya, Fakhri Husaini adalah pelatih timnas U-19 yang diproyeksikan ke Piala Dunia U-20 2021. Itu karena tulang punggung tim tersebut adalah pemain-pemain timnas U-16 yang juara Piala AFF U-16 2018 asuhan Fakhri Husaini.
Ketika Shin Tae-yong tiba, PSSI memutuskan Fakhri Husaini menjadi asisten pelatih timnas U-19. Dia ditugaskan membantu pelatih asal Korea Selatan itu.
Sayang, tawaran PSSI ditolak mentah-mentah Fakhri Husaini. Bukan hanya menolak, komentar-komentar sinis juga keluar dari mulut sang legenda. "Sekitar 6 November 2019, Bang Danur (Danurwindo, Direktur Teknik PSSI saat itu) sudah menemui saya di Jakarta," kata Fakhri Husaini kepada Antaranews pada awal 2020.
"Saya sudah mengatakan tidak mau menjadi asisten pelatih. Jawaban saya sudah final. Sudahlah, mereka sudah temukan pelatih yang cocok, tinggal cari asisten pelatih lain saja. Saya sempat mempertanyakan alasan PSSI menempatkan saya sebagai asisten apa? Bang Danur tidak bisa jawab," tambah Fakhri Husaini.
Menurut Fakhri Husaini, sikapnya menolak sebagai asisen pelatih karena indikator evaluasi ala PSSI tidak jelas. "Kalau saya mau cari aman, cari enak, saya terima (jadi asisten). Enak banget jadi asisten. Tanggung jawab tidak ada. Beban tidak ada," ujar Fakhri Husaini.
Fakhri Husaini juga membantah antipelatih asing. "Kalau saya jadi pelatih kepala, kami tetap bisa bersama karena kami bukan orang gagal. Kalau saya bekerja dengan pelatih asing malah bagus. Justru saya bisa dapat ilmu. Saya pernah jadi asisten Sergei Dubrovin. Saya pernah jadi asisten Peter Withe," ungkap Fakhri Husaini.
Puncak kekesalan suporter kepada Fakhri Husaini terjadi ketika timnas U-16 menjuarai Piala AFF U-16 2022. Saat itu dia membuat komentar yang menurut banyak orang sangat sinis. Komentar itu dianggap melakukan dikotomi antara pelatih asing dengan pelatih lokal.
"Produk lokal prestasi internasional. Top, membanggakan, menginspirasi," tulis Fakhri Husaini di akun Instagram resminya.
Fakhri Husaini dikenal sebagai salah satu gelandang paling berbakat yang pernah dimiliki Indonesia pada dekade 1990-an hingga awal 2000-an.
BACA BERITA LAINNYA
Momen Kartu Kuning Saddil Ramdani vs Kartu Merah Juninho Bacuna
Momen Kartu Kuning Saddil Ramdani vs Kartu Merah Juninho Bacuna
Puncak prestasi Fakhri Husaini bersama tim junior Indonesia terjadi pada Piala AFF U-16 2018. Sukses itu kemudian berlanjut ke Piala AFC U-17 2018 ketika Garuda Muda mampu mencapai perempat final. Dia juga meloloskan timnas U-19 ke Piala AFC U-20 2020, yang kemudian batal karena pandemi Covid-19.
BACA BERITA LAINNYA
Ingin Pulangkan Lionel Messi, Begini Rencana Barcelona
Ingin Pulangkan Lionel Messi, Begini Rencana Barcelona
Ketika Shin Tae-yong tiba, PSSI memutuskan Fakhri Husaini menjadi asisten pelatih timnas U-19. Dia ditugaskan membantu pelatih asal Korea Selatan itu.
"Saya sudah mengatakan tidak mau menjadi asisten pelatih. Jawaban saya sudah final. Sudahlah, mereka sudah temukan pelatih yang cocok, tinggal cari asisten pelatih lain saja. Saya sempat mempertanyakan alasan PSSI menempatkan saya sebagai asisten apa? Bang Danur tidak bisa jawab," tambah Fakhri Husaini.
Menurut Fakhri Husaini, sikapnya menolak sebagai asisen pelatih karena indikator evaluasi ala PSSI tidak jelas. "Kalau saya mau cari aman, cari enak, saya terima (jadi asisten). Enak banget jadi asisten. Tanggung jawab tidak ada. Beban tidak ada," ujar Fakhri Husaini.
Fakhri Husaini juga membantah antipelatih asing. "Kalau saya jadi pelatih kepala, kami tetap bisa bersama karena kami bukan orang gagal. Kalau saya bekerja dengan pelatih asing malah bagus. Justru saya bisa dapat ilmu. Saya pernah jadi asisten Sergei Dubrovin. Saya pernah jadi asisten Peter Withe," ungkap Fakhri Husaini.
Puncak kekesalan suporter kepada Fakhri Husaini terjadi ketika timnas U-16 menjuarai Piala AFF U-16 2022. Saat itu dia membuat komentar yang menurut banyak orang sangat sinis. Komentar itu dianggap melakukan dikotomi antara pelatih asing dengan pelatih lokal.
"Produk lokal prestasi internasional. Top, membanggakan, menginspirasi," tulis Fakhri Husaini di akun Instagram resminya.