Penggemar sepakbola jadul pasti paham siapa saja mereka..
Dalam sejarah sepakbola Argentina, Gabriel Batistuta adalah pemain No.9 paling tajam yang pernah ada. Bahkan, bayang-bayang kehebatannya menghantui beberapa striker Argentina lainnya yang hidup pada zaman dan era yang sama.
Kisah Inspiratif Awer Mabil, Pengungsi Sudan Bela Australia di Piala Dunia 2022
1. Diego Latorre
Diego Latorre sempat dijuluki "Maradona baru" saat duet dengan Gabriel Batistuta di Boca Juniors. Penampilan dinamis duo ini membuat mereka dipanggil ke Copa America 1991. Di sinilah nasib mereka mulai berbeda. Diego Latorre mencetak gol dalam kemenangan 3-2 atas Peru. Tapi, Gabriel Batistuta mengakhiri turnamen sebagai pencetak gol terbanyak dengan enam gol.
Masih Ingat? "Umpan Hantu" di Bundesliga 5 Tahun Lalu
Diego Latorre hanya berhasil dua kali tampil untuk La Viola sebelum dibuang ke Tenerife di La Liga. Kemudian, dia hilang dari level atas dengan cepat setelah bermain untuk 11 klub dalam 11 tahun.
Dengan mencetak 35 gol dalam 64 pertandingan Argentina, Hernan Crespo tidak terlalu mengecewakan di Argentina. Tapi, keberadaan Gabriel Batistuta telah membuat Hernan Crespo kehilangan panggung.
Sebelum Piala Dunia 1998, Hernan Crespo sebenarnya telah melewati semua audisi Argentina dengan gemilang. Dia mencetak 6 gol di Olimpiade 1996 dan bahkan mencetak hattrick melawan Yugoslavia jelang putaran final. Tapi, bersaing dengan Gabriel Batistuta di Piala Dunia 1998, Hernan Crespo harus mengalah.
Tapi, di Piala Dunia 2002, Hernan Crespo tetap kalah pamor dari Gabriel Batistuta. Dia baru menjadi No.9 Argentina di Piala Dunia 2006 ketika Batigol sudah mundur dari La Albiceleste.
Happy 44th birthday, Hernan Crespo! ?
— FIFA World Cup (@FIFAWorldCup) July 5, 2019
The prolific goalscorer represented ?? @Argentina at the #WorldCup in 1998, 2002 & 2006 pic.twitter.com/a6HBofgruw
3. Abel Balbo
Selama 9 musim berturut-turut bersama Udinese dan kemudian AS Roma, Abel Balbo mencetak dua digit gol. Dia adalah finisher ahli, tenang di bawah tekanan, dan mampu mencetak gol dari sudut sempit.
Abel Balbo memang brilian. Tapi, Gabriel Batistuta melampauinya. Musim 1994/1995 adalah contoh ketika Abel Balbo mencetak 22 gol untuk AS Roma. Tapi, Batigol mencetak 26 gol untuk merebut mahkota Capocannoniere. Dan, itu berlanjut dengan urutan bermain di tim nasional.
4. Martin Palermo
Martin Palermo ditempa dalam pertandingan-pertandingan di kompetisi domestik Argentina. Pertama, dengan Estudiantes de La Plata. Kemudian, dengan Boca Juniors. Dia juga sempat bermain sebentar di Spanyol dengan Villarreal dan Real Betis. Dia pensiun sebagai pencetak gol terbanyak Boca Juniors dengan 249 gol dalam 592 pertandingan.
Tapi, hidup sezaman dengan Gabriel Batistuta berarti Martin Palermo harus bisa menerima kenyataan duduk manis di bangku cadangan atau tidak mendapat panggilan. Dia sempat diberi kesempatan pada Copa America 1999 karena Gabriel Batistuta cedera. Setelah Batigol kembali, El Loco tenggelam.
5. Claudio Lopez
Kecemerlangan Batistuta merupakan berkah sekaligus kutukan bagi Argentina, khususnya dalam kasus Claudio Lopez. Dia adalah striker yang sangat serbaguna. Dia mampu bermain di mana saja di lini depan, baik memimpin serangan atau dalam peran pendukung. Dia pemain yang memiliki kecepatan, teknik, dan keterampilan.
Tiba di Eropa bersama Valencia pada 1996, Claudio Lopez menjadi bintang di La Liga. Dia rata-rata mencetak 20 gol per musim. dia bermain sebagai bagian dari dua lini depan dinamis Valencia bersama Miguel Angulo.
Namun, Piala Dunia 1998 terbukti mengecewakan bagi Claudio Lopez. Dimainkan melebar untuk mengakomodasi Gabriel Batistuta, Claudio Lopez terbukti sangat bagus untuk menyokong Batigol. Tapi, permainannya berkembang menjadi kurang tajam sebagai striker.
6. Sebastian Rambert
Pada era itu, Sebastian Rambert digadang media-media Italia dan Argentina sebagai "Gabriel Batistuta berikutnya". Kemudian, Inter Milan membeli Sebastian Rambert dari Independiente setelah menjuarai Clausura 1994 dan mencetak gol mengesankan melawan Boca Juniors.
Penyerang ini terkenal dengan selebrasi khas meluncur ke sudut bendera dengan lengan terentang lebar. Lalu, orang-orang menjulukinya L'Avioncito (pesawat kecil).
Dia dipanggil ke skuad Argentina yang berkompetisi di Piala Raja Fahd 1995 (pendahulu Piala Konfederasi). Sebastian Rambert masuk daftar pencetak gol, menambah tiga gol dalam delapan penampilan internasional pertamanya. Dia membuat euforia melanda Argentina.
Tapi, ketika dihadapkan dengan Gabriel Batistuta, Sebastian Rambert tidak berkutik. Dia gagal di Serie A. Lalu, dipinjamkan ke Real Zaragoza di La Liga setelah satu musim tanpa gol. Kemudian, kembali ke Argentina. Dan, hilang dari level atas sepakbola internasional.
Javier Zanetti, Giuseppe Bergomi and Sebastian Rambert, 1995. pic.twitter.com/J3xU3iZVlf
— 90s Football (@90sfootball) October 28, 2020