Ada pemain Israel di West Bank Premier League dan ada pemain Palestina di Liga Leumit.
Sepakbola Indonesia sedang diramaikan dengan batalnya drawing Piala Dunia U-20 2023 yang digelar di Bali akibat dari penolakan ormas serta 2 kepala daerah.
Penolakan tersebut berlandaskan pada satu isu yang sama, yakni melanggar konstitusi negara.
Meski begitu banyak juga pihak yang menyayangkan gagalnya Piala Dunia U-20 2023 jika memang terjadi, terlebih Indonesia sudah mempersiapkan segalanya sejak 2019.
Selain bisa rugi secara finansial, Indonesia juga dihantui 9 sanksi dari FIFA dan bisa berbuntut panjang ke depannya.
Jika Indonesia batal menyelenggarakan Piala Dunia FIFA U-20 tahun 2023, ada 9 sanksi dan dampak kepada Indonesia:
1. Indonesia akan dibekukan oleh FIFA
2. Indonesia bisa dikecam oleh negara - negara lain karena tidak melaksanakan amanat FIFA.
3. Indonesia tidak bisa mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan kalender FIFA.
4. Indonesia tidak akan memiliki kesempatan kembali untuk dipilih FIFA menjadi tuan rumah ajang olahraga.
5. Indonesia akan dicoret sebagai kandidat tuan rumah Piala Dunia 2034.
6. Federasi olahraga dunia akan mempertimbangkan untuk tidak memilih Indonesia sebagai tuan rumah pesta olahraga termasuk olimpiade.
7. Indonesia akan dikecam karena bertindak diskriminatif mencampuradukan olahraga dengan politik.
8. Pemain, pelatih, wasit, klub dan masyarakat kehilangan mata pencaharian dan 500.000 orang lebih terdampak langsung kalau sepakbola Indonesia terhenti.
9. Timnas U16, U19, U20 tidak boleh ikut serta dalam ajang sepakbola internasional jika FIFA membekukan PSSI dan berdampak hilangnya potensi ekonomi hampir triliunan rupiah.
Meski begitu, ada sebuah fakta unik yang jarang disorot soal hubungan Israel-Palestina di ranah olahraga sepakbola, khsusunya untuk para pemain kedua negara.
Harus diakui memang cara pengambilan keputusan FIFA soal kegaduhan Israel-Palestina tidak tegas dan bahkan terbilang seperti menutup mata soal dikriminasi serta perang yang ada di sana.
Padahal Israel jelas menyalahi statuta FIFA pasal 3, yakni, "Diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap negara, orang pribadi atau sekelompok orang dengan membawa-bawa etnis,jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau alasan lain sangat dilarang dan akan dihukum lewat suspensi atau dihapus dari keanggotaan."
Namun jika melihat kondisi sekarang, klub serta pemerintah kedua negara seperti sudah "mendewasakan diri" dengan memperbolehkan para pelaku olahraga main di masing-masing negara, salah satunya pemain sepakbola.
Hal ini dapat dilihat dari data yang diunggah oleh transfermarkt soal pemain Palestina yang berkarier di Israel begitu pun sebaliknya.
Berikut data pemain Israel di West Bank Premier League, kompetisi sepakbola tertinggi di Palestina:
1. Rami Asahli (Al-Khaleel)
2. Musa Tarabin (Markaz Balata)
3.Muhammad Biadsa (Al-Khalil SC)
Bahkan nama yang terakhir adalah pemain andalan Al-Khalil SC.
Adapun pemain Palestina yang berkarier di Israel, tepatnya di Liga Leumit, yakni Mohammed Abu Ras (Hapoel Nir Ramat HaSharon).
Jadi jika pelarangan Piala Dunia U-20 2023 soal konstitusi Indonesia dengan membela kemerdekaan Palestina, lalu bagaimana dengan kasus para pemain yang ada di atas?
Kedua negara terbilang santai soal urusan olahraga bahkan berkompetisi di sepakbola atau pun cabor lainnya merupakan cara 'perang' yang lebih beradab karena mereka (negara yang terjajah) mampu mengalahkan penjajah dengan cara yang lebih beradab.
Penolakan tersebut berlandaskan pada satu isu yang sama, yakni melanggar konstitusi negara.
Selain bisa rugi secara finansial, Indonesia juga dihantui 9 sanksi dari FIFA dan bisa berbuntut panjang ke depannya.
2. Indonesia bisa dikecam oleh negara - negara lain karena tidak melaksanakan amanat FIFA.
3. Indonesia tidak bisa mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan kalender FIFA.
4. Indonesia tidak akan memiliki kesempatan kembali untuk dipilih FIFA menjadi tuan rumah ajang olahraga.
5. Indonesia akan dicoret sebagai kandidat tuan rumah Piala Dunia 2034.
6. Federasi olahraga dunia akan mempertimbangkan untuk tidak memilih Indonesia sebagai tuan rumah pesta olahraga termasuk olimpiade.
7. Indonesia akan dikecam karena bertindak diskriminatif mencampuradukan olahraga dengan politik.
8. Pemain, pelatih, wasit, klub dan masyarakat kehilangan mata pencaharian dan 500.000 orang lebih terdampak langsung kalau sepakbola Indonesia terhenti.
9. Timnas U16, U19, U20 tidak boleh ikut serta dalam ajang sepakbola internasional jika FIFA membekukan PSSI dan berdampak hilangnya potensi ekonomi hampir triliunan rupiah.
Meski begitu, ada sebuah fakta unik yang jarang disorot soal hubungan Israel-Palestina di ranah olahraga sepakbola, khsusunya untuk para pemain kedua negara.
Padahal Israel jelas menyalahi statuta FIFA pasal 3, yakni, "Diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap negara, orang pribadi atau sekelompok orang dengan membawa-bawa etnis,jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau alasan lain sangat dilarang dan akan dihukum lewat suspensi atau dihapus dari keanggotaan."
Hal ini dapat dilihat dari data yang diunggah oleh transfermarkt soal pemain Palestina yang berkarier di Israel begitu pun sebaliknya.
1. Rami Asahli (Al-Khaleel)
2. Musa Tarabin (Markaz Balata)
3.Muhammad Biadsa (Al-Khalil SC)
Bahkan nama yang terakhir adalah pemain andalan Al-Khalil SC.
Adapun pemain Palestina yang berkarier di Israel, tepatnya di Liga Leumit, yakni Mohammed Abu Ras (Hapoel Nir Ramat HaSharon).
Jadi jika pelarangan Piala Dunia U-20 2023 soal konstitusi Indonesia dengan membela kemerdekaan Palestina, lalu bagaimana dengan kasus para pemain yang ada di atas?
Kedua negara terbilang santai soal urusan olahraga bahkan berkompetisi di sepakbola atau pun cabor lainnya merupakan cara 'perang' yang lebih beradab karena mereka (negara yang terjajah) mampu mengalahkan penjajah dengan cara yang lebih beradab.