Contohnya, 2015 saat konflik Israel-Palestina sedang panas.
Tindakan aparat Israel melepaskan gas air mata saat final Piala Liga Palestina, Kamis (30/3/2023) malam waktu setempat memunculkan desakan sanksi kepada Asosiasi Sepakbola Israel (IFA). Tapi, apakah itu mungkin? Kisah pada 2015 bisa menjadi gambaran tidak mudah menghukum Israel di sepakbola.

Pada 2015, sepakbola Israel sebenarnya sempat dibayangi sanksi isolasi FIFA. Saat itu, militer Israel melakukan intervensi kepada sepakbola Palestina. Mereka melarang pertandingan digelar di wilayah Otoritas Palestina.

Militer Israel juga menghalang-halangi para pesepakbola Palestina melakukan aktivitas di dalam maupun luar negeri. Mereka tidak mengizinkan pemain pergi dari Tepi Barat ke Jalur Gaza, maupun sebaliknya. Mereka juga melarang pemain Palestina bertanding di Yordania dan Mesir.

Atas tindakan semena-mena itu, Asosiasi Sepakbola Palestina (PFA) melaporkan Israel ke FIFA. Presiden PFA, Jibril Rajoub, langsung terbang ke Zurich, Swiss, ketika FIFA menyelenggarakan Kongres FIFA 2015, pada 29 Mei 2015.

Awalnya, Jibril Rajoub dengan gagah berani dan lantang membawa agenda sanksi FIFA kepada IFA. Kepada banyak media dia berjanji akan membuat sepakbola Israel menderita akibat ulah militernya yang membatasi dan mengintervensi para pemain sepakbola Palestina.

Semuanya terlihat berada di jalur yang tepat ketika Jibril Rajoub tiba di Swiss untuk menghadiri Kongres FIFA 2015.

Namun, pernyataan Jibril Rajoub dan PFA ternyata antiklimaks. Bahkan, layu sebelum berkembang. Ketika voting untuk menentukan hukuman kepada Israel akan digelar, Jibril Rajoub tiba-tiba naik ke podium Kongres FIFA 215. Di sana, dia justru menyatakan mencabut tuntutan kepada IFA.



Dalam pengakuannya, Jibril Rajoub menyebut mendapat bujukan dari puluhan asosiasi sepakbola negara lain. Menurutnya, saat itu sejumlah negara tidak mau Israel terkena sanksi FIFA.

"Saya memutuskan membatalkan hukuman (untuk Israel). Tapi, bukan berarti saya menyerah. Puluhan presiden asosiasi sepakbola dari Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara mengatakan kepada saya bahwa mereka tak ingin ada pembekuan asosiasi lagi," kata Jibril Rajoub ketika itu, dilansir Reuters.

Pengalaman 2015 bisa dijadikan bukti dan pelajaran bahwa menghukum Israel di sepakbola tidak mudah. Ini sama sulitnya dengan penghukum mereka di PBB.

Pasalnya, Israel adalah negara yang memiliki diaspora tersebar ke seluruh dunia, yang jumlahnya jutaan. Mereka juga dikenal memiliki lobi tingkat tinggi yang hebat ke berbagai pemerintahaan maupun organisasi-organisasi penting di banyak tempat di bumi ini.

Jadi, mengharapkan Israel dikucilkan dari ekosistem sepakbola internasional adalah hal yang nyaris mustahil.