Klub vs timnas selalu jadi masalah klasik di Indonesia.
Pemusatan latihan jangka panjang tim nasional Indonesia kembali menuai kontroversi. Setelah timnas U-20 untuk Piala Dunia U-20 2023 yang batal, kini masalah serupa membayangi timnas U-22 yang akan main di SEA Games 2023. Akibatnya, Indra Sjafri berjanji akan mengubah tradisi TC jangka panjang

Indra Sjafri, yang berstatus pelatih Garuda Muda sekaligus Direktur Teknik PSSI pusing, karena beberapa pemain yang dipanggil belum datang. Meski Liga 1 2022/2023 sudah memasuki fase akhir, pemain-pemain Persija Jakarta, PSM Makassar, hingga PSIS Semarang belum datang.

Bahkan, seperti halnya timnas U-20, banyak pemain Persija Jakarta yang diundang ke timnas U-22 belum gabung. Contohnya, Witan Sulaeman dan Ilham Rio Fahmi.

Menurut Indra Sjafri situasi itu bisa dimaklumi. Sebab tenaga keduanya memang masih dibutuhkan klub untuk bertanding di Liga 1 2022/2023, meski gelar juara sudah menjadi milik PSM Makassar.

"Yang belum datang dari Persija, karena mereka masih bermain. Tapi, sebagian sudah datang. Sesuai dengan kesempatan pelatih klub, kalau dia bermain reguler silakan bermain di klubnya. Kalau tidak bermain reguler, datang ke TC. Dan, ini pemain yang tidak bermain sudah datang semua. Tidak mengganggu," ujar Indra Sjafri kepada media.

Pelatih asal Sumatera Barat itu mengakui kebiasaan TC jangka panjang sering menjadi sumber masalah. Misalnya, konflik yang terjadi antara Shin Tae-yong dengan Thomas Doll.



Untuk menghindari situasi serupa, Indra Sjafri berjanji akan mengubah tradisi ini. Selain itu, TC jangka panjang juga tak memberi jaminan prestasi. "Di dunia mana pun kan pemain-pemain itu besarnya di klub. PSSI akan berusaha ke depan TC jangka panjang tidak akan dilakukan lagi," ungkap Indra Sjafri.

Argumen Indra Sjafri tentu saja bertentangan dengan Shin Tae-yong. Beberapa waktu lalu, ketika ribut dengan Thomas Doll, pelatih asal Korea Selatan sempat memberi alasan mengapa sepakbola Indonesia masih membutuhkan TC jangka panjang. Itu untuk menyamakan standar pemain. Sebab, cara klub memperlakukan pemain Indonesia tidak sama. Ada yang bagus. Tapi, lebih banyak yang buruk.

"Idealnya memang seperti itu (pemain berkembang di klub). Tapi, untuk saat ini itu tidak bisa diterapkan di Indonesia," ucap Shin Tae-yong.