Pada debut Nakata di Perugia, sekitar 5.000-6.000 orang Jepang terbang ke Italia dan duduk di tribun Stadio Renato Curi. Dahsyat!
Sebelum Hidetoshi Nakata bermain di Perugia, sepakbola Jepang pernah mengirim Kazuyoshi Miura ke Genoa. Tapi, keberadaan King Kazu tidak seheboh Hide ketika menginjakkan kaki di Serie A.

Nakata pernah menjadi ikon kebanggaan sepakbola Jepang di Eropa. Pensiunan pesepakbola kelahiran Kofu, 22 Januari 1977, tersebut dipuja banyak orang di kampung halamannya setelah memulai petualangan indah di Eropa bersama Perugia sejak 1998.

Sebelum ke Italia, Nakata pertama kali memulai karier bersama salah satu klub elite J-League, Bellmare Hiratsuka (Shonan Bellmare). Dia bermain pada 1995-1998. Prestasi terbaik Nakata membawa klub yang secara harafiah bermakna "laut indah" itu menjuarai Piala Winners Asia 1995. Nakata mencetak gol penentu kemenangan di final versus Al-Talaba (Irak).

Talenta Nakata semakin tercium para pemandu bakat Eropa setelah meloloskan Jepang ke Piala Dunia 1998. Meski Samurai Blue hanya numpang lewat, penampilan Nakata cukup bagus di mata sejumlah orang Eropa.

Setelah mengikuti kompetisi di Prancis itu, Nakata tidak pulang ke Tokyo. Dia justru diajak bermain di Serie A. Nakata sangat gembira dengan kesempatan emas tersebut, meski awalnya tidak tahu klub yang akan dibela. Dengan biaya transfer USD4 juta, Nakata resmi bergabung ke Perugia pada musim panas 1998.

Beda dengan media Jepang, bergabungnya Nakata ke Perugia ternyata memunculkan kritik pedas dari pers Italia. Sebagai orang Asia yang hanya memiliki postur 175 cm, dia dinilai tidak akan bisa memberikan kontribusi membanggakan untuk klub yang bermarkas di Stadio Renato Curi tersebut.

Kritik yang datang bertubi-tubi tersebut berhasil ditepis Luciano Gaucci selaku pemilik I Grifoni. Dia tidak peduli dengan kualitas Nakata. Gaucci melihat ada bau ekonomi yang tercium sangat menyengat. "Pemain ini akan membuat Perugia mendunia," ucap Gaucci saat itu, dilansir BBC Sport.

Terbukti, analisis Gaucci tepat. Pada debut Nakata di Perugia, sekitar 5.000-6.000 orang Jepang terbang ke Italia dan duduk di tribun Stadio Renato Curi. Semuanya mengenakan jersey dengan tulisan "Nakata" di punggung. Paket-paket wisata ke Perugia dimunculkan agen-agen perjalanan di Negeri Sakura yang ludes diborong penggemar Nakata.

Tiba-tiba, Perugia seperti Little Tokyo. Jumlah pendukung Nakata dari Negeri Sakura yang datang langsung ke Perugia untuk menyaksikan pertandingan mencapai 3.000 orang setiap pekannya. Sekitar 70.000 jersey replika Nakata habis terjual ke pasar Jepang hanya dalam waktu 1,5 bulan sejak kontrak kerja ditandatangani.

Gaucci semakin puas karena Nakata ternyata tampil bagus. Selama 1,5 musim, dia menyumbangkan 12 gol dari 48 pertarungan Serie A. Pada era itu, semua alur serangan Perugia harus melalui Nakata. Dia tidak hanya jago mengumpan, melainkan juga eksekusi-eksekusi dari luar kotak penalti.

Dampak kehadiran Nakata benar-benar membuat Perugia kaya mendadak. Apalagi, keuntungan ekonomi lain didapatkan ketika AS Roma datang ke Perugia dengan proposal USD25 juta pada pertengahan musim 1999/2000. Perugia mendapatkan untung USD21 juta hanya dalam 18 bulan!  

Meniru  Perugia, Roma juga mendapatkan profit dari kedatangan Nakata. Mendadak, Serigala Ibu Kota Italia menjadi klub sepakbola Benua Biru yang paling populer di Jepang mengalahkan Perugia dan Manchester United.

Nakata juga turut membawa Roma meraih gelar juara Serie A 2000/2001. Lalu, di awal musim 2001/2002, manajemen Roma menjual Nakata ke Parma dengan USD29 juta. Meski hanya untung USD8 juta dari nominal transfer, Roma sudah menikmati pendapatan dari penjualan produk pernak-pernik di Negeri Sakura maupun kunjungan orang-orang Jepang ke Stadio Olimpico Roma, yang jumlahnya dua kali lipat dari Perugia.

Sial, keinginan Parma untuk mengikuti kisah sukses Perugia dan Roma tidak terjadi. Bertambahnya jumlah pesepakbola asal Jepang yang mengadu nasib di Eropa membuat Nakata bukan lagi pemain favorit di mata fans Negeri Sakura. Kunjungan orang-orang Jepang ke Stadio Ennio Tardini juga tidak sebanyak dua stadion sebelumnya.

Selain itu, Nakata juga tidak bermain terlalu bagus untuk Parma, meski menyumbang Coppa Italia 2001/2002. Akibatnya, Nakata dijual ke Bologna sebelum membela Fiorentina.

Bosan bermain di Italia, Nakata mencoba peruntungan baru di Inggris. Dia sepakat  memperkuat Bolton Wanderers dengan status loan. Tapi, dia tidak bermain bagus. Akibatnya, Nakata memutuskan pensiun pada usia 29 tahun setelah kontrak dengan Fiorentina tidak diperpanjang dan Bolton memutuskan enggan melanjutkan masa peminjaman.