Paling ikonik tentu membeli pemain yang tak berguna. Sebut saja Woodgate, Baptista, Walter Samuel, hingga Gravesen. Membuang Sergio Ramos ke Milan?
Presiden Real Madrid, Florentino Perez, sedang bermain api. Orang nomor satu di Estadio Santiago Bernabeu tersebut mengizinkan Sergio Ramos pergi. Padahal, peran sang kapten sangat vital dalam membantu Los Blancos berjaya di Spanyol dan Eropa.
Ramos di ambang pintu keluar setelah Perez menyatakan tidak akan menghalangi jika ada dari klub lain atau sang pemain sendirilah yang menginginkan meninggalkan Madrid. Apalagi, dengan kontrak yang akan berakhir pada musim panas 2021, Perez belum mengajak Ramos untuk membicarakan masa depan.
"Jika anda mendapat penawaran, saya akan mengerti jika anda pergi," kata Perez dalam tayangan El Chiringuito TV.
Ramos sebenarnya merupakan pemain penting Los Blancos. Sejak didatangkan dari Sevilla pada 2005, pemain berusia 34 tahun itu punya catatan 660 penampilan. Rentetan gelar juga dipersembahkan Ramos. Dia sudah mengantar Madrid juara La Liga, Liga Champions, hingga Piala Dunia Antarklub.
Setelah Cristiano Ronaldo pergi, Ramos mengambil peran sebagai maskot Los Blancos. Meski berstatus bek, punggawa La Furia Roja tersebut sangat rajin membantu terciptanya gol. Dia sudah 100 kali menjebol gawang lawan dengan kostum Madrid.
Uniknya, bukan kali ini saja Perez melepaskan sosok yang masih memiliki peran penting di lapangan. Di masa lalu beberapa pelatih maupun pemain bagus pernah dibiarkan pergi. Itu merupakan bagian dari sejumlah keputusan kontroversial yang dia ambil dari balik meja presiden Los Blancos. Berikut ini daftarnya:
1. Membiarkan Vicente del Bosque pergi
Perez membuat keputusan gila untuk tidak memperbarui kontrak Del Bosque pada musim panas 2003. Setelah merampungkan gelar ganda La Liga dan Liga Champions, Del Bosque diharapkan mendapat tawaran kontrak baru. Tapi, Perez malah menawarinya jabatan direktur teknik yang dengan cepat dia tolak dan dilihat sebagai penghinaan.
Keputusan tersebut menimbulkan keributan di ruang ganti dengan beberapa pemain, termasuk sang kapten, Fernando Hierro, Steve McManaman, dan Fernando Morientes. Mereka menyuarakan ketidaksetujuannya.
Hasilnya sangat fatal bagi masa depan Madrid ketika itu. Sejak Del Bosque pergi, tidak ada pelatih yang bertahan di Estadio Bernabeu selama lebih dari 2 tahun. Mayoritas hengkang setelah hanya memimpin 1 tahun karena gagal menghadirkan prestasi bagus.
2. Membuang Fernando Hierro
Penolakan Hierro terhadap pemecatan Del Bosque berdampak sangat fatal. Meski menyandang status kapten dan legenda, bek tengah itu harus meninggalkan Estadio Bernabeu bersamaan dengan kepergian Del Bosuqe. Sempat dendam, Hierro melanjutkan karier di Qatar bersama Al-Rayyan sebelum ke Inggris bermain untuk Bolton Wanderers.
"Kami dapat menyebutnya sebagai akhir siklus. Ini merupakan keputusan yang sulit bagi kami. Tapi, kami, semua dewan direksi, akhirnya memutuskan bahwa itu adalah opsi terbaik. Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang ini (Del Bosque dan Hierro) atas semua yang diberikan dan dilakukan untuk klub," ujar Direktur Olahraga Madrid saat itu, Jorge Valdano, di situs resmi UEFA.
3. Mengizinkan Claude Makelele Pergi
Menjual Makelele ke Chelsea harus dilihat sebagai awal dari akhir Los Galacticos. Orang Prancis itu secara luas dianggap di antara rekan satu timnya sebagai pemain paling penting dalam skuad. Tapi, gajinya, penghargaan, dan perlakuan Madrid tidak mencerminkan hal tersebut.
Pada 2003, sang gelandang meminta untuk menegosiasikan kembali kontraknya. Makelele tidak meminta banyak. Dia hanya berharap sejajar dengan pemain-pemain bintang Los Blancos lainnya. Keinginan Makelele mendapatkan dukungan dari rekan-rekannya seperti Raul Gonzalez dan Zinedine Zidane.
Sayang, Perez terlalu sombong untuk mengakui kehebatan Makelele. Dia menolak mentah-mentah permintaan sang gelandang. Dia juga mengabaikan saran teknis dari rekan-rekan Makelele. Padahal, dengan Makelele di tim tersebut, Madrid memenangkan 6 trofi, termasuk 2 La Liga dan 1 di Liga Champions.
Tanpa Makelele, Madrid benar-benar terpuruk. Mereka kesulitan mencari pemain tengah yang bersedia berkorban. Sebaliknya, saat dia pindah ke Chelsea dan menjadi pemain vital untuk gelar Liga Premier berturut-turut dari 2004 hingga 2006.
4. Menolak mengontrak Samuel Eto'o
Hingga 2004, Madrid memiliki kontrak bersama Real Mallorca untuk seorang anak muda dari Kamerun. Eto'o awalnya bermain untuk Real Madrid Castilla. Lalu, dia dipinjamkan ke Mallorca untuk mengasah naluri di kompetisi utama. Setelah bermain bagus, Madrid memiliki opsi untuk mempermanenkan status Eto'o.
Namun, opsi itu tidak diambil Perez. Dia berpendapat Eto'o hanya pemain yang tidak istimewa. Akibatnya, Barcelona datang untuk menebus buy out clause Eto'o plus memberikan gaji yang layak.
Pada saat itu, Eto'o telah menghabiskan 5 musim memimpin lini depan Mallorca dan menjadi pencetak gol domestik tertinggi sepanjang masa klub. Perez tak yakin Eto'o bakal meningkatkan kekuatan serang Ronaldo dan Raul. Dia berpendapat Eto'o hanya bagus karena Mallorca hanya klub kecil yang tidak memiliki tekanan sebesar Los Blancos.
Pada akhirnya, Perez harus menyesali keputusannya. Kontribusi Eto'o pada 2 gelar Liga Champions dan 3 gelar La Liga yang dihasilkan El Barca menjadi pil pahit yang harus ditelan oleh para pendukung Madrid saat itu.
5. Membeli pemain yang tidak bisa digunakan
Tidak mungkin setiap transfer berhasil. Tapi, Perez memiliki banyak uang, yang dalam beberapa kasus menghabiskan terlalu banyak untuk pemain gagal. Sosok paling ikonik adalah Jonathan Woodgate, Julio Baptista, Walter Samuel, hingga Thomas Gravesen.
Woodgate dan Baptista masing-masing berharga 20 juta euro dan Samuel 25 juta euro. Woodgate gagal bersaing di lebih dari 10 pertandingan liga. Performa Baptista menurun drastis setelah awal yang menjanjikan. Sedangkan Samuel dijual setelah hanya bertahan 1 musim.
Bagaimana dengan Gravesen? Silakan browsing sendiri di Youtube atau Google.
6. Mengulang kegagalan Los Galacticos
Dalam masa jabatan keduanya, Perez melanjutkan kebijakan Los Galácticos yang diterapkan selama masa jabatan pertamanya. Pada 8 Juni 2009, dia membeli Kaka dari AC Milan dengan harga di bawah 60 juta pounds. Pada 11 Juni, Manchester United menerima tawaran 80 juta pounds untuk Cristiano Ronaldo. Pada 25 Juni, Perez mengumumkan transfer bek tengah Valencia, Raul Albiol, seharga 15 juta pounds. Pada 1 Juli, Perez membeli Karim Benzema dari Olympique Lyon dengan 30 juta pounds yang bisa naik menjadi 35 juta pounds.
Masih ada lagi. Pada 5 Agustus 2009, Real Madrid mengkonfirmasi Xabi Alonso datang dari Liverpool seharga 30 juta pounds. Puncaknya, pada 31 Mei 2010 ketikan Perez menunjuk Jose Mourinho sebagai pelatih dengan kesepakatan 6,8 juta pounds.
Apa hasilnya? Tidak seperti yang dibayangkan. Keberadaan anak-anak lulusan La Masia di Barcelona membuat Madrid tidak bisa berbuat banyak. Pada era itu, kompetisi di Spanyol maupun Eropa menjadi arena latihan para punggawa El Barca. Barcelona sangat dominan saat itu sehingga Mourinho perlu memarkir bus dan menggunakan taktik kotor saat El Clasico digelar. Itu juga sia-sia.
Justru, kesuksesan Los Blancos tercipta ketika Zidane menjadi pelatih dan memaksimalkan para pemain muda produk La Fabrica.
Ramos di ambang pintu keluar setelah Perez menyatakan tidak akan menghalangi jika ada dari klub lain atau sang pemain sendirilah yang menginginkan meninggalkan Madrid. Apalagi, dengan kontrak yang akan berakhir pada musim panas 2021, Perez belum mengajak Ramos untuk membicarakan masa depan.
BACA FEATURE LAINNYA
10 Klub Sepak Bola Afrika Terbaik, Tradisi Juara di Benua Hitam
10 Klub Sepak Bola Afrika Terbaik, Tradisi Juara di Benua Hitam
1. Membiarkan Vicente del Bosque pergi
Perez membuat keputusan gila untuk tidak memperbarui kontrak Del Bosque pada musim panas 2003. Setelah merampungkan gelar ganda La Liga dan Liga Champions, Del Bosque diharapkan mendapat tawaran kontrak baru. Tapi, Perez malah menawarinya jabatan direktur teknik yang dengan cepat dia tolak dan dilihat sebagai penghinaan.
BACA FEATURE LAINNYA
13 Pengambil Penalti Panenka Terburuk dalam Sejarah
13 Pengambil Penalti Panenka Terburuk dalam Sejarah
Hasilnya sangat fatal bagi masa depan Madrid ketika itu. Sejak Del Bosque pergi, tidak ada pelatih yang bertahan di Estadio Bernabeu selama lebih dari 2 tahun. Mayoritas hengkang setelah hanya memimpin 1 tahun karena gagal menghadirkan prestasi bagus.
2. Membuang Fernando Hierro
"Kami dapat menyebutnya sebagai akhir siklus. Ini merupakan keputusan yang sulit bagi kami. Tapi, kami, semua dewan direksi, akhirnya memutuskan bahwa itu adalah opsi terbaik. Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang ini (Del Bosque dan Hierro) atas semua yang diberikan dan dilakukan untuk klub," ujar Direktur Olahraga Madrid saat itu, Jorge Valdano, di situs resmi UEFA.
3. Mengizinkan Claude Makelele Pergi
Menjual Makelele ke Chelsea harus dilihat sebagai awal dari akhir Los Galacticos. Orang Prancis itu secara luas dianggap di antara rekan satu timnya sebagai pemain paling penting dalam skuad. Tapi, gajinya, penghargaan, dan perlakuan Madrid tidak mencerminkan hal tersebut.
Pada 2003, sang gelandang meminta untuk menegosiasikan kembali kontraknya. Makelele tidak meminta banyak. Dia hanya berharap sejajar dengan pemain-pemain bintang Los Blancos lainnya. Keinginan Makelele mendapatkan dukungan dari rekan-rekannya seperti Raul Gonzalez dan Zinedine Zidane.
Sayang, Perez terlalu sombong untuk mengakui kehebatan Makelele. Dia menolak mentah-mentah permintaan sang gelandang. Dia juga mengabaikan saran teknis dari rekan-rekan Makelele. Padahal, dengan Makelele di tim tersebut, Madrid memenangkan 6 trofi, termasuk 2 La Liga dan 1 di Liga Champions.
Tanpa Makelele, Madrid benar-benar terpuruk. Mereka kesulitan mencari pemain tengah yang bersedia berkorban. Sebaliknya, saat dia pindah ke Chelsea dan menjadi pemain vital untuk gelar Liga Premier berturut-turut dari 2004 hingga 2006.
4. Menolak mengontrak Samuel Eto'o
Hingga 2004, Madrid memiliki kontrak bersama Real Mallorca untuk seorang anak muda dari Kamerun. Eto'o awalnya bermain untuk Real Madrid Castilla. Lalu, dia dipinjamkan ke Mallorca untuk mengasah naluri di kompetisi utama. Setelah bermain bagus, Madrid memiliki opsi untuk mempermanenkan status Eto'o.
Namun, opsi itu tidak diambil Perez. Dia berpendapat Eto'o hanya pemain yang tidak istimewa. Akibatnya, Barcelona datang untuk menebus buy out clause Eto'o plus memberikan gaji yang layak.
Pada saat itu, Eto'o telah menghabiskan 5 musim memimpin lini depan Mallorca dan menjadi pencetak gol domestik tertinggi sepanjang masa klub. Perez tak yakin Eto'o bakal meningkatkan kekuatan serang Ronaldo dan Raul. Dia berpendapat Eto'o hanya bagus karena Mallorca hanya klub kecil yang tidak memiliki tekanan sebesar Los Blancos.
Pada akhirnya, Perez harus menyesali keputusannya. Kontribusi Eto'o pada 2 gelar Liga Champions dan 3 gelar La Liga yang dihasilkan El Barca menjadi pil pahit yang harus ditelan oleh para pendukung Madrid saat itu.
5. Membeli pemain yang tidak bisa digunakan
Tidak mungkin setiap transfer berhasil. Tapi, Perez memiliki banyak uang, yang dalam beberapa kasus menghabiskan terlalu banyak untuk pemain gagal. Sosok paling ikonik adalah Jonathan Woodgate, Julio Baptista, Walter Samuel, hingga Thomas Gravesen.
Woodgate dan Baptista masing-masing berharga 20 juta euro dan Samuel 25 juta euro. Woodgate gagal bersaing di lebih dari 10 pertandingan liga. Performa Baptista menurun drastis setelah awal yang menjanjikan. Sedangkan Samuel dijual setelah hanya bertahan 1 musim.
Bagaimana dengan Gravesen? Silakan browsing sendiri di Youtube atau Google.
6. Mengulang kegagalan Los Galacticos
Dalam masa jabatan keduanya, Perez melanjutkan kebijakan Los Galácticos yang diterapkan selama masa jabatan pertamanya. Pada 8 Juni 2009, dia membeli Kaka dari AC Milan dengan harga di bawah 60 juta pounds. Pada 11 Juni, Manchester United menerima tawaran 80 juta pounds untuk Cristiano Ronaldo. Pada 25 Juni, Perez mengumumkan transfer bek tengah Valencia, Raul Albiol, seharga 15 juta pounds. Pada 1 Juli, Perez membeli Karim Benzema dari Olympique Lyon dengan 30 juta pounds yang bisa naik menjadi 35 juta pounds.
Masih ada lagi. Pada 5 Agustus 2009, Real Madrid mengkonfirmasi Xabi Alonso datang dari Liverpool seharga 30 juta pounds. Puncaknya, pada 31 Mei 2010 ketikan Perez menunjuk Jose Mourinho sebagai pelatih dengan kesepakatan 6,8 juta pounds.
Apa hasilnya? Tidak seperti yang dibayangkan. Keberadaan anak-anak lulusan La Masia di Barcelona membuat Madrid tidak bisa berbuat banyak. Pada era itu, kompetisi di Spanyol maupun Eropa menjadi arena latihan para punggawa El Barca. Barcelona sangat dominan saat itu sehingga Mourinho perlu memarkir bus dan menggunakan taktik kotor saat El Clasico digelar. Itu juga sia-sia.
Justru, kesuksesan Los Blancos tercipta ketika Zidane menjadi pelatih dan memaksimalkan para pemain muda produk La Fabrica.