Dunia akan selalu ingat gol voli tanpa menyentuh tanah di Asian Games 1986. Tak bisa dilepaskan dari sejarah Arseto Solo.
Sepakbola Indonesia kehilangan salah satu legendanya. Ricky Yacobi meninggal dunia pada Sabtu (21/11/2020) pagi saat sedang menjalani pertandingan silaturahmi bertajuk Trofeo Medan Selection di Lapangan ABC Senayan, Jakarta.
Lahir di Medan, 12 Maret 1963, Ricky dikenal sebagai penyerang terbaik yang dimiliki Indonesia pada dekade 1980 hingga 1990-an. Kemampua menjebol jala lawan menggunakan kaki, kepala, maupun anggota tubuh lain membuat Ricky menjadi rebutan banyak klub Indonesia dan Asia pada masa itu.
Setelah sukses bermain, Ricky memutuskan pensiun. Tapi, bukan berarti dia melupakan aktivitas bermain sepakbola. Bersama rekan-rekan sesama mantan pemain, dia rutin bermain sepakbola di komplek Gelora Bung Karno, termasuk pertandingan terbaru yang ternyata menjadi laga terakhir Ricky.
Saat kejadian, Ricky menendang bola dan mencetak gol. Lalu, dia membalikkan badan ingin melakukan selebrasi ke rekan-rekannya. Tapi, tiba-tiba Ricky terjatuh tertelungkup ke lapangan dan wajahnya mencium tanah.
Setelah mendapatkan pertolongan pertama, Ricky langsung dilarikan ke Rumaha Sakit Angkatan laut Mintoharjo. Sayang, nyawanya tidak tertolong. Serangan jantung menjadi penyebab meninggalnya salah satu pemain kesayangan Pelatih legendaris tim Garuda, Bertje Matulapelwa, itu.
Berikut ini 5 fakta menarik tentang karier profesional Ricky di sepakbola:
1. Mengawali karier di PSMS Medan
Sebagai orang Medan, Ricky mengawali semuanya bersama PSMS. Dia menjadi pemain Laskar Ayam Kinantan sejak junior. Ricky ikut serta ketika PSMS Junior menjuarai Piala Soeratin 1980. Sukses itu mengatarkan dirinya naik kelas menjadi pemain utama PSMS di Perserikatan
Ketika PSMS menjadi juara Perserikatan 1983 dan 1985, Ricky juga menjadi salah satu pemain. Tapi, dia tidak masuk starting line-up pada dua pertandingan final melawan Persib Bandung.
2. Dijuluki Paul Brietner dari Indonesia
Puas bermain di Perserikatan bersama PSMS, Ricky mencoba peruntungan di Galatama. Dia mendapatkan tawaran membela Arseto Solo. Di klub yang menjadikan Stadio Sriwedari, Solo, sebagai kandang itu Ricky tampil bagus dalam dua periode, yaitu 1986-1988 dan 1989-1992.
Selain ikut menjuarai Galatama 1991/1992, Ricky dikenang karena gayanya yang merupakan penyerang opurtunis. Dia sangat mengandalkan kecepatan dalam bermain. Akibatnya, banyak media di Indonesia maupun Asia menjuluki Ricky "Paul Brietner dari Indonesia".
Brietner dikenal sebagai salah satu pemain hebat Jerman Barat, Bayern Muenchen, dan Real Madrid. Berposisi sdi sayap kiri, salah satu pahlawan Der Panzer di Euro 1972 dan Piala Dunia 1974 tersebut dikenal dengan kecepatan yang di atas rata. Selain jago memberi assist, Brietner juga memiliki eksekusi jempolan.
Bukan hanya negara, Brietner juga sukses di klub. Dia membawa Bayern menjuarai Bundesliga (1971/1972, 1972/1973, 1973/1974, 1979/1980, 1980/1981), DFB-Pokal (1970/1971, 1981/1982), serta Piala Champions (1973/1974). Ada lagi Madrid yang disumbangkan La Liga (1974/1975, 1975/1976) dan Copa del Rey (1974/1975).
3. Bermain untuk Matsushita FC (Gamba Osaka)
Berkat performa yang bagus di Galatama dan timnas, Ricky mendapatkan tawaran bermain di Jepang. Pada 1988, dia bergabung dengan Matsushita FC. Itu bukan klub sembarangan di Negeri Sakura. Klub tersebut didirikan pada 1980 oleh perusahaan elektronik ternama dunia, Panasonic.
Sebelum J-League digulirkan pada 1992, Matsushita berubah menjadi Yanmar Diesel FC. Lalu, ketika J-League kick-off, klub tersebut pecah menjadi Cerezo Osaka dan Gamba Osaka. Hingga hari ini, Gamba sudah menjuarai J-League dua kali dan satu kali di Liga Champions Asia.
Sayangnya karier Ricky di Jepang tidak berlangsung lama. Dia tidak mampu beradaptasi dengan udara dingin di Negeri Sakura. Ricky juga rindu kampung halaman. Akibatnya, dia hanya mampu menjalani 4 pertandingan liga dan mengemas 1 gol.
4. Sukses di Asian Games 1986 dan SEA Games 1987
RSSSF hanya mencatat Ricky bermain 31 kali untuk tim Garuda sepanjang 9 Desember 1985 hingga 11 Juni 1991. Selain itu, hanya 5 gol yang sempat dicatatkan. Tapi, sepertinya jumlah gol itu tidak akurat. Pasalnya, Ricky setidaknya mencetak 15 gol untuk Indonesia.
Dua penampilan Ricky yang paling berkesan hadir di Asian Games 1986 dan SEA Games 1987. Ketika di Seoul, Indonesia hanya kalah 0-2 dari Arab Saudi dan bermain imbang 1-1 melawan Qatar. Indonesia lalu menang 1-0 lawan Malaysia dan menang 4-3 (penalti) melawan Uni Emirat Arab (UEA).
Ricky sempat mengejutkan banyak orang ketika mencetak gol sewaktu melawan UEA. Gol voli dengan tendangan langsung tanpa sempat menyentuh tanah. Saat itu, bola dia lesakkan dari sisi kiri gawang UEA dalam jarak yang sangat jauh. Pada ajang itu, Indonesia menempati peringkat 4.
Sukses di Asian Games berlanjut ke SEA Games. Saat itu, Indonesia meraih emas setelah mengalahkan Malaysia 1-0 lewat perpanjangan waktu. Saat itu, pasukan Merah-Putih dilatih Bertje Matulapelwa dan diperkuat banyak pemain hebat. Selain Ricky, terdapat juga Ponirin Mekka, Jaya Hartono, Robby Darwis, Patar Tambunan, Ribut Waidi, Rully Nere, hingga Herry Kiswanto.
5. Mendirikan dan mengelola SSB Ricky Yakobi
Setelah pensiun, Ricky memutuskan menjadi pelatih dengan membuka SSB Ricky Yacobi yang berlokasi di Lapangan F, GBK, Jakarta. Murid pilihannya adalah talenta berbakat berusia 7-12 tahun yang kurang mampu. Ricky menjamin, murid-muridnya bebas iuran.
SSB yang bernaung di bawah Yayasan Kelompok Pecinta Olahraga Sepakbola Senayan (KPOSS) itu telah banyak menarik simpati donatur. Contohnya, American Express Foundation. KPOSS juga telah menyewa Lapangan F untuk jangka waktu 5 tahun. Di PSSI, Ricky sempat menjadi direktur pembinaan usia muda. Dia juga pelatih The New Clicks.
Lahir di Medan, 12 Maret 1963, Ricky dikenal sebagai penyerang terbaik yang dimiliki Indonesia pada dekade 1980 hingga 1990-an. Kemampua menjebol jala lawan menggunakan kaki, kepala, maupun anggota tubuh lain membuat Ricky menjadi rebutan banyak klub Indonesia dan Asia pada masa itu.
BACA BIOGRAFI LAINNYA
Kisah Cha Bum-kun, Pemain Legendaris Korea yang Mengguncang Eropa
Kisah Cha Bum-kun, Pemain Legendaris Korea yang Mengguncang Eropa
1. Mengawali karier di PSMS Medan
Sebagai orang Medan, Ricky mengawali semuanya bersama PSMS. Dia menjadi pemain Laskar Ayam Kinantan sejak junior. Ricky ikut serta ketika PSMS Junior menjuarai Piala Soeratin 1980. Sukses itu mengatarkan dirinya naik kelas menjadi pemain utama PSMS di Perserikatan
BACA FEATURE LAINNYA
Intip Performa 5 Pemain yang Batal Didatangkan Liverpool di Awal Musim 2020/2021
Intip Performa 5 Pemain yang Batal Didatangkan Liverpool di Awal Musim 2020/2021
2. Dijuluki Paul Brietner dari Indonesia
Puas bermain di Perserikatan bersama PSMS, Ricky mencoba peruntungan di Galatama. Dia mendapatkan tawaran membela Arseto Solo. Di klub yang menjadikan Stadio Sriwedari, Solo, sebagai kandang itu Ricky tampil bagus dalam dua periode, yaitu 1986-1988 dan 1989-1992.
Brietner dikenal sebagai salah satu pemain hebat Jerman Barat, Bayern Muenchen, dan Real Madrid. Berposisi sdi sayap kiri, salah satu pahlawan Der Panzer di Euro 1972 dan Piala Dunia 1974 tersebut dikenal dengan kecepatan yang di atas rata. Selain jago memberi assist, Brietner juga memiliki eksekusi jempolan.
3. Bermain untuk Matsushita FC (Gamba Osaka)
Berkat performa yang bagus di Galatama dan timnas, Ricky mendapatkan tawaran bermain di Jepang. Pada 1988, dia bergabung dengan Matsushita FC. Itu bukan klub sembarangan di Negeri Sakura. Klub tersebut didirikan pada 1980 oleh perusahaan elektronik ternama dunia, Panasonic.
Sebelum J-League digulirkan pada 1992, Matsushita berubah menjadi Yanmar Diesel FC. Lalu, ketika J-League kick-off, klub tersebut pecah menjadi Cerezo Osaka dan Gamba Osaka. Hingga hari ini, Gamba sudah menjuarai J-League dua kali dan satu kali di Liga Champions Asia.
Sayangnya karier Ricky di Jepang tidak berlangsung lama. Dia tidak mampu beradaptasi dengan udara dingin di Negeri Sakura. Ricky juga rindu kampung halaman. Akibatnya, dia hanya mampu menjalani 4 pertandingan liga dan mengemas 1 gol.
4. Sukses di Asian Games 1986 dan SEA Games 1987
RSSSF hanya mencatat Ricky bermain 31 kali untuk tim Garuda sepanjang 9 Desember 1985 hingga 11 Juni 1991. Selain itu, hanya 5 gol yang sempat dicatatkan. Tapi, sepertinya jumlah gol itu tidak akurat. Pasalnya, Ricky setidaknya mencetak 15 gol untuk Indonesia.
Dua penampilan Ricky yang paling berkesan hadir di Asian Games 1986 dan SEA Games 1987. Ketika di Seoul, Indonesia hanya kalah 0-2 dari Arab Saudi dan bermain imbang 1-1 melawan Qatar. Indonesia lalu menang 1-0 lawan Malaysia dan menang 4-3 (penalti) melawan Uni Emirat Arab (UEA).
Ricky sempat mengejutkan banyak orang ketika mencetak gol sewaktu melawan UEA. Gol voli dengan tendangan langsung tanpa sempat menyentuh tanah. Saat itu, bola dia lesakkan dari sisi kiri gawang UEA dalam jarak yang sangat jauh. Pada ajang itu, Indonesia menempati peringkat 4.
Sukses di Asian Games berlanjut ke SEA Games. Saat itu, Indonesia meraih emas setelah mengalahkan Malaysia 1-0 lewat perpanjangan waktu. Saat itu, pasukan Merah-Putih dilatih Bertje Matulapelwa dan diperkuat banyak pemain hebat. Selain Ricky, terdapat juga Ponirin Mekka, Jaya Hartono, Robby Darwis, Patar Tambunan, Ribut Waidi, Rully Nere, hingga Herry Kiswanto.
5. Mendirikan dan mengelola SSB Ricky Yakobi
Setelah pensiun, Ricky memutuskan menjadi pelatih dengan membuka SSB Ricky Yacobi yang berlokasi di Lapangan F, GBK, Jakarta. Murid pilihannya adalah talenta berbakat berusia 7-12 tahun yang kurang mampu. Ricky menjamin, murid-muridnya bebas iuran.
SSB yang bernaung di bawah Yayasan Kelompok Pecinta Olahraga Sepakbola Senayan (KPOSS) itu telah banyak menarik simpati donatur. Contohnya, American Express Foundation. KPOSS juga telah menyewa Lapangan F untuk jangka waktu 5 tahun. Di PSSI, Ricky sempat menjadi direktur pembinaan usia muda. Dia juga pelatih The New Clicks.