Mehmet Scholl pernah mengatakan “Saya hanya takut pada dua hal dalam hidup, perang dan Oliver Kahn.”
Kahn, lahir di Karlsruhe di Jerman Barat, lima puluh tahun yang lalu, mulai bermain sepak bola bersama tim lokal, Karlsruher SC - klub yang dibela ayahnya dari tahun 1962 hingga 1965.

Dia bergabung dengan klub pada usia enam tahun dan mulai di sana sebagai anak gawang. Tetapi itu semua berubah setelah hadiah dari kakeknya. Hadiah itu berupa kostum penjaga gawang yang dibordir dengan tanda tangan kiper legendaris Jerman, Sepp Maier.

Oliver muda dengan cepat mampu promosi ke tim kedua dari klub Jerman barat daya itu pada usia 18 tahun dan bermain di Verbansliga serta Oberliga. Tiga tahun bermain untuk tim kedua Eurofighter, Kahn kemudian mendapat promosi ke tim utama pada tahun 1990 dan tak lama setelah itu ia mendapat reputasi sebagai penjaga gawang yang sangat bagus.

Puncaknya terjadi pada musim 1993/94, dimana ia tidak hanya menjadi perhatian nasional tetapi juga internasional ketika Karlsruher berhasil mencapai semifinal Piala UEFA musim itu dengan mengalahkan Valencia 7-0 dalam prosesnya. Manajemen Die Bayern langsung tertarik padanya.

Musim panas 1994, Kahn resmi berseragam Bayern Muenchen dengan biaya kepindahannya menghabiskan dana sekitar 2,5 juta Euro. Pada waktu itu Maier adalah pelatih penjaga gawang untuk Bayern. Ketika Kahn menandatangani kontrak, dan setelah sesi pelatihan, Kahn segera menyadari apa yang ia dibutuhkan jika ingin berhasil di tim Bavaria.

Jelas bahwa pria yang kini berusia 51 tahun itu  menjadi salah satu pemain Jerman paling dihormati dalam sejarah; pada saat ia pensiun pada tahun 2008 ia telah memenangkan delapan gelar liga, enam piala Jerman, enam piala Liga Jerman, satu Piala UEFA, Liga Champions dan Piala Interkontinental dalam 632 penampilannya untuk klub. Dia mencetak rekor Bundesliga dengan 204 clean sheet.

Meskipun kariernya jelas membuahkan hasil, bukan berarti keahliannya sebagai penghenti tembakan yang sangat baik adalah capaian yang paling tinggi dalam karier bermainnya. Pria jerman itu percaya bahwa seorang penjaga gawang membutuhkan elemen 'kegilaan' untuk melakukan pekerjaan mereka.

“Siapa lagi yang akan berdiri di sana dan membiarkan orang menembakkan bola ke wajah atau perut mereka dan masih berpikir itu normal,” ujar Kahn.

“Saya menggunakan bahasa tubuh saya untuk menunjukkan kehadiran tim saya sepenuhnya dan untuk menanamkan rasa hormat, atau bahkan ketakutan pada lawan saya,” ujarnya.

Tak heran jika dia selalu agresif kepada rekan setim ataupun lawannya. Ada banyak contoh gayanya yang memerintah dan agresif sepanjang kariernya, tetapi ada beberapa contoh yang menyoroti beberapa insidennya yang terkenal.

Mantan pemain Borussia Dortmund, Heiko Herrlich berpikir dua kali untuk kembali menantang Kahn dalam pertarungan bola atas setelah insiden tahun 1999, dimana Herrlich membuat Kahn menghampirinya dan tampak menggigit pipinya.

Demikian pula, Stephane Chapuisat mungkin sedikit waspada dalam satu lawan satu setelah melihat Kahn terbang ke arahnya dengan gaya kung-fu pada satu kesempatan di waktu yang sama.

Tidak sampai disitu, mantan striker timnas Jerman, Miroslav Klose juga pernah menjadi  korban amukan Kahn usai berani menantang kiper Jerman tersebut, dan kemudian ada Thomas Bradaric yang benar-benar ketakutan usai lehernya dicengkeram oleh Kahn.

‘Kegilaan’ Kahn itu juga diakui oleh rekan satu timnya di Karlsruher dan Bayern, Mehmet Scholl dengan mengatakan “Saya hanya takut pada dua hal dalam hidup, perang dan Oliver Kahn.”

Kahn mungkin dikenal sebagai pemain yang perfeksionis, terobsesi dengan kemenangan dan rela melakukan apapun untuk menang. Bagi para penggemar Bayern, itu menjadikannya sebagai sosok pahlawan dengan nama panggilan favorit, 'Vol-kahn-o'.  

Sikapnya itu membuatnya tidak begitu disenangi oleh penggemar klub, namun semua ketidaksenangan itu bisa berubah karena dua insiden. Yang pertama terjadi pada tahun 2000 dalam sebuah pertandingan di Freiburg di mana ia terkena bola golf yang dilempar dari kerumunan. Darah mengucur deras dari pelipisnya, tetapi ia menolak untuk diganti dan malah dijahit di samping lapangan dan terus melanjutkan permainan.

Insiden lain terjadi setelah Final Liga Champions 2001 di mana Bayern menutupi rasa sakit dari kekalahan mereka yang terkenal dari Manchester United dalam kompetisi dua tahun sebelumnya dengan mengalahkan Valencia melalui adu penalti.

Kahn adalah pahlawan dalam adu penalti yang menyelamatkan tiga tendangan penalti termasuk satu penyelamatan menakjubkan di mana ia sudah menukik ke kiri tetapi dengan bola meroket ke arah tengah gawang, dia mengeluarkan tangan kanannya untuk menghentikan laju bola. Mengingat rasa sakit di tahun 1999, Kahn terlihat menghibur lawannya, Santiago Canizares.

Ada satu 'kecocokan' yang mungkin mendefinisikan pria itu, yang akan menjadi CEO Bayern pada 2022. Pada Piala Dunia 2002 Kahn membantu negaranya ke final itu, mendapatkan julukan 'Pria dengan Seribu Tangan' di sepanjang perjalanan turnamen berlangsung meski Kahn mungkin adalah orang pertama yang patut disalahkan ketika gol pembuka Brasil terjadi di final.

Kisah yang lebih menarik dari sosok Kahn si 'perfeksionis' ini  lebih banyak diungkapkan dalam salah satu serial buku yang berjudul  'Tor! The Story of German Football ’, buku itu menunjukkan betapa fokusnya Kahn dan betapa terobsesinya ia untuk menang.

Salah satu cerita dalam buku tersebut menjelaskan adanya sebuah pertandingan amal yang diikuti oleh Kahn dan sekelompok anak berusia 9 tahun, dengan uang dibayarkan ke badan amal yang terlibat untuk setiap gol yang dapat dilakukan oleh anak-anak yang beruntung bisa membobol gawang 'The Titan'.

Badan amal itu tampaknya menjadi kurang suka dengan sosoknya- Kahn menyelamatkan setiap upaya untuk mengalahkannya dari para pemuda tersebut.  Bahkan untuk kegiatan amal, bahkan untuk acara yang akan berarti segalanya bagi anak-anak itu untuk mengalahkan 'Raja Kahn' yang agung, ia masih belum siap untuk menerima menjadi 'pecundang'.