Skuad itu menghasilkan salah satu gol paling cantik di Piala Asia. Gol yang terus menerus diputar di saluran CNN sebagai momen terbaik hari itu.
Piala Asia 1996 tercatat dalam sejarah sebagai debut tim nasional Indonesia pada kompetisi antarnegara paling bergengsi di Asia tersebut. Meski baru pertama, tim Garuda justru menuai pujian, khususnya saat menahan imbang Kuwait 2-2 lewat sebuah gol salto Widodo Cahyono Putro.
Dilatih Danurwindo, Indonesia lolos ke turnamen di Uni Emirat Arab (UEA) setelah memuncaki klasemen akhir Grup 4 pada fase kualifikasi. Tim Merah-Putih bermain imbang 0-0 dengan Malaysia dan mambantai India 7-1. Sementara Harimau Malaya hanya sanggup unggul 5-2 ketika bertemu India.
Saat turnamen berlangsung, Danurwindo memanggil para pemain terbaik Indonesia. Dia menggabungkan beberapa alumnus PSSI Primavera dengan para pemain senior di sejumlah klub Liga Indonesia.
Menggunakan skema defensif 5-3-2 yang berubah menjadi 3-5-2 saat menyerang, Indonesia memulai turnamen dengan melawan Kuwait di Sheikh Zayed Stadium, Abu Dhabi. Pasukan Garuda langsung tampil menggebrak di babak pertama. Mereka mengejutkan Kuwait lewat gol salto Widodo dan sepakan canon ball Ronny Wabia. Indonesia mengakhiri babak pertama dengan kemenangan 2-0.
Sayang, pengalaman memang menjadi hal yang membedakan Indonesia dengan Kuwait. Pada babak kedua, Kuwait bangkit. Mereka membombardir gawang Kurnia Sandy dan Hendro Kartiko. Hasilnya, Hani Al-Saqer dan Badr Haji Al-Halabeej mampu menyamakan kedudukan.
Meski gagal menang dan kalah pada pertandingan berikutnya melawan Korea Selatan dan UEA, laga menghadapi Kuwait dikenang suporter serta para pemain Indonesia selama bertahun-tahun. Apalagi, gol cantik Widodo dinobatkan sebagai "Gol Terbaik Asia 1996".
Berikut ini kabar terbaru para pemain Indonesia yang ketika itu diberi kesempatan tampil melawan Kuwait pada 4 Desember 1996:
GK: Kurnia Sandy (Hendro Kartiko, 79)
Sandy adalah lulusan Primavera. Sementara Hendro adalah pemain produk kompetisi di Indonesia. Mereka sama-sama penjaga gawang tangguh pada masa itu. Yang membedakan hanyalah postur Sandy yang lebih tinggi dari Hendro. Sandy juga jago bola atas, sementara Hendro punya refleks jempolan.
Pada hari pertandingan, Sandy hanya mampu bermain hingga menit 79. Dia pingsan di lapangan setelah berbenturan dengan pemain Kuwait. Saat itu, gawang Indonesia sudah kemasukan 1 gol. Kemudian, Hendro masuk lapangan menggantikan Sandy. Beberapa menit berselang, Kuwait mencetak gol lewat titik penalti.
Saat ini, keduanya sudah pensiun. Baik Sandy maupun Hendro sama-sama beralih profesi menjadi pelatih kiper. Sandy bergabung dengan Rahmad Darmawan di Madura United. Sedangkan Hendro di PSM Makassar. Sebelumnya, Hendro sempat melatih di Arema, Sriwijaya FC, Madura, dan timnas U-23. Sementara Sandy bergabung dengan Frenz United, T-Team (Malaysia), Sriwijaya, dan timnas senior.
DF: Aples Tecuari
Aples sempat menjadi bek paling tangguh di sepakbola Indonesia. Pemain asal Papua itu juga lulusan Primavera dan menjadi anggota timnas senior untuk waktu yang sangat lama. Setelah gantung sepatu, Aples mengabdikan dirinya untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Papua Barat. Dia sempat menjadi pelatih tim PON Papua Barat di fase kualifikasi untuk PON 2012.
DF: Sudirman
Biasa disapa Jenderal Sudirman, pria kelahiran 24 April 1969 tersebut adalah kapten timnas saat melawan Kuwait. Bermain di lini belakang, Sudirman tampil sangat bagus melindungi pertahanan tim Merah-Putih hingga 2 gol Kuwait datang. Itu bukan kesalahan Sudirman seorang, melainkan semua pemain.
Saat Piala Asia 1996, Sudirman masuk kategori pemain senior. Sebelumnya, dia turut menyumbang medali emas SEA Games 1991 di Manila dan perunggu SEA Games 1993 di Singapura.
Setelah pensiun, Sudirman meneruskan kariernya dengan menjadi pelatih. Dia sempat menjadi salah satu asisten pelatih timnas. Sudirman juga sempat menjadi asisten dan caretaker Persija Jakarta. Setelah Sergio Farias mundur dari Macan Kemayoran, Sudirman kini menjadi pelatih kepala.
DF: Marzuki Badriawan
Marzuki dikenal sebagai legenda Mitra Surabaya dan Persebaya Surabaya. Performa bagus di klub Kota Pahlawan itulah yang mengantarkan dirinya membela timnas. Setelah pensiun dari lapangan hijau, Marzuki tidak jauh dari sepakbola. Dia mendirikan dan mengelola sekolah sepakbola yang diberi nama Indonesian Soccer Academy Marzuki Badriawan (ISA MB).
WB: Agung Setyabudi
Agung adalah legenda Arseto Solo dan PSIS Semarang. Dia menghabiskan sebagian karier profesionalnya untuk membela klub dari Jawa Tengah tersebut. Dia adalah pemain yang ikut membantu Laskar Mahesa Jenar menjuarai Liga Indonesia 1998/1999 dan Divisi I 2001. Agung juga sempat membela Persebaya Surabaya dan Persis Solo.
Performa bagus di PSIS membuat Agung mendapatkan panggilan secara reguler ke timnas. Dia ambil bagian di banyak kompetisi regional yang dijalani tim Garuda. Selain Piala Asia 1996, Agung juga menjadi bek sayap saat Indonesia tampil di Piala Asia 2004 maupun Piala AFF 2002.
Setelah pensiun, Agung bekerja di PDAM Kota Solo. Dia juga sempat melatih Persis di Divisi Utama 2013-2016. Agung juga sempat membawa tim sepakbola Kota Solo meraih medali perunggu pada Pekan Olahraga Provinsi Jateng 2018.
WB: Yeyen Tumena
Yeyen menjadi salah satu anggota PSSI Primavera. Sekembalinya dari Italia, Yeyen berkarier dengan sejumlah klub Liga Indonesia. Sebut saja PSM Makassar, Persikota Tangerang, Perseden Denpasar, Persebaya Surabaya, PSMS Medan, Persija Jakarta, hingga Persma Manado.
Setelah pensiun Yeyen tidak jauh dari sepakbola. Dia sempat menjadi komentator pertandingan di televisi sekaligus pelatih. Yeyen membantu Simon McMenemy di Bhayangkara FC maupun timnas. Saat itu, dia adalah ketua Asosiasi Pelatih Sepakbola Seluruh Indonesia (APSSI).
MF: Bima Sakti
Bima menjadi pemain jangkar saat Indonesia tampil di Piala Asia 1996. Dia terus memerankan posisi itu selama bertahun-tahun hingga cedera parah patah kaki menimpanya beberapa tahun kemudian dalam sebuah turnamen tidak resmi di Vietnam. Saat itu, dia mendapatkan tekel brutal pemain India, Baichung Bhutia.
Meski tidak lagi menjadi pemain yang berpengaruh, Bima tetap melanjutkan karier sebagai pemain sebelum beralih profesi menjadi pelatih. Saat ini, pria asal Balikpapan tersebut berstatus pelatih timnas U-16.
MF: Chris Yarangga
Yarangga menghabiskan seluruh karier profesional bersama klub di kampung halamannya, Persipura Jayapura. Performa bagus bersama Mutiara Hitam itulah yang membuat dirinya dipanggil ke timnas. Yarangga juga sempat mendapatkan kesempatan bergabung dengan PSSI Primavera di Italia.
Saat ini, Yarangga sudah pensiun dan beralih profesi menjadi pekerja kantoran. Dia bergabung dengan Bank Papua. Tapi, bukan berarti Yarangga meninggalkan sepakbola. Dia masih membina sekolah sepakbola yang ada di Jayapura, yaitu SSB Nafri.
MF: Supriyono (Suwandi, 55)
Saat pertandingan berlangsung, Supriyono hanya bermain 55 menit sebelum digantikan Suwandi. Keduanya pemain yang sangat bagus pada masa itu. Yang membedakan hanyalah Supriyono merupakan jebolan PSSI Primavera, sementara Suwandi produk klub-klub Liga Indonesia.
Saat gantung sepatu, Supriyono dan Suwandi mengambil jalur berbeda. Selain berbisnis kuliner, Supriyono juga menjadi komentator pertandingan di salah satu stasiun televisi. Sementara Suwandi memilih konsisten di jalur sepakbola. Saat ini, dia merupakan asisten pelatih PSS Sleman. Dia bekerja bersama Mladen Dodic untuk membantu Dejan Antonic.
FW: Widodo Cahyono Putro
Di Indonesia, tidak ada suporter sepakbola yang tidak mengenal Widodo. Di masanya, dia adalah pemain paling terkenal. Widodo punya segudang prestasi yang layak dibanggakan. Baik bersama klub maupun timnas, legenda Petrokimia Putra itu selalu menunjukkan penampilan yang membanggakan.
Setelah puas sebagai pemain, Widodo banting stir menjadi pelatih. Dia memulainya sebagai asisten pelatih timnas. Lalu, menukangi Indonesia U-21. Kemudian, Gresik United, asisten timnas lagi, Persepam Madura Utama, Sriwijaya FC, Bali United, dan Persita Tangerang. Widodo adalah pelatih mengembalikan Pendekar Cisadane ke kasta tertinggi kompetisi Indonesia.
FW: Ronny Wabia
Widodo-Ronny adalah duet yang sangat kompak di lini depan timnas saat Piala Asia 1996. Keduanya seperti ikatan batin yang bagus. Saat Ronny di kanan, Widodo di kiri. Begitu pula sebaliknya. Keduanya saling mengisi ruang kosong dan bersama-sama melakukan tekanan kepada lawan saat kehilangan bola. Bukti kolaborasi mereka adalah kedua gol Indonesia melawan Kuwait.
Sayang, tidak seperti Widodo yang berbakti untuk sepakbola, Ronny justru menepi. Saat ini, salah satu legenda Persipura Jayapura itu memilih hidup normal sebagai pegawai kantoran. Ronny tercatat sebagai karyawan Bank Papua.
Dilatih Danurwindo, Indonesia lolos ke turnamen di Uni Emirat Arab (UEA) setelah memuncaki klasemen akhir Grup 4 pada fase kualifikasi. Tim Merah-Putih bermain imbang 0-0 dengan Malaysia dan mambantai India 7-1. Sementara Harimau Malaya hanya sanggup unggul 5-2 ketika bertemu India.
BACA FEATURE LAINNYA
12 Pemain yang Mendapat Tepuk Tangan Meriah dari Suporter Lawan
12 Pemain yang Mendapat Tepuk Tangan Meriah dari Suporter Lawan
Berikut ini kabar terbaru para pemain Indonesia yang ketika itu diberi kesempatan tampil melawan Kuwait pada 4 Desember 1996:
GK: Kurnia Sandy (Hendro Kartiko, 79)
Sandy adalah lulusan Primavera. Sementara Hendro adalah pemain produk kompetisi di Indonesia. Mereka sama-sama penjaga gawang tangguh pada masa itu. Yang membedakan hanyalah postur Sandy yang lebih tinggi dari Hendro. Sandy juga jago bola atas, sementara Hendro punya refleks jempolan.
BACA FEATURE LAINNYA
5 Kompetisi di Masa Depan yang Bisa Diikuti Lulusan Timnas U-19 Angkatan 2020
5 Kompetisi di Masa Depan yang Bisa Diikuti Lulusan Timnas U-19 Angkatan 2020
Saat ini, keduanya sudah pensiun. Baik Sandy maupun Hendro sama-sama beralih profesi menjadi pelatih kiper. Sandy bergabung dengan Rahmad Darmawan di Madura United. Sedangkan Hendro di PSM Makassar. Sebelumnya, Hendro sempat melatih di Arema, Sriwijaya FC, Madura, dan timnas U-23. Sementara Sandy bergabung dengan Frenz United, T-Team (Malaysia), Sriwijaya, dan timnas senior.
Aples sempat menjadi bek paling tangguh di sepakbola Indonesia. Pemain asal Papua itu juga lulusan Primavera dan menjadi anggota timnas senior untuk waktu yang sangat lama. Setelah gantung sepatu, Aples mengabdikan dirinya untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Papua Barat. Dia sempat menjadi pelatih tim PON Papua Barat di fase kualifikasi untuk PON 2012.
DF: Sudirman
Biasa disapa Jenderal Sudirman, pria kelahiran 24 April 1969 tersebut adalah kapten timnas saat melawan Kuwait. Bermain di lini belakang, Sudirman tampil sangat bagus melindungi pertahanan tim Merah-Putih hingga 2 gol Kuwait datang. Itu bukan kesalahan Sudirman seorang, melainkan semua pemain.
Setelah pensiun, Sudirman meneruskan kariernya dengan menjadi pelatih. Dia sempat menjadi salah satu asisten pelatih timnas. Sudirman juga sempat menjadi asisten dan caretaker Persija Jakarta. Setelah Sergio Farias mundur dari Macan Kemayoran, Sudirman kini menjadi pelatih kepala.
DF: Marzuki Badriawan
Marzuki dikenal sebagai legenda Mitra Surabaya dan Persebaya Surabaya. Performa bagus di klub Kota Pahlawan itulah yang mengantarkan dirinya membela timnas. Setelah pensiun dari lapangan hijau, Marzuki tidak jauh dari sepakbola. Dia mendirikan dan mengelola sekolah sepakbola yang diberi nama Indonesian Soccer Academy Marzuki Badriawan (ISA MB).
WB: Agung Setyabudi
Agung adalah legenda Arseto Solo dan PSIS Semarang. Dia menghabiskan sebagian karier profesionalnya untuk membela klub dari Jawa Tengah tersebut. Dia adalah pemain yang ikut membantu Laskar Mahesa Jenar menjuarai Liga Indonesia 1998/1999 dan Divisi I 2001. Agung juga sempat membela Persebaya Surabaya dan Persis Solo.
Performa bagus di PSIS membuat Agung mendapatkan panggilan secara reguler ke timnas. Dia ambil bagian di banyak kompetisi regional yang dijalani tim Garuda. Selain Piala Asia 1996, Agung juga menjadi bek sayap saat Indonesia tampil di Piala Asia 2004 maupun Piala AFF 2002.
Setelah pensiun, Agung bekerja di PDAM Kota Solo. Dia juga sempat melatih Persis di Divisi Utama 2013-2016. Agung juga sempat membawa tim sepakbola Kota Solo meraih medali perunggu pada Pekan Olahraga Provinsi Jateng 2018.
WB: Yeyen Tumena
Yeyen menjadi salah satu anggota PSSI Primavera. Sekembalinya dari Italia, Yeyen berkarier dengan sejumlah klub Liga Indonesia. Sebut saja PSM Makassar, Persikota Tangerang, Perseden Denpasar, Persebaya Surabaya, PSMS Medan, Persija Jakarta, hingga Persma Manado.
Setelah pensiun Yeyen tidak jauh dari sepakbola. Dia sempat menjadi komentator pertandingan di televisi sekaligus pelatih. Yeyen membantu Simon McMenemy di Bhayangkara FC maupun timnas. Saat itu, dia adalah ketua Asosiasi Pelatih Sepakbola Seluruh Indonesia (APSSI).
MF: Bima Sakti
Bima menjadi pemain jangkar saat Indonesia tampil di Piala Asia 1996. Dia terus memerankan posisi itu selama bertahun-tahun hingga cedera parah patah kaki menimpanya beberapa tahun kemudian dalam sebuah turnamen tidak resmi di Vietnam. Saat itu, dia mendapatkan tekel brutal pemain India, Baichung Bhutia.
Meski tidak lagi menjadi pemain yang berpengaruh, Bima tetap melanjutkan karier sebagai pemain sebelum beralih profesi menjadi pelatih. Saat ini, pria asal Balikpapan tersebut berstatus pelatih timnas U-16.
MF: Chris Yarangga
Yarangga menghabiskan seluruh karier profesional bersama klub di kampung halamannya, Persipura Jayapura. Performa bagus bersama Mutiara Hitam itulah yang membuat dirinya dipanggil ke timnas. Yarangga juga sempat mendapatkan kesempatan bergabung dengan PSSI Primavera di Italia.
Saat ini, Yarangga sudah pensiun dan beralih profesi menjadi pekerja kantoran. Dia bergabung dengan Bank Papua. Tapi, bukan berarti Yarangga meninggalkan sepakbola. Dia masih membina sekolah sepakbola yang ada di Jayapura, yaitu SSB Nafri.
MF: Supriyono (Suwandi, 55)
Saat pertandingan berlangsung, Supriyono hanya bermain 55 menit sebelum digantikan Suwandi. Keduanya pemain yang sangat bagus pada masa itu. Yang membedakan hanyalah Supriyono merupakan jebolan PSSI Primavera, sementara Suwandi produk klub-klub Liga Indonesia.
Saat gantung sepatu, Supriyono dan Suwandi mengambil jalur berbeda. Selain berbisnis kuliner, Supriyono juga menjadi komentator pertandingan di salah satu stasiun televisi. Sementara Suwandi memilih konsisten di jalur sepakbola. Saat ini, dia merupakan asisten pelatih PSS Sleman. Dia bekerja bersama Mladen Dodic untuk membantu Dejan Antonic.
FW: Widodo Cahyono Putro
Di Indonesia, tidak ada suporter sepakbola yang tidak mengenal Widodo. Di masanya, dia adalah pemain paling terkenal. Widodo punya segudang prestasi yang layak dibanggakan. Baik bersama klub maupun timnas, legenda Petrokimia Putra itu selalu menunjukkan penampilan yang membanggakan.
Setelah puas sebagai pemain, Widodo banting stir menjadi pelatih. Dia memulainya sebagai asisten pelatih timnas. Lalu, menukangi Indonesia U-21. Kemudian, Gresik United, asisten timnas lagi, Persepam Madura Utama, Sriwijaya FC, Bali United, dan Persita Tangerang. Widodo adalah pelatih mengembalikan Pendekar Cisadane ke kasta tertinggi kompetisi Indonesia.
FW: Ronny Wabia
Widodo-Ronny adalah duet yang sangat kompak di lini depan timnas saat Piala Asia 1996. Keduanya seperti ikatan batin yang bagus. Saat Ronny di kanan, Widodo di kiri. Begitu pula sebaliknya. Keduanya saling mengisi ruang kosong dan bersama-sama melakukan tekanan kepada lawan saat kehilangan bola. Bukti kolaborasi mereka adalah kedua gol Indonesia melawan Kuwait.
Sayang, tidak seperti Widodo yang berbakti untuk sepakbola, Ronny justru menepi. Saat ini, salah satu legenda Persipura Jayapura itu memilih hidup normal sebagai pegawai kantoran. Ronny tercatat sebagai karyawan Bank Papua.