Ada satu pebisnis dari Asia Tenggara. Ada pula dua dari China dan dua dari Timur Tengah.
Uang memang bukan jaminan kebahagian tetapi dengan uang manusia tak perlu ambil pusing soal beli membeli. Termasuk hanya untuk sekadar memiliki sebuah klub sepak bola, bagi para konglomerat mungkin hal itu semudah jentik jari.

Namun mengurus klub tak pernah semudah bacotan kosong orang-orang, artinya faktor kesanggupan finansial tak serta merta jadi landasan utama untuk membeli atau bahkan membangun satu atau barangkali dua klub.

Ada alasan lain yang itu masih dalam hitung-hitungan realistis. Sepak bola adalah industri dan bagi pebisnis waras manapun, mereka tak akan pernah mau berjudi dengan pertimbangan  kalah lebih besar. Di lain sisi, barangkali sudah jadi rahasia umum bahwa kepemilikan sebuah klub sepak bola tak selalu tentang ‘tuan rumah’, dalam logika bisnis, ekspansi adalah capaian kerja yang harus diperjuangkan. Mereka yang memiliki modal dengan sedikit kejelian akan menguasai pasar.

Dan hal itulah yang kini tengah mewarnai industri sepak bola Inggris. Kabar terbaru datang dari kota Burnley, dimana klub yang bermarkas di Turf Moor itu baru saja diambil alih oleh pebisnis asal Amerika Serikat yakni Alan Pace. Dan ia dengan cepat berjanji akan memperbaiki nasib Burnley yang kini terseok-terseok di papan bawah klasemen.

Direktur grup investor ALK Capital itu mengamankan 84 persen saham kepemilikan yang semula diketuai oleh Mike Garlick, pebisnis lokal Inggris yang bergerak di bidang konsultasi.

Alan Pace menghabiskan sekitar 200 juta pounds untuk mengakuisisi Burnley, dan itu berarti klub-klub Liga Premier saat ini dimiliki atau sebagian dimiliki oleh pebisnis asal Amerika Serikat. Total, sementara waktu ada sekitar tujuh klub yang berada di bawah kendali jaringan pebisnis asal Amerika Serikat.

Jumlah yang sedikit lebih banyak ketimbang kepemilikan pebisnis asal Inggris, yang hanya mengomandoi enam klub. Di luar dari ‘vis a vis” latar belakang negara dua pebisnis itu. Sisanya ikut serta jaringan pebisnis dari negara lain, yang rata-rata berasal dari kawasan Asia dan Timur Tengah.

Untuk mempermudah, berikut daftar rincian kepemilikan klub-klub Liga Premier Inggris :

Pebisnis Asal Amerika Serikat

Burnley (Alan Pace), Crystal Palace (Steve Parish),  Manchester United (Keluarga Glazer),Arsenal (Stan Kroenke), Liverpool (John W Henry), Fulham (Shahid Khan), Aston Villa (Wesley Edens)

Pebisnis Asal Inggris

Brighton (Tony Bloom), Everton (Farhad Moshiri), Newcastle United (Mike Ashley), Tottenham Hotspur (Joe Lewis) dan West Ham United (David Gold dan David Sullivan), Norwich City (Delia Smith).

Pebisnis Asal Asia dan Eropa

Wolverhampton (Guo Guangchang), Southampton (Gao Gisheng), Leicester City (Aiyyawat Srivaddhanaprabha), Bournemouth (Maxim Demin), Chelsea (Roman Abrahamovic), Watford (Gino Pozzo).

Pebisnis Asal Timur Tengah

Manchester City (Sheikh Mansour), Sheffield United (Pangeran Abdullah bin Musa).

Bukan Kempemilikan Tunggal

Daftar nama di atas bukanlah satu-satunya pemilik klub, sebab sebuah klub dikelola oleh banyak pihak, namun nama mereka dipajang dan dikenal oleh publik sepak bola sebagai pemegang saham terbesar. Di samping itu, jika kita melacak asal negara mereka, sebetulnya banyak di antara pemilik klub itu berdarah campuran.

Seperti misalnya pemilik Fulham Shahid Khan yang memilih menjadi warga negara Amerika Serikat namun memiliki garis keturunan Pakistan. Begitu juga dengan Farhad Moshiri pebisnis keturunan Inggris-Iran yang memegang saham terbanyak untuk Everton, dan ada banyak sederet nama lainnya.