Banyaknya orang yang tidak paham aturan, tapi ingin menang sendiri, membuat banyak wasit FIFA di Indonesia dinilai negatif. Ironis!
Wasit-wasit Indonesia sering menjadi kambing hitam saat klub mengalami kekalahan. Disebut tidak becus memimpin, fakta justru menunjukkan negara ini punya 5 wasit berlisensi FIFA. Siapa saja mereka?

Wasit adalah orang yang bertanggung jawab untuk menegakkan "law of the game" selama pertandingan sepakbola. Dia adalah otoritas pengambilan keputusan akhir atas semua fakta yang berhubungan dengan permainan. Dia juga merupakan satu-satunya ofisial di lapangan yang memiliki kewenangan untuk memulai dan menghentikan permainan, serta menerapkan tindakan disipliner terhadap pemain selama pertandingan.

Pada sebagian besar level permainan, wasit dibantu oleh dua asisten wasit (hakim garis), yang diberi wewenang untuk menasehati wasit dalam situasi tertentu seperti permainan meninggalkan bola atau pelanggaran peraturan yang terjadi di luar pandangan wasit. Tapi, keputusan asisten wasit tidak mengikat dan wasit memiliki kewenangan untuk menolak masukan asistennya.

Pada level permainan yang lebih tinggi, wasit juga dapat dibantu oleh ofisial keempat yang mengawasi area teknis tim dan membantu wasit dengan tugas-tugas administratif. Kemudian, pada level paling tinggi, terdapat asisten wasit tambahan dan, atau, video bantu wasit (VAR).

Di Indonesia, perkembangan wasit menunjukkan kabar yang menggembirakan dari tahun ke tahun. Hingga akhir 2020, PSSI telah memiliki 7 asisten wasit berlisensi FIFA. Mereka adalah Beni Andriko, Fajar Furqon, Azizul Alimmudin Hanafiah, I Gede Selamet Raharja, Dinan Lazuardi, Nurhadi, dan Bangbang Syamsudar. PSSI juga punya 5 wasit yang diakui FIFA.

Meski ada banyak pengadil lapangan yang berlisensi FIFA, bukan berarti jalannya pertandingan di Indonesia lancar 100%. Banyaknya orang yang tidak paham aturan, tapi ingin menang sendiri, membuat banyak wasit FIFA di Indonesia dinilai negatif. Hampir terjadi di setiap pertandingan Liga Indonesia semua kasta bahwa wasit menjadi kambing hitam kekalahan oleh klub dan pendukungnya.

Berikut ini 5 wasit Indonesia yang secara internasional diakui karena memiliki lisensi FIFA:


1. Aprisman Aranda (Padang)

Berasal dari Padang, Sumatera Barat, Aprisman menjadi wasit FIFA sejak 2020 setelah melalui seleksi yang tidak mudah. Di era Liga 1, Aprisman sudah memimpin 46 pertandingan. Hasilnya, 229 kartu keluar dari sakunya. Rinciannya, 217 kartu kuning dan 12 kartu merah.

Meski diakui FIFA, Aprisman justru punya banyak pengalaman kurang menyenangkan ketika memimpin pertandingan-pertandingan di Indonesia. Entah dia yang salah atau klub yang memang tidak mengerti peraturan, Aprisman sering mendapatkan perlakuan kurang baik dari pemain, pelatih, maupun ofisial di bangku cadangan.

Salah satu contohnya saat Aprisman memimpin pertandingan Bhayangkara FC melawan Borneo FC pada 2017. Saat itu, Pelatih Borneo, Iwan Setiawan, dengan kasar menyebut Aprisman harus dipenjara setelah membiarkan Ilija Spasojevic dan Otavio Dutra mencetak gol ke gawang Pesut Etam. Iwan mengklaim, gol itu tidak sah karena offside.


2. Fariq Hitaba (Yogyakarta)

Sejak 2020, di saku kiri seragam wasit Fariq resmi berlogo FIFA setelah menjalani seleksi dan ujian ketat, khususnya dalam kemampuan Bahasa Inggris dan pemahaman peraturan pertandingan. Meski berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah, Fariq berdomisili di Yogyakarta dan berada di bawah naungan Asprov PSSI DIY.

Sebagai wasit yang berkiprah di Indonesia, caci maki dan hujatan sudah menjadi makanan Fariq setiap turun ke lapangan. Salah satu momen yang cukup dikenal suporter adalah saat memimpin pertandingan Liga 1 2017 antara PS TNI melawan Persija Jakarta di Stadion Pakansari, Cibinong. Pertandingan itu dikenal sebagai "VAR ala Indonesia".

Dalam laga itu, Fariq sempat memutuskan memberikan hadiah penalti untuk PS TNI. Tapi, dia membatalkan keputusan itu setelah Fariq melihat tayangan ulang melalui kamera di pinggir lapangan. Ide itu muncul karena ofisial Persija yang melihat tayangan ulang di handphone terus memprovokasi Fariq dan memprotes dengan kasar. 

Saat itu, Fariq sempat dihukum PSSI. Tapi, dia memiliki pembelaan. Dia mengaku reflek meniup peluit dan menunjuk titik penalti setelah dia melihat Ryuji Utomo melakukan handball. Tapi, setelah itu dia tidak yakin 100% lantaran ada tekanan dari para pemain Persija yang sangat agresif.


3. Thoriq Munir Alkatiri (Purwakarta)

Thoriq sudah dikenal sebagai wasit yang tegas sejak era Indonesia Super League (ISL). Pria kelahiran Purwakarta, 19 November 1988, itu sempat menjadi wasit pertama dan satu-satunya Indonesia yang diakui FIFA. Pasalnya, Thoriq sudah menjadi wasit FIFA sejak 2014.

Debut Thoriq memimpin pertandingan kasta teratas kompetisi Indonesia dimulai pada 2012. Saat itu dia baru berusia 24 tahun dan menjadi wasit termuda di Divisi Utama. Pada usia 25 tahun, dirinya sudah dipercaya memimpin pertandingan final Piala Gubernur Jatim 2013.

Selain memimpin banyak pertandingan lokal dan sangat ditakuti para pemain karena kejelian dan ketegasannya, Thoriq juga berpengalaman memimpin banyak pertandingan level internasional. Dia pernah memimpin Al-Qadsia kontra Malkiya di Piala AFC 2019. Dia juga pernah memimpin laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia antara Australia kontra Nepal serta 7 laga persahabatan internasional.

Sepanjang kariernya sebagai wasit, Thoriq memimpin 54 pertandingan resmi dengan 42 di antaranya di Liga 1. Hasilnya, 144 kartu kuning dan 8 kartu merah dijatuhkan di kompetisi dalam negeri.


4. Yudi Nurcahya (Bandung)

Yudi menyandang status wasit FIFA pada 2018 dan pada 2019 dinobatkan sebagai wasit terbaik Liga 1. Sebagai wasit, Yudi dikenal sangat tegas dan jeli mengamati pertandingan. Dia juga sangat memahami aturan pertandingan, meski kadang muncul protes keras dari pemain karena tidak paham dengan regulasi.

Jika tidak beraktivitas di lapangan, Yudi berstatus sebagai dosen di Universitas Pendidikan (UPI) Bandung setelah sempat mengajar pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah dasar. Dia juga memiliki gelar sarjana kepelatihan olahraga (S1) dan magister pendidikan olahraga (S2).


5. Dwi Purba Adi Wicaksana (Kudus)

Dwi menjadi wasit FIFA sejak 2015 atau 1 tahun setelah Thoriq Munir Alkatiri. Kariernya menanjak sangat cepat berkat pengetahuan dan keberaniannya memimpin pertandingan-pertandingan "barbar" di kompetisi kasta bawah Indonesia.

Setelah lulus dari Fakultas Pendidikan Olahraga Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada 2010, Dwi langsung mengambil lisensi C3, C2, hingga C1. Hanya butuh 1,5 tahun bagi Dwi untuk menjadi wasit nasional dan diizinkan memimpin pertandingan Liga 3 dan Liga 2. Lalu, Dwi melanjutkan lisensinya ke Liga 1 dan FIFA. Dia memimpin sejumlah pertandingan di level AFC, baik senior maupun junior.

Jika tidak beraktivitas di lapangan, Dwi menyibukkan dirinya sebagai pengajar di SMP Bhakti Praja, Kudus. Dia juga membantu usaha keluarga dalam penjualan maupun pemeliharaan barang-barang elektronik seperti komputer dan laptop.