Copa Sudamericana adalah kompetisi paling bergengsi di Amerika Latin setelah Copa Libertadores. Crespo membuktikan kehebatannya.
Argentina memiliki banyak stok pelatih jempolan. Ketika Marcelo Bielsa masih aktif di level atas, Negeri Tango memiliki Diego Simeone dan Mauricio Pochettino dari generasi terkini. Yang paling baru dan sedang naik daun adalah Hernan Crespo.
Di era keemasan sebagai pemain, Crespo adalah striker terhebat yang dimiliki Argentina selain Gabriel Batistuta. Pesepakbola yang dulu identik dengan rambut ikal sebahu tersebut menjadi jaminan terciptanya gelar di banyak klub yang diperkuat pada 1993-2012.
Crespo mengawali dan mengakhiri petualangan di Italia, khususnya Parma. Dia datang ke Stadio Ennio Tardini pertama kali pada 14 Agustus 1996 setelah membantu Argentina meraih medali perak Olimpiade 1996.
Tapi, pada 6 bulan awal, Crespo mendapatkan banyak kritikan karena mandul. Tidak menyerah dengan kondisinya, pelan dari pasti, pria kelahiran Florida Este, 5 Juli 1975, tersebut bangkit. Kemudian, Crespo menjelma menjadi predator di lini depan Parma yang ditakuti bek-bek lawan.
Pada musim pertama di Serie A (1996/1997), Crespo mengoleksi 12 gol dari 27 pertandingan. Dia membantu Parma menjadi runner-up di belakang Juventus dengan hanya tertinggal 2 poin. Setelah itu, Crespo semakin menggila dan mencapai puncak pada 1998/1999.
Pada era tersebut, Parma diperkuat banyak pemain hebat dunia. Sebut saja Juan Sebastian Veron, Lilian Thuram, Fabio Cannavaro, Enrico Chiesa, Roberto Sensini, Dino Baggio, hingga Gianluigi Buffon yang saat itu masih remaja. Parma dilatih salah satu arsitek jempolan di Italia, Alberto Malesani.
Diawali dengan menyingkirkan Fiorentina pada final Coppa Italia, ambisi Crespo berlanjut dengan membantu Parma menjuarai Piala UEFA. Sama seperti Coppa Italia, dia juga ikut mencetak gol di final. Saat itu, Parma mengalahkan Marseille 3-0. Pada musim tersebut ditutup Crespo dengan membawa Parma memenangi Supercoppa Italia setelah memukul AC Milan.
Keberhasilan di Parma membuka gerbang Crespo ke sejumlah klub kaya Eropa. Dia menyeberang ke Lazio, Inter Milan, Milan, Chelsea, hingga Genoa. Dia kembali ke Parma pada 2009 sebelum akhirnya gantung sepatu.
Crespo ke Parma atas permintaan Carlo Ancelotti. Lalu, saat Ancelotti melatih Milan, Crespon diajak bergabung. Crespon berada di Milan pada saat yang kurang tepat. Pada final Liga Champions 2004/2005 melawan Liverpool di Istanbul yang legendaris itu, Crespo mencetak 2 gol dalam skor 3-0 di babak pertama. Tapi, The Reds comeback untuk memaksa pertandingan hingga adu penalti.
Saat itu, Crespo di Milan sebagai pinjaman dari Chelsea. Meski hanya diplot sebagai penyerang cadangan, dia justru menjadi pahlawan I Rossoneri. Saat babak tos-tosan Crespo sudah ditarik keluar sehingga Milan menyerah 2-3 dengan tiga eksekutor gagal, termasuk Andriy Shevchenko.
Namun, dari semua klub yang dibela, tidak ada yang dicintai Crespo selain Parma. Dia pernah berjanji untuk kembali ke Stadio Ennio Tardini. Janji itu ditepati. Dia bermain di Parma untuk periode kedua pada 2010-2012.
Lalu, ketika memastikan Parma bertahan di Serie A, Crespo memutuskan pensiun pada akhir musim 2011/2012. Crespo menangis di depan ribuan suporter dan di ruang ganti. Namanya abadi di Stadio Tardini layaknya rekannya, Batistuta, di Fiorentina.
Setelah itu, Crespo tetap di Italia untuk mengambil lisensi pelatih. Dengan sertifikat yang dimiliki, dia bekerja untuk Akademi Parma. Lalu, melatih Modena sebelum kembali ke Argentina menukangi Banfield dan Defensa y Justicia.
Bersama Defensa y Justicia, sejarah membanggakan baru saja ditorehkan Crespo. Untuk pertama kalinya sebagai pelatih Crespo mendapatkan trofi. Tidak tanggung-tanggung, itu adalah gelar regional CONMEBOL.
Crespo berhasil membawa Defensa y Justicia menjuarai Copa Sudamericana 2020 setelah mengalahkan Lanus 3-0 di Estadio Mario Alberto Kempes, Córdoba, 23 Januari 2021. Itu adalah kompetisi yang tertunda sejak musim lalu karena pandemi Covid-19 yang sempat melumpuhkan Amerika Selatan.
Kemenangan yang membanggakan karena itu juga menjadi gelar pertama Defensa y Justicia di sepakbola lokal, regional, maupun internasional. Bahkan, Defensa y Justicia baru bermain di Primera Division Argentina pada 2014/2015 setelah menjuarai Primera Division B 2013/2014.
"Saya akan tinggal di Defensa y Justicia. Saya juga berniat untuk pergi ke tim besar Amerika Selatan atau mencari peluang Eropa. Saya tidak akan bertahan (di Defensa y Justicia) untuk (jika) Real Madrid (yang meminta misalnya)," kata Crespo saat menjawab pertanyaan tentang karier selanjutnya setelah juara Copa Sudamericana, dikutip TyC Sports.
Di era keemasan sebagai pemain, Crespo adalah striker terhebat yang dimiliki Argentina selain Gabriel Batistuta. Pesepakbola yang dulu identik dengan rambut ikal sebahu tersebut menjadi jaminan terciptanya gelar di banyak klub yang diperkuat pada 1993-2012.
BACA FEATURE LAINNYA
10 Pemain Liga Premier Gaji Tertinggi Dihitung Hanya dari Waktu Bermain
10 Pemain Liga Premier Gaji Tertinggi Dihitung Hanya dari Waktu Bermain
Diawali dengan menyingkirkan Fiorentina pada final Coppa Italia, ambisi Crespo berlanjut dengan membantu Parma menjuarai Piala UEFA. Sama seperti Coppa Italia, dia juga ikut mencetak gol di final. Saat itu, Parma mengalahkan Marseille 3-0. Pada musim tersebut ditutup Crespo dengan membawa Parma memenangi Supercoppa Italia setelah memukul AC Milan.
BACA BIOGRAFI LAINNYA
Kisah Unik Colin Kazim-Richards, Pemain Multikultural Milik Derby County
Kisah Unik Colin Kazim-Richards, Pemain Multikultural Milik Derby County
Crespo ke Parma atas permintaan Carlo Ancelotti. Lalu, saat Ancelotti melatih Milan, Crespon diajak bergabung. Crespon berada di Milan pada saat yang kurang tepat. Pada final Liga Champions 2004/2005 melawan Liverpool di Istanbul yang legendaris itu, Crespo mencetak 2 gol dalam skor 3-0 di babak pertama. Tapi, The Reds comeback untuk memaksa pertandingan hingga adu penalti.
Namun, dari semua klub yang dibela, tidak ada yang dicintai Crespo selain Parma. Dia pernah berjanji untuk kembali ke Stadio Ennio Tardini. Janji itu ditepati. Dia bermain di Parma untuk periode kedua pada 2010-2012.
Setelah itu, Crespo tetap di Italia untuk mengambil lisensi pelatih. Dengan sertifikat yang dimiliki, dia bekerja untuk Akademi Parma. Lalu, melatih Modena sebelum kembali ke Argentina menukangi Banfield dan Defensa y Justicia.
Bersama Defensa y Justicia, sejarah membanggakan baru saja ditorehkan Crespo. Untuk pertama kalinya sebagai pelatih Crespo mendapatkan trofi. Tidak tanggung-tanggung, itu adalah gelar regional CONMEBOL.
Crespo berhasil membawa Defensa y Justicia menjuarai Copa Sudamericana 2020 setelah mengalahkan Lanus 3-0 di Estadio Mario Alberto Kempes, Córdoba, 23 Januari 2021. Itu adalah kompetisi yang tertunda sejak musim lalu karena pandemi Covid-19 yang sempat melumpuhkan Amerika Selatan.
Kemenangan yang membanggakan karena itu juga menjadi gelar pertama Defensa y Justicia di sepakbola lokal, regional, maupun internasional. Bahkan, Defensa y Justicia baru bermain di Primera Division Argentina pada 2014/2015 setelah menjuarai Primera Division B 2013/2014.
"Saya akan tinggal di Defensa y Justicia. Saya juga berniat untuk pergi ke tim besar Amerika Selatan atau mencari peluang Eropa. Saya tidak akan bertahan (di Defensa y Justicia) untuk (jika) Real Madrid (yang meminta misalnya)," kata Crespo saat menjawab pertanyaan tentang karier selanjutnya setelah juara Copa Sudamericana, dikutip TyC Sports.