Suporter dikejutkan keterlibatan pemain berkepala plontos itu dalam sindikat kriminal.
Di era Los Galacticos, Real Madrid punya pemain bernama Raul Bravo, yang jadi pelapis Roberto Carlos di kiri belakang. Dia harus terusir, merantau ke berbagai klub, dan pensiun pada 2017. Tapi, 2 tahun berselang, suporter dikejutkan keterlibatan pemain berkepala plontos itu dalam sindikat kriminal.
Raul Bravo Sanfelix lahir di Gandia, Valencia, 14 April 1981. Setelah bermain bagus bersama dua klub lokal di kampung halamannya, Bravo diterima bergabung dengan La Fabrica pada usia 16 tahun.
Karier Bravo di Akademi Madrid terus menanjak. Kemampuan yang bagus sebagai bek sayap maupun bek tengah menjadikan dirinya bagian dari tim Junior A. Dia bermain di kelompok umur itu selama 2 musim sebelum naik kelas ke Madrid C di Tercera Division. Kemudian, Bravo pindah ke Madrid Castilla di Segunda Division B 2001/2002.
Panggilan internasional dari beberapa pemain utama Los Galacticos ketika itu memberi Bravo kesempatan untuk menjalani debut La Liga melawan Athletic Bilbao di Estadio Santiago Bernabeu, 6 Oktober 2001. Dia bermain 70 menit dalam kemenangan 2-0.
Sejak itu, Bravo ditarik ke skuad utama untuk berlatih di bawah arahan Vicente del Bosque. Pelatih legendaris Spanyol tersebut akhirnya memberi kesempatan Bravo untuk bergabung dengan skuad utama Madrid dalam kampanye 2002/2003 dan musim-musim selanjutnya.
Tapi, keberadaan pemain-pemain hebat membuat Bravo harus rela dipinjamkan ke klub lain. Pada transfer window musim dingin 2003, dia memulai masa pinjaman 6 bulan yang gagal di Leeds United.
Setelah hanya bermain 5 pertandingan, Bravo dikembalikan ke Madrid dan harus puas duduk di bangku cadangan lagi hingga pindah ke Olympiakos Piraeus pada musim panas 2007. Dia dikontrak 4 tahun dengan transfer 2,3 juta euro dan bayaran 1,3 juta euro per musim.
Tapi, karier Bravo di Yunani tidak berjalan mulus. Setelah jarang muncul karena cedera, dia sempat kembali sebentar ke Spanyol pada jendela transfer musim dingin 2009, pindah dengan status pinjaman ke CD Numancia. Di sana dia juga tidak memiliki dampak signifikan dalam kampanye klub menghindari degradasi.
Sempat kembali ke Olympiakos, Bravo akhirnya pulang ke negaranya untuk menandatangani kontrak dengan Rayo Vallecano, yang baru promosi ke La Liga, pada 31 Agustus 2011. Dia hanya bermain 6 kali sebelum pindah lagi ke Beerschot (Belgia), Cordoba (Spanyol), serta Veria dan Aris (Yunani).
Ketika orang sudah lupa dengan sepak terjang Bravo, tiba-tiba muncul kabar mengejutkan. Pada 28 Mei 2019, dia ditangkap dengan tuduhan tergabung dalam organisasi kriminal, yang terlibat dalam korupsi dan pencucian uang. Itu termasuk pengaturan skor pertandingan selama musim 2016/2017 dan 2017/2018.
Selain Bravo, orang-orang dalam sindikat itu juga melibatkan sejumlah pemain sepakbola, yang kebetulan beberapa diantaranya lulusan Madrid. Mereka antara lain Borja Fernandez (Real Valladolid), Samu Saiz (Huesca), Inigo Lopez (Huesca), hingga Carlos Aranda (Osasuna, Zaragoza, Albacete, Sevilla, Villarreal, Levante, Granada, Numancia). Tapi, setelah membayar uang jaminan 100.000 euro, Bravo dan Aranda dibebaskan.
Apakah masalah itu selesai? Ternyata tidak. Pada Januari 2020, salah satu media di Serbia, Telegraf, menyatakan bahwa Bravo pernah menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi rekannya di Olympiakos, Darko Kovacevic.
Dalam laporan itu disebut sebagai operasi bersandi "Oikos" yang didalangi Bravo dan dilaksanakan di rumah Kovacevic di Yunani pada 8 Januari 2020. Motifnya, membungkam mulut Kovacevic, yang kabarnya mengetahui aksi pengaturan skor yang dilakukan Bravo.
Dugaan itu muncul karena berdasarkan penyelidikan Polisi Yunani, tembakan yang diarahkan ke Kovacevic bersifat tidak langsung. Maksudnya tidak menargetkan anggota tubuh, melainkan hanya menembak rumah. Itu memberi hipotesis bahwa serangan tersebut tidak dimaksudkan untuk membunuh Kovacevic, melainkan hanya sebagai peringatan.
Kasus itu sekarang masih terus diselidiki. Tapi, Bravo membantah dan menertawakan laporan media Serbia tersebut. Dia menyatakan apa yang dituliskan media sebagai omong kosong.
"Sebuah majalah di Serbia melaporkannya dan saya terkejut bahwa dikatakan saya memerintahkan pembunuhan Kovacevic. Satu-satunya hal yang penting adalah mereka (media) menjual (cerita) untuk keuntungan. Itu cerita gila. Itu tidak masuk akal," ujar Bravo kepada Marca.
"Saya akan mengatakannya bahwa hubungan kami sangat bagus. Itu (laporan media) adalah sesuatu yang bukan kaki atau kepalanya. Ini bukan penemuan yang lengkap. Itu kegilaan. Saya tidak pernah mendapat masalah dan saya tidak tahu mengapa ini terjadi. Saya tahu Darko tertawa saat membaca cerita ini. Dia butuh 2 hari untuk menelepon saya," tambah Bravo.
Lalu, apa tanggapan Kovacevic tentang hal itu? "Saya tidak pernah ragu kamu (Bravo) terlibat dalam masalah ini. Saya kenang kamu dengan baik dan kami tidak mungkin melakukannya," ucap mantan striker Juventus itu, dilansir Viraltab News.
Raul Bravo Sanfelix lahir di Gandia, Valencia, 14 April 1981. Setelah bermain bagus bersama dua klub lokal di kampung halamannya, Bravo diterima bergabung dengan La Fabrica pada usia 16 tahun.
BACA BERITA LAINNYA
Kini Jumlah Total Gelar Copa Barcelona Jauh Melebihi Real Madrid
Kini Jumlah Total Gelar Copa Barcelona Jauh Melebihi Real Madrid
Setelah hanya bermain 5 pertandingan, Bravo dikembalikan ke Madrid dan harus puas duduk di bangku cadangan lagi hingga pindah ke Olympiakos Piraeus pada musim panas 2007. Dia dikontrak 4 tahun dengan transfer 2,3 juta euro dan bayaran 1,3 juta euro per musim.
BACA FEATURE LAINNYA
Kisah Bale Permalukan Marc Bartra untuk Mencetak Gol Sensasional
Kisah Bale Permalukan Marc Bartra untuk Mencetak Gol Sensasional
Sempat kembali ke Olympiakos, Bravo akhirnya pulang ke negaranya untuk menandatangani kontrak dengan Rayo Vallecano, yang baru promosi ke La Liga, pada 31 Agustus 2011. Dia hanya bermain 6 kali sebelum pindah lagi ke Beerschot (Belgia), Cordoba (Spanyol), serta Veria dan Aris (Yunani).
Selain Bravo, orang-orang dalam sindikat itu juga melibatkan sejumlah pemain sepakbola, yang kebetulan beberapa diantaranya lulusan Madrid. Mereka antara lain Borja Fernandez (Real Valladolid), Samu Saiz (Huesca), Inigo Lopez (Huesca), hingga Carlos Aranda (Osasuna, Zaragoza, Albacete, Sevilla, Villarreal, Levante, Granada, Numancia). Tapi, setelah membayar uang jaminan 100.000 euro, Bravo dan Aranda dibebaskan.
Dalam laporan itu disebut sebagai operasi bersandi "Oikos" yang didalangi Bravo dan dilaksanakan di rumah Kovacevic di Yunani pada 8 Januari 2020. Motifnya, membungkam mulut Kovacevic, yang kabarnya mengetahui aksi pengaturan skor yang dilakukan Bravo.
Dugaan itu muncul karena berdasarkan penyelidikan Polisi Yunani, tembakan yang diarahkan ke Kovacevic bersifat tidak langsung. Maksudnya tidak menargetkan anggota tubuh, melainkan hanya menembak rumah. Itu memberi hipotesis bahwa serangan tersebut tidak dimaksudkan untuk membunuh Kovacevic, melainkan hanya sebagai peringatan.
Kasus itu sekarang masih terus diselidiki. Tapi, Bravo membantah dan menertawakan laporan media Serbia tersebut. Dia menyatakan apa yang dituliskan media sebagai omong kosong.
"Sebuah majalah di Serbia melaporkannya dan saya terkejut bahwa dikatakan saya memerintahkan pembunuhan Kovacevic. Satu-satunya hal yang penting adalah mereka (media) menjual (cerita) untuk keuntungan. Itu cerita gila. Itu tidak masuk akal," ujar Bravo kepada Marca.
"Saya akan mengatakannya bahwa hubungan kami sangat bagus. Itu (laporan media) adalah sesuatu yang bukan kaki atau kepalanya. Ini bukan penemuan yang lengkap. Itu kegilaan. Saya tidak pernah mendapat masalah dan saya tidak tahu mengapa ini terjadi. Saya tahu Darko tertawa saat membaca cerita ini. Dia butuh 2 hari untuk menelepon saya," tambah Bravo.
Lalu, apa tanggapan Kovacevic tentang hal itu? "Saya tidak pernah ragu kamu (Bravo) terlibat dalam masalah ini. Saya kenang kamu dengan baik dan kami tidak mungkin melakukannya," ucap mantan striker Juventus itu, dilansir Viraltab News.