Pada era ketika Real Madrid membangun Los Galacticos, muncul istilah "Zidanes y Pavones".
Pada 2000-an di era ketika Real Madrid membangun kekuatan dengan bintang-bintang mahal bertajuk Los Galacticos, muncul istilah "Zidanes y Pavones". Itu berasal dari Zinedine Zidane dan Francisco Pavon. Zidane kini jadi pelatih, sementara Pavon, apa kabarnya?
Francisco Pavon Barahona lahir di Madrid, 9 Januari 1980. Pavon berkembang bersama sistem pembinaan pemain muda Madrid. Dimulai dengan tim junior Tendillo sampai memantapkan dirinya dengan Madrid B.
Dia membuat debut La Liga melawan Athletic Bilbao di Estadio Santiago Bernabéu pada 6 Oktober 2001. Tak lama setelah kemenangan 2-0 itu, Pavon menandatangani kontrak 7 tahun dengan klub. Lalu, dia melanjutkan kariernya di musim perdana dengan membuat 27 penampilan La Liga.
Dalam 2 musim berikutnya, Pavon memainkan 51 pertandingan La Liga. Dia mencetak gol pada 8 Mei 2004 dalam kekalahan 2-3 dari Real Mallorca. Perannya akan berkurang drastis setelahnya karena tidak membuat penampilan liga selama 2006/2007. Kariernya terus menurun seiring proyek Los Galacticos yang dicanangkan Florentino Perez.
Pada 25 April 2007, spekulasi media menyebut Pavon menyetujui kontrak 4 tahun dengan klub Liga Premier, Bolton Wanderers, untuk bergabung kembali dengan mantan rekan setimnya Ivan Campo. Tapi, transfer tidak pernah terjadi.
Justru, Pavon pada akhirnya menandatangani kontrak 4 tahun dengan Real Zaragoza pada transfer window musim panas setelah dibebaskan pergi oleh manajemen Madrid. Tapi, dia hanya memiliki 8 pertandingan liga sepanjang musim karena klub asal Aragon tersebut terdegradasi.
Di Segunda Division 2008/2009, Pavon mencetak gol pertamanya untuk Zaragoza, dalam kemenangan kandang 2-1 atas Real Murcia, yang juga terdegradasi pada musim sebelumnya. Dia berkontribusi jauh lebih konsisten karena tim segera promosi ke La Liga.
Pada menit terakhir jendela transfer musim panas 2010, Pavon memutuskan meninggalkan Zaragoza, yang sudah kembali ke La Liga. Dia segera menandatangani kontrak dengan Arles-Avignon di Ligue 1 untuk bersatu kembali dengan mantan rekan setim di Madrid, Alvaro Mejia.
Dari Prancis, Pavon menjalani trial di West Ham United yang saat itu masih bermain di Championship Division. Tapi, tidak ada hasil. Setelah hampir 2 tahun tanpa klub, Pavon memilih untuk pensiun pada usia 33 tahun.
Faktor utama menurunnya performa Pavon di sepakbola adalah istilah Zidanes y Pavones yang disematkan di era Los Galacticos. Itu adalah atribut yang diberikan untuk membedakan pemain-pemain bintang mahal Madrid seperti Zidane, Luis Figo, Ronaldo, atau David Beckham, dengan pemain didikan akademi seperti Pavon dan Mejia.
Istilah itu sangat legendaris dan dikenang hingga hari ini. Bahkan, untuk mengenang konflik bersejarah di Estadio Bernabeu itu, Movistar+ baru saja merilis "Pavones". Itu sebuah film dokumenter yang berfokus pada para pemain yang tersingkir di era Los Galacticos. Film dokumenter ini tersedia online untuk pengguna platform.
Ignacio Diaz Gomar, yang bertanggung jawab atas produksi Movistar+, mendeskripsikannya sebagai hal unik. "Pada akhirnya ini bukanlah kisah tentang beberapa pemenang atau pecundang. Ini adalah kisah tentang peluang. Dari peluang besar mereka diberikan dengan cara yang sangat baru dalam tim," kata Gomar, dilansir As.
"Kami selalu sadar akan munculnya ide untuk melakukan sesuatu tentang Los Galacticos. Tapi, pada saat itu, ESPN sedang menyiapkan film dokumenter tentang subjek yang sama. Jadi, kami memutuskan untuk melakukannya dengan cara lain, yaitu tentang Pavones, yang sedikit dilupakan pada saat itu," tambah Gomar.
Sebagai pelaku sejarah dan saksi hidup, Pavon juga terlibat dalam proyek itu sebagai dirinya sendiri. Bagi dia, itu kehormatan. Pasalnya, setelah tidak bermain sepakbola, Pavon berkecimpung jauh dari lapangan. Dia memiliki toko fashion di salah satu distrik di Madrid.
"Saya tiba di Madrid pada 1990, pada usia 10 tahun. Untuk anak laki-laki yang telah mendukung klub itu seumur hidupnya, untuk meletakkan nama belakangnya dan menggunakannya sebagai slogan kebijakan, mewakili sebuah era di Madrid, tentu saja saya senang," ujar Pavon tentang judul film dokumenter tersebut.
Pavon lalu bercerita tentang waktu-waktunya di Madrid, sejak bersama Real Madrid Castilla. "Bagi saya, pada saat itu, mereka semua sangat mengesankan. Saya telah menjadi Madridista sepanjang hidup saya. Bagi saya, mereka adalah idola saya. Ada Zidane, (Luis) Figo, Raul (González), Roberto Carlos," kata Pavon.
"Tapi, saya selalu mengatakan, idola saya selalu Fernando Hierro. Karena posisi dia bermain, cara dia bermain, karakter sebagai pemain. Dan ketika saya bertemu dengannya, kekaguman saya berlipat ganda karena ini adalah nyata, di dalam dan di luar lapangan," ucap Pavon
"Saya masih memiliki hubungan yang sangat baik dengan Fernando. Saya cukup beruntung bisa bermain dengan idola saya. Itu akan cocok untuk saya selamanya," tambah Pavon.
Tentang rumor-rumor di ruang ganti yang dulu berhembus dan membuat Los Galacticos bubar, Pavon membenarkannya. Dia menyebut tidak mudah bagi pemain muda untuk menyatu dengan bintang-bintang klub ketika itu. Akibatnya, friksi internal tidak mungkin dihindari.
"Selalu ada hierarki di ruang ganti. Saya tidak tahu yang sekarang. Tapi, sejak dulu selalu hierarki. Itu diatur oleh aturan senioritas, kapten, pemain paling veteran. Para pemain yang berasal dari Castile, saat saya tiba, datang dari bawah. Itu selalu begitu di sepakbola. Bukan hanya di Madrid," lanjut Pavon.
Meski menjalani hidup yang kurang bahagia di bawah rezim Zidanes y Pavones, Pavon mengaku sudah melupakannya. Bahkan, dia mendukung Zidane sepenuhnya untuk memimpin Madrid menjuarai La Liga dan Liga Champions.
"Musim ini telah berubah. Ada saat-saat buruk ketika tim tidak bisa mendapatkan hasil. Ada juga korban dari pemain yang sangat penting yang akan mengubah citra tim, seperti halnya Eden Hazard, Sergio Ramos, yang telah melewatkan banyak pertandingan," ucap Pavon.
"Hari ini pemain dengan level yang sangat tinggi, yang memegang tim, dan dengan tiga gelandang, bagi saya Karim Benzema adalah basisnya. Dia memberikan level yang sangat tinggi. Saya juga memberi kredit itu untuk pelatih. Dialah yang telah mencapai keseimbangan itu dan mencapai April dengan kemenangan di La Liga dan Liga Champions," pungkas Pavon.
Francisco Pavon Barahona lahir di Madrid, 9 Januari 1980. Pavon berkembang bersama sistem pembinaan pemain muda Madrid. Dimulai dengan tim junior Tendillo sampai memantapkan dirinya dengan Madrid B.
BACA BERITA LAINNYA
Jose Mourinho Dipecat
Jose Mourinho Dipecat
Di Segunda Division 2008/2009, Pavon mencetak gol pertamanya untuk Zaragoza, dalam kemenangan kandang 2-1 atas Real Murcia, yang juga terdegradasi pada musim sebelumnya. Dia berkontribusi jauh lebih konsisten karena tim segera promosi ke La Liga.
BACA BERITA LAINNYA
Semua Data Fakta yang perlu Anda Ketahui tentang Liga Super
Semua Data Fakta yang perlu Anda Ketahui tentang Liga Super
Dari Prancis, Pavon menjalani trial di West Ham United yang saat itu masih bermain di Championship Division. Tapi, tidak ada hasil. Setelah hampir 2 tahun tanpa klub, Pavon memilih untuk pensiun pada usia 33 tahun.
Istilah itu sangat legendaris dan dikenang hingga hari ini. Bahkan, untuk mengenang konflik bersejarah di Estadio Bernabeu itu, Movistar+ baru saja merilis "Pavones". Itu sebuah film dokumenter yang berfokus pada para pemain yang tersingkir di era Los Galacticos. Film dokumenter ini tersedia online untuk pengguna platform.
"Kami selalu sadar akan munculnya ide untuk melakukan sesuatu tentang Los Galacticos. Tapi, pada saat itu, ESPN sedang menyiapkan film dokumenter tentang subjek yang sama. Jadi, kami memutuskan untuk melakukannya dengan cara lain, yaitu tentang Pavones, yang sedikit dilupakan pada saat itu," tambah Gomar.
Sebagai pelaku sejarah dan saksi hidup, Pavon juga terlibat dalam proyek itu sebagai dirinya sendiri. Bagi dia, itu kehormatan. Pasalnya, setelah tidak bermain sepakbola, Pavon berkecimpung jauh dari lapangan. Dia memiliki toko fashion di salah satu distrik di Madrid.
"Saya tiba di Madrid pada 1990, pada usia 10 tahun. Untuk anak laki-laki yang telah mendukung klub itu seumur hidupnya, untuk meletakkan nama belakangnya dan menggunakannya sebagai slogan kebijakan, mewakili sebuah era di Madrid, tentu saja saya senang," ujar Pavon tentang judul film dokumenter tersebut.
Pavon lalu bercerita tentang waktu-waktunya di Madrid, sejak bersama Real Madrid Castilla. "Bagi saya, pada saat itu, mereka semua sangat mengesankan. Saya telah menjadi Madridista sepanjang hidup saya. Bagi saya, mereka adalah idola saya. Ada Zidane, (Luis) Figo, Raul (González), Roberto Carlos," kata Pavon.
"Tapi, saya selalu mengatakan, idola saya selalu Fernando Hierro. Karena posisi dia bermain, cara dia bermain, karakter sebagai pemain. Dan ketika saya bertemu dengannya, kekaguman saya berlipat ganda karena ini adalah nyata, di dalam dan di luar lapangan," ucap Pavon
"Saya masih memiliki hubungan yang sangat baik dengan Fernando. Saya cukup beruntung bisa bermain dengan idola saya. Itu akan cocok untuk saya selamanya," tambah Pavon.
Tentang rumor-rumor di ruang ganti yang dulu berhembus dan membuat Los Galacticos bubar, Pavon membenarkannya. Dia menyebut tidak mudah bagi pemain muda untuk menyatu dengan bintang-bintang klub ketika itu. Akibatnya, friksi internal tidak mungkin dihindari.
"Selalu ada hierarki di ruang ganti. Saya tidak tahu yang sekarang. Tapi, sejak dulu selalu hierarki. Itu diatur oleh aturan senioritas, kapten, pemain paling veteran. Para pemain yang berasal dari Castile, saat saya tiba, datang dari bawah. Itu selalu begitu di sepakbola. Bukan hanya di Madrid," lanjut Pavon.
Meski menjalani hidup yang kurang bahagia di bawah rezim Zidanes y Pavones, Pavon mengaku sudah melupakannya. Bahkan, dia mendukung Zidane sepenuhnya untuk memimpin Madrid menjuarai La Liga dan Liga Champions.
"Musim ini telah berubah. Ada saat-saat buruk ketika tim tidak bisa mendapatkan hasil. Ada juga korban dari pemain yang sangat penting yang akan mengubah citra tim, seperti halnya Eden Hazard, Sergio Ramos, yang telah melewatkan banyak pertandingan," ucap Pavon.
"Hari ini pemain dengan level yang sangat tinggi, yang memegang tim, dan dengan tiga gelandang, bagi saya Karim Benzema adalah basisnya. Dia memberikan level yang sangat tinggi. Saya juga memberi kredit itu untuk pelatih. Dialah yang telah mencapai keseimbangan itu dan mencapai April dengan kemenangan di La Liga dan Liga Champions," pungkas Pavon.