Jawaban dari Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund tegas dan jelas.
Ketika klub-klub besar di Inggris, Italia, dan Spanyol dikecam karena keterlibatan di Liga Super Eropa, dua raksasa Bundesliga justru dipuji. Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund memutuskan tetap bersama keluarga besar UEFA. Mengapa?

Bersama Paris Saint-Germain (PSG), Bayern dan Dormund menjadi sedikit klub kaya Benua Biru yang menyatakan tidak bersedia bergabung dengan 12 tim lainnya. Pernyataan yang dipublikasikan di situs resmi Dortmund pada awal pekan ini menyebutkan BVB masih menginginkan reformasi Liga Champions melalui European Clubs Association (ECA).

"Itu adalah pendapat yang jelas dari anggota Dewan ECA bahwa mereka menolak rencana untuk menciptakan Liga Super. Kedua klub Jerman mewakili Dewan ECA (Bayern dan  Dortmund) 100% setuju dalam semua diskusi (perbaikan Liga Champions)," kata CEO Dortmund, Hans-Joachim Watzke, dikutip Deutsche Welle.

Kemudian, pada hari yang sama, Presiden Bayern, Karl-Heinz Rummenigge, merilis pernyataan yang mengkonfirmasi penolakan terhadap proposal Liga Super Eropa. "Bayern tidak terlibat dalam rencana Liga Super. Kami yakin bahwa format sepakbola saat ini menjamin dasar yang dapat diandalkan," ujar Rummenigge.

"Bayern menyambut baik reformasi Liga Champions dan kami yakin ini adalah langkah yang tepat untuk perkembangan sepakbola Eropa. Penyisihan grup yang dimodifikasi akan membawa lebih banyak kegembiraan dan emosi ke kompetisi," tambah Rummenigge.

"Saya tidak yakin Liga Super akan menyelesaikan masalah keuangan klub-klub Eropa akibat krisis Virus Corona. Apalagi, semua klub di Eropa harus bertindak solidaritas untuk memastikan bahwa struktur biaya, terutama gaji pemain dan biaya agen, disesuaikan dengan pendapatan pertandingan, untuk membentuk sepakbola Eropa yang lebih rasional," ungkap legenda Der Panzer itu.

Pernyataan tersebut cukup untuk memperjelas posisi kedua klub di liga yang memisahkan diri. Tapi, ada beberapa faktor lain tentang kedua klub dan sepakbola Jerman secara lebih luas, yang menawarkan petunjuk mengapa Bayern dan Dortmund tidak ambil bagian di Liga Super Eropa.

Jadi, mengapa klub-klub Jerman menolak ide Liga Super Eropa? Berikut ini 3 jawabannya:


1. Kekuatan suporter yang dominan

Ini yang besar. Sebagian besar klub profesional Jerman, termasuk Bayern dan Dortmund, diatur oleh prinsip 50+1. Pada dasarnya regulasi itu mengabadikan kepemilikan mayoritas anggota. Ini dirancang untuk mencegah investor swasta mengambil kendali langsung atas klub seperti yang terlihat di Inggris atau Italia.

Mengingat penolakan vokal terhadap pembicaraan sebelumnya tentang Liga Super Eropa dan proposal reformasi Liga Champions baru-baru ini, mendapatkan langkah seperti itu melewati keanggotaan klub kemungkinan akan menjadi perjuangan yang berat.

Waktu pengumuman Liga Super Eropa, dengan fans tidak diperbolehkan di stadion di banyak negara, membuat protes lebih keras. Tapi fans klub Jerman sudah sering menemukan caranya.

Para penggemar di Jerman telah berjuang keras dalam beberapa tahun terakhir untuk melindungi saham mereka di klub. Ada beberapa keberhasilan, dengan komitmen terhadap aturan 50 + 1 hingga 2018 dan kampanye sukses untuk membatalkan sepakbola Senin malam.

Pendukung Bayern dan Dortmund yang terorganisasi dengan baik telah menjadi salah satu kritikus paling vokal terhadap rencana Liga Super Eropa, dan memang reformasi Liga Champions UEFA saat ini. Tapi, seberapa jauh pengaruh mereka benar-benar meluas?


2. Klub Jerman dikendalikan mantan pemain sepakbola, bukan pengusaha

Tidak seperti kebanyakan dari 12 klub Liga Super Eropa, Bayern dan Dortmund dijalankan oleh mantan pemain sepakbola yang bertindak sebagai CEO atau Presiden klub. Tentu saja, isi kepala mereka berbeda dengan para pengusaha yang orientasinya bisnis 100%.

Baru-baru ini pada Januari 2021,  Rummenigge mengatakan tentang rencana yang diperdebatkan untuk Liga Super Eropa. "Jika sistem berubah, itu bisa membuat lebih sulit bagi banyak orang untuk mengidentifikasi dengan sepakbola. Ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada liga nasional. Itulah mengapa saya memiliki reservasi. Jika saya harus memutuskan hari ini untuk Bayern, saya akan menolak," kata Rummenigge.

Tapi, ada catatan kehati-hatian di sini. Pertama, majalah berita Der Spiegel mengklaim pada 2018 bahwa Bayern telah menginstruksikan sebuah firma hukum untuk menyelidiki konsekuensi hukum meninggalkan Bundesliga sejak 2016. Jadi, Bayern tidak akan terkejut dengan rencana baru tersebut.

Rekan Rummenigge di Dortmund, Watzke, sedikit kurang jelas. Sementara Watzke mengatakan kepada majalah Kicker pada Januari 2021 bahwa dia "tidak menginginkan Liga Super". Tapi, dia juga mengisyaratkan bahwa UEFA perlu membuat model Liga Champions yang memberikan kompensasi yang lebih baik kepada klub.

"Apa yang harus kami lakukan adalah memastikan bahwa di dalamnya kepentingan kami dan sentimen Jerman diperhitungkan sebanyak mungkin," kata Watzke kepada kantor berita Spanyol, EFE, pada 2019.


3. Ancaman sanksi berat dari DFB dan DFL

Salah satu batu sandungan utama yang dimiliki klub-klub Jerman dengan rekan-rekan mereka di Inggris, Italia, atau Spanyol adalah penentangan liga domestik. Bahkan, sebelum pengumuman resmi Liga Super Eropa dibuat, Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB) dan Liga Sepakbola Jerman (DFL) memperingatkan bahwa setiap tim yang terlibat bisa dikeluarkan dari Bundesliga.

"DFL tidak setuju dengan konsep Liga Super Eropa. Kepentingan ekonomi klub-klub besar di Inggris, Spanyol, dan Italia tidak bisa menghancurkan struktur yang ada di seluruh sepakbola Eropa," kata CEO DFL, Christian Seifert.

"Secara khusus, akan menjadi tidak bertanggung jawab untuk merusak liga nasional sepakbola profesional Eropa dengan cara ini. Karena itu, saya mendukung keputusan bersama UEFA dan liga nasional di Inggris, Spanyol, dan Italia, yang menolak Liga Super Eropa," lanjuat Seifert.