Mario Kempes sampai turun 7-8 kg saat kembali ke Argentina.
Tim nasional Argentina punya cerita perjuangan heroik menaklukkan ketinggian La Paz di Bolivia. Mereka sampai rela dijuluki El Equipo Fantasma alias Tim Hantu untuk membawa La Albiceleste lolos ke putaran final Piala Dunia 1974.

Sepenggal sejarah itu terjadi saat Argentina menjalani babak Kualifikasi Piala Dunia 1974 Zona CONMEBOL Grup 2. Mereka bersaing dengan Paraguay setelah meraih kemenangan atas Bolivia di laga pembuka. Setelah itu, Argentina dan Paraguay bermain imbang 1-1 pada laga kedua di Asuncion.

Secara statistik, Argentina lebih baik ketimbang Paraguay. Tapi, posisi Argentina untuk lolos ke putaran final belum sepenuhnya aman apabila tim Tango menuai kekalahan pada pertandingan ketiga. Apalagi, Argentina dijadwalkan menghadapi Bolivia di La Paz, sebuah tempat dengan ketinggian mencapai 3.600 di atas permukaan laut.

Fakta ini jelas menjadi tantangan tim Tango. Mereka tak ingin menuai kekalahan di Estadio Hernando Siles, stadion yang membuat Lionel Messi mengalami muntah-muntah saat turun minum. Hingga, Angel di Maria membutuhkan tabung oksigen pada 2013.

Kekalahan di laga itu sempat mengancam hak Argentina sebagai tuan rumah Piala Dunia 1978. Hak prerogatif mereka bisa dicabut apabila tak bermain di Piala Dunia 1974. Karena itu, Asosiasi Sepakbola Argentina (AFA) membuat skenario.

Mereka mengutus dua tim untuk menjalani misi sulit. Tim pertama (utama) menjalani latihan di Spanyol di bawah kendali Enrique Omar Sivori. Sedangkan Miguel Ignomiriello ditunjuk AFA memimpin tim kedua untuk terbang menuju Kota Tilcara, Propinsi Jujuy, Bolivia. Mereka wajib beradaptasi dengan alam Bolivia sebelum bertanding pada 23 September 1973.

“Argentina juga ingin menjadi tuan rumah Piala Dunia 1978, tapi mereka bersaing dengan Brasil. Penyerang legendaris (yang diakui Alfredo di Stefano sebagai pemain terhebat sepanjang masa) Adolfo Pedernera, dengan semua pengalamannya, gagal lolos ke Piala Dunia 1970. Karena itu, jika kami ingin menyelenggarakan Piala Dunia, kami dipaksa lolos ke Jerman. Kemudian, penting untuk mempersiapkan tim yang bisa menang di ketinggian La Paz,” kenang Ignomiriello.

Jika pelatihan tim pertama Argentina berjalan lancar di Spanyol, tidak tim kedua yang berlatih keras di Tilcara. Pemain pilihan Ignomiriello mayoritas pemain muda saat itu, seperti Ruben Glaria, Marcelo Trobbiani, Ruben Galvan, Aldo Poy, Oscar Fornari, Ricardo Bochini, dan Mario Kempes yang berusia 19 tahun saat itu. Skuad terpencil ini kemudian dikenal sebagai 'El Equipo Fantasma' (Tim Hantu).

Pemberian nama itu tak lepas dari minimnya pemberitaan tentang tim kedua di Bolivia. Masyarakat Argentina tak mengetahui seperti apa pola latihan di sana, meski sebagian besar pemain tim kedua melontarkan kesulitan selama proses latihan.

Kempes sampai membeberkan rintangan yang dia alami selama karantina di Tilcara lewat biografi miliknya berjudul Matador. “AFA sepertinya melupakan kami, menempatkan kami di hotel yang kumuh, tanpa persediaan makanan layak,” kenang Kempes.

“Kami tak punya uang. Fakta itu membuat kami harus menjalani 6-7 ujicoba, meski kami dijadwalkan menjalani dua pertandingan persahabatan di sana. Semua terpaksa kami lakukan untuk mendapatkan bayaran agar kami dapat membeli makanan di supermarket,” imbuh Kempes. “Waktu kami pulang ke Argentina, berat badan ku sampai turun 7-8 kilogram.”

Menurut Kempes, banyak pemain tim kedua tak betah tinggal terlalu lama di Tilcara. Mereka menyatakan niat untuk kembali ke kampung halaman, termasuk Kempes yang tak kuasa menaklukkan ketinggian negeri Bolivia.

Di La Paz, jurnalis Miguel Tapia, direktur Hoy Deportivo, mendapat ide cemerlang. Bekerja sama dengan fotografer Lucio Flores, mereka mengambil gambar tim Argentina dalam balutan seperti hantu. Foto itu berjalan dengan baik. Flores, seorang pria kreatif, bersikeras bahwa para pemain Argentina berpose dengan beberapa topi putih dan tampil di bagian olahraga sebagai Seleccion fantasma.

Di Argentina, gambar tersebut digunakan oleh kolom mingguan dan episode tersebut menyebabkan kegemparan dalam jurnalisme dan opini publik. Namun, setelah sebulan lebih menderita di Bolivia, tim pertama dari Spanyol turut bergabung. Mereka kemudian mengatur siasat sebelum menghadapi pemain Bolivia yang punya keunggulan bermain di dataran tinggi.

Sivori kemudian memutuskan menurunkan tujuh pemain gemblengan alam Bolivia sebagai starter, seperti Ruben Glaria, Marcelo Trobbiani, Ruben Galvan, Aldo Poy, Oscar Fornari, Ricardo Bochini, dan Mario Kempes. Mereka bergabung dengan tim pertama seperti Daniel Carnevali, Ruben Ayala, dan Roberto Telch.

Hasilnya, di depan 30.000 publik La Paz, Argentina bermain penuh semangat dengan daya juang tinggi. Mereka pun pulang membawa kemenangan 1-0 berkat gol Oscar Fornari pada menit ke-18, sekaligus lolos ke Piala Dunia 1974.