Seperti klub besar lainnya, pelatih Madrid adalah pekerjaan paling berisiko di dunia.
Carlo Ancelotti akan kembali ke Real Madrid setelah pengunduran diri Zinedine Zidane pada akhir musim 2020/2021. Nakhoda legendaris asal Italia itu bukan sosok asing di Estadio Santiago Bernabeu, meski bukan juga yang terbaik.
Seperti klub besar lainnya, pelatih Madrid adalah pekerjaan paling berisiko di dunia. Pujian dan bonus besar akan dikucurkan jika target yang dibebankan manajemen mampu diwujudkan.
Sebaliknya, kekalahan akan membuat pelatih Madrid mendapatkan surat pemutusan hubungan kerja. Meski tidak seekstrim Roman Abramovich di Chelsea, Madrid termasuk klub yang secara reguler melakukan pergantian pelatih. Syarat utamanya tidak ada trofi di akhir musim.
Sepanjang sejarah, sudah terdapat banyak pelatih yang duduk di bench Estadio Santiago Bernabeu. Ada yang hanya numpang lewat karena dinilai gagal total. Tapi, sejumlah nama lainnya sanggup bertahan lama karena mempersembahkan beberapa piala bergengsi.
Berikut ini peringkat 10 pelatih terbaik Los Blancos dalam jumlah trofi juara yang dikumpulkan:
10. Francisco Bru (1934-1941)
Statistik: Main 118, Menang 71, Imbang 13, Kalah 34, Gol 290-152
Penghargaan: Copa del Espana (2)
Pahlawan Barcelona sebagai pemain, Francisco Bru adalah nama bersejarah di sepakbola Spanyol. Pertama, sebagai pemain. Kemudian, jurnalis, wasit, pelatih tim nasional pertama, dan akhirnya pelatih Madrid. Dia memenangkan dua gelar Copa del Espana (Copa del Rey).
9. Fabio Capello (1996-1997, 2006-2007)
Statistik: Main 98, Menang 59, Imbang 24, Kalah 15, Gol 187-96
Penghargaan: La Liga (2)
Fabio Capello memiliki dua tugas terpisah di Madrid, dengan tidak berlangsung lebih dari satu musim. Tapi, dia memenangkan gelar La Liga pada kedua kesempatan itu. Gaya defensif dan pragmatisnya tidak memenangkan banyak penggemar. Tapi, dia membawa pemain seperti Roberto Carlos.
8. Jose Mourinho (2010-2013)
Statistik: Main 178, Menang 128, Imbang 28, Kalah 22, Gol 475-168
Prestasi: La Liga, Copa del Rey, Supercopa de Espana
Jose Mourinho akan selalu merasa sulit karena timnya menghadapi klub yang sedang memiliki generasi emas. Sebuah persaingan sengit dibangun dengan Barcelona, yang membuat musim kemenangan La Liga dengan 100 poin pada 2011/2012. Bahkan, lebih manis saat tim memenangkan 32 dari 38 pertandingan yang dimainkan.
Persentase kemenangan Mourinho di Madrid sebesar 72%. Itu adalah yang terbaik dalam sejarah klub. Sukses di Eropa menghindarinya. Sementara kekalahan di final Copa del Rey dari Atletico Madrid di kandang sendiri berarti kepergian yang memalukan.
7. Carlo Ancelotti (2013-2015)
Statistik: Main 119, Menang 89, Imbang 14, Kalah 16, Gol 323-103
Prestasi: Copa del Rey, Liga Champions, Piala Super Eropa, Piala Dunia Antarklub
Pelatih baru Madrid ini akan selalu diingat oleh penggemar Los Blancos karena menjadi orang yang merebut La Decima, yaitu kemenangan Liga Champions ke-10 setelah penantian selama 12 tahun.
Meski gagal menjuarai La Liga, Ancelotti membangun trisula BBC (Benzema, Bale, Cristiano) yang akan memberikan fondasi bagi kesuksesan Zidane di kemudian hari. Ancelotti memiliki persentase kemenangan tertinggi dalam karier kepelatihannya (74,79%).
6. Jose Villalonga (1954-1957)
Statistik: Main 105, Menang 66, Imbang 14, Kalah 25, Gol 269-141
Prestasi: La Liga (2), Copa Latina (2), Liga Champions (2)
Jose Villalonga adalah pelatih yang memimpin tim menuju kesuksesan Eropa pertama dalam sejarah. Dia tetap menjadi pelatih termuda yang memenangkan Liga Champions hingga hari ini dalm usia 36 tahun. Dia juga mengawasi Treble pertama klub, memenangkan La Liga, Copa Latina, dan Liga Champions.
Warisannya hanya sedikit memburuk ketika dia pergi dan bergabung dengan Atletico Madrid. Saat itu dia mengalahkan Madrid asuhan Miguel Munoz di final Copa del Generalisimo berturut-turut pada 1959/1960 dan 1960/1961.
5. Luis Molowny (1974, 1977-1979, 1982, 1985-1986)
Statistik: Main 180, Menang 107, Imbang 34, Kalah 39, Gol 393-194
Penghargaan: La Liga (3), Copa del Rey (2), Copa de la Liga (1), Piala UEFA (2)
Seorang Spanyol keturunan Irlandia, Luis Molowny memiliki tugas menggantikan Miguel Munoz. Tapi, itu hanya berlangsung 16 pertandingan, meski memenangkan Copa del Generalísimo. Setelah bermain untuk klub dan terkesan sebagai pelatih Las Palmas, Madrid ingin mempertahankannya sebagai direktur klub.
Bekerja di Madrid membuat Molowny secara teratur masuk dan mengambil alih kepelatihan beberapa kali ketika pelatih utama dipecat. Tapi, itu tidak pernah bertahan lebih dari dua tahun dalam peran tersebut.
Dalam periode yang singkat berulang-ulang, Molowny tetap mampu menjadi pelatih yang bagus. Dia masih sanggup memenangkan tiga gelar Liga, tiga Copa, dan yang paling mengesankan adalah dua Piala UEFA dalam beberapa tahun sebelum digantikan Leo Beenhakker.
4. Leo Beenhakker (1986-1989, 1992)
Statistik: Main 197, Menang 121, Imbang 47, Kalah 29, Gol 404-185
Penghargaan: La Liga (3), Copa del Rey (1), Supercopa de Espana (2)
Leo Beenhakker memenangkan tiga gelar La Liga berturut-turut, dua Supercopa de Espana, dan satu Copa del Rey hanya dalam tiga tahun. Meski dominasi domestik hanya disaingi oleh Miguel Munoz, klub menginginkan kesuksesan Eropa sehingga harus berpisah dengan pelatih asal Belanda itu.
3. Vicente del Bosque (1999-2003)
Statistik: Main 233, Menang 127, Imbang 56, Kalah 50, Gol 461-267
Penghargaan: La Liga (2), Supercopa de Espana (1), Liga Champions (2), Piala Super Eropa (1), Piala Interkontinental (1)
Vicente del Bosque sudah berada di klub dari usia 17 tahun. Dia bermain lebih dari 400 pertandingan untuk mereka. Lalu, dia akan melatih Real Madrid Castilla dan kemudian tim utama sebagai pelatih sementara dua kali sebelum mendapatkan pertunjukan penuh waktu pada 1999.
Dalam empat tahun bertugas, dia memenangkan gelar utama di setiap musim, termasuk dua Liga Champions. Dia membangun tim yang sangat berbakat di sekitar campuran bakat lokal, menampilkan Raul Gonzalez dan Iker Casillas, serta pemain bintang yang mempesona seperti Zinedine Zidane.
Kepergiannya pada 2003 atau hanya beberapa hari setelah memenangkan gelar La Liga keduanya, memicu kontroversi, dengan beberapa pemain, termasuk kapten Fernando Hierro, mengungkapkan kemarahan mereka kepada presiden klub, Florentino Perez.
2. Zinedine Zidane (2016-2018, 2019-2021)
Statistik: Main 263, Menang 173, Imbang 54, Kalah 36, Gol 600-264
Penghargaan: La Liga (2), Supercopa de Espana (2), Liga Champions (3), Piala Super Eropa (2), Piala Dunia Antarklub (2)
Zinedine Zidane adalah satu-satunya pelatih Madrid yang memenangkan tiga gelar Liga Champions berturut-turut. Dia seorang pemenang di dalam dan luar lapangan. Statistik menunjukkan Zizou mengangkat trofi rata-rata setiap 23 pertandingan, setelah memenangkan dua pertiga dari pertandingan yang dipimpinnya.
Ketika Zidane meninggalkan Estadio Santiago Bernabeu pada 2018, itu mengejutkan. Ketidakhadirannya sangat terasa sehingga dia kembali hanya 10 bulan kemudian. Di periode kedua tidak sesukses periode pertama, meski sempat mendapatkan trofi La Liga 2019/2020.
"La Liga lebih sulit daripada Liga Champions. Saya selalu mengatakannya," kata Zidane setelah mengakhiri musim 2020/2021 tanpa satupun gelar juara domestik maupun internasional.
1. Miguel Munoz (1960-1974)
Statistik: Main 595, Menang 352, Imbang 126, Kalah 117 Gol 1.194-553
Prestasi: La Liga (9), Copa del Rey (2), Liga Champions (2) Piala Interkontinental (1)
Ketika Zidane meninggalkan Madrid musim panas ini, dia mengatakan "hari ini kehidupan seorang pelatih di ruang ganti di sebuah klub besar adalah dua musim". Dia harus mencoba mengatakan itu kepada Miguel Munoz, yang bertahan selama 14 tahun di Estadio Santiago Bernabeu.
Menghabiskan 26 tahun berturut-turut di Madrid sebagai pemain dan pelatih, dia memenangkan La Liga lima kali berturut-turut pada 1960/1961-1964/1965. Saat itu, klub tersebut sepenuhnya mendominasi sepakbola Spanyol. Dengan sembilan gelar La Liga dan dua Copa del Rey, lemari pialanya adalah salah satu yang tidak bisa dikalahkan.
Setelah memenangkan Liga Champions tiga kali sebagai pemain, dia menjadi orang pertama yang memenangkan kompetisi sebagai pemain dan pelatih. Dia membantu Madrid memenangkan piala itu pada 1959/1960. Itu hanya dua tahun setelah terakhir kali dia memenangkannya sebagai pemain. Dia menjuarai lagi sebagai pelatih pada 1964/1965.
"Dia adalah pelatih yang sangat pendiam. Tapi, dia tahu apa yang dia lakukan. Dia sangat cerdas," kata mantan pemain Madrid era Munoz, Amancio Amaro.
Formasinya 3-3-4 akan merevolusi permainan, memanfaatkan bakat Paco Gento, Alfredo di Stefano, dan Ferenc Puskas. Secara total, dia akan memimpin klub untuk memenangkan 14 gelar. Reputasinya sangat besar sehingga trofi pelatih terbaik La Liga hingga hari ini mendapatkan Trofeo Miguel Munoz.
Seperti klub besar lainnya, pelatih Madrid adalah pekerjaan paling berisiko di dunia. Pujian dan bonus besar akan dikucurkan jika target yang dibebankan manajemen mampu diwujudkan.
BACA FEATURE LAINNYA
5 Pesepakbola yang Tidak Menggunakan Nama Aslinya
5 Pesepakbola yang Tidak Menggunakan Nama Aslinya
10. Francisco Bru (1934-1941)
Statistik: Main 118, Menang 71, Imbang 13, Kalah 34, Gol 290-152
BACA FEATURE LAINNYA
5 Fakta Nurhidayat, Pemain yang Dipulangkan Shin Tae-yong karena Indisipliner
5 Fakta Nurhidayat, Pemain yang Dipulangkan Shin Tae-yong karena Indisipliner
Pahlawan Barcelona sebagai pemain, Francisco Bru adalah nama bersejarah di sepakbola Spanyol. Pertama, sebagai pemain. Kemudian, jurnalis, wasit, pelatih tim nasional pertama, dan akhirnya pelatih Madrid. Dia memenangkan dua gelar Copa del Espana (Copa del Rey).
9. Fabio Capello (1996-1997, 2006-2007)
Statistik: Main 98, Menang 59, Imbang 24, Kalah 15, Gol 187-96
Fabio Capello memiliki dua tugas terpisah di Madrid, dengan tidak berlangsung lebih dari satu musim. Tapi, dia memenangkan gelar La Liga pada kedua kesempatan itu. Gaya defensif dan pragmatisnya tidak memenangkan banyak penggemar. Tapi, dia membawa pemain seperti Roberto Carlos.
8. Jose Mourinho (2010-2013)
Statistik: Main 178, Menang 128, Imbang 28, Kalah 22, Gol 475-168
Prestasi: La Liga, Copa del Rey, Supercopa de Espana
Jose Mourinho akan selalu merasa sulit karena timnya menghadapi klub yang sedang memiliki generasi emas. Sebuah persaingan sengit dibangun dengan Barcelona, yang membuat musim kemenangan La Liga dengan 100 poin pada 2011/2012. Bahkan, lebih manis saat tim memenangkan 32 dari 38 pertandingan yang dimainkan.
Persentase kemenangan Mourinho di Madrid sebesar 72%. Itu adalah yang terbaik dalam sejarah klub. Sukses di Eropa menghindarinya. Sementara kekalahan di final Copa del Rey dari Atletico Madrid di kandang sendiri berarti kepergian yang memalukan.
7. Carlo Ancelotti (2013-2015)
Statistik: Main 119, Menang 89, Imbang 14, Kalah 16, Gol 323-103
Prestasi: Copa del Rey, Liga Champions, Piala Super Eropa, Piala Dunia Antarklub
Pelatih baru Madrid ini akan selalu diingat oleh penggemar Los Blancos karena menjadi orang yang merebut La Decima, yaitu kemenangan Liga Champions ke-10 setelah penantian selama 12 tahun.
Meski gagal menjuarai La Liga, Ancelotti membangun trisula BBC (Benzema, Bale, Cristiano) yang akan memberikan fondasi bagi kesuksesan Zidane di kemudian hari. Ancelotti memiliki persentase kemenangan tertinggi dalam karier kepelatihannya (74,79%).
6. Jose Villalonga (1954-1957)
Statistik: Main 105, Menang 66, Imbang 14, Kalah 25, Gol 269-141
Prestasi: La Liga (2), Copa Latina (2), Liga Champions (2)
Jose Villalonga adalah pelatih yang memimpin tim menuju kesuksesan Eropa pertama dalam sejarah. Dia tetap menjadi pelatih termuda yang memenangkan Liga Champions hingga hari ini dalm usia 36 tahun. Dia juga mengawasi Treble pertama klub, memenangkan La Liga, Copa Latina, dan Liga Champions.
Warisannya hanya sedikit memburuk ketika dia pergi dan bergabung dengan Atletico Madrid. Saat itu dia mengalahkan Madrid asuhan Miguel Munoz di final Copa del Generalisimo berturut-turut pada 1959/1960 dan 1960/1961.
5. Luis Molowny (1974, 1977-1979, 1982, 1985-1986)
Statistik: Main 180, Menang 107, Imbang 34, Kalah 39, Gol 393-194
Penghargaan: La Liga (3), Copa del Rey (2), Copa de la Liga (1), Piala UEFA (2)
Seorang Spanyol keturunan Irlandia, Luis Molowny memiliki tugas menggantikan Miguel Munoz. Tapi, itu hanya berlangsung 16 pertandingan, meski memenangkan Copa del Generalísimo. Setelah bermain untuk klub dan terkesan sebagai pelatih Las Palmas, Madrid ingin mempertahankannya sebagai direktur klub.
Bekerja di Madrid membuat Molowny secara teratur masuk dan mengambil alih kepelatihan beberapa kali ketika pelatih utama dipecat. Tapi, itu tidak pernah bertahan lebih dari dua tahun dalam peran tersebut.
Dalam periode yang singkat berulang-ulang, Molowny tetap mampu menjadi pelatih yang bagus. Dia masih sanggup memenangkan tiga gelar Liga, tiga Copa, dan yang paling mengesankan adalah dua Piala UEFA dalam beberapa tahun sebelum digantikan Leo Beenhakker.
4. Leo Beenhakker (1986-1989, 1992)
Statistik: Main 197, Menang 121, Imbang 47, Kalah 29, Gol 404-185
Penghargaan: La Liga (3), Copa del Rey (1), Supercopa de Espana (2)
Leo Beenhakker memenangkan tiga gelar La Liga berturut-turut, dua Supercopa de Espana, dan satu Copa del Rey hanya dalam tiga tahun. Meski dominasi domestik hanya disaingi oleh Miguel Munoz, klub menginginkan kesuksesan Eropa sehingga harus berpisah dengan pelatih asal Belanda itu.
3. Vicente del Bosque (1999-2003)
Statistik: Main 233, Menang 127, Imbang 56, Kalah 50, Gol 461-267
Penghargaan: La Liga (2), Supercopa de Espana (1), Liga Champions (2), Piala Super Eropa (1), Piala Interkontinental (1)
Vicente del Bosque sudah berada di klub dari usia 17 tahun. Dia bermain lebih dari 400 pertandingan untuk mereka. Lalu, dia akan melatih Real Madrid Castilla dan kemudian tim utama sebagai pelatih sementara dua kali sebelum mendapatkan pertunjukan penuh waktu pada 1999.
Dalam empat tahun bertugas, dia memenangkan gelar utama di setiap musim, termasuk dua Liga Champions. Dia membangun tim yang sangat berbakat di sekitar campuran bakat lokal, menampilkan Raul Gonzalez dan Iker Casillas, serta pemain bintang yang mempesona seperti Zinedine Zidane.
Kepergiannya pada 2003 atau hanya beberapa hari setelah memenangkan gelar La Liga keduanya, memicu kontroversi, dengan beberapa pemain, termasuk kapten Fernando Hierro, mengungkapkan kemarahan mereka kepada presiden klub, Florentino Perez.
2. Zinedine Zidane (2016-2018, 2019-2021)
Statistik: Main 263, Menang 173, Imbang 54, Kalah 36, Gol 600-264
Penghargaan: La Liga (2), Supercopa de Espana (2), Liga Champions (3), Piala Super Eropa (2), Piala Dunia Antarklub (2)
Zinedine Zidane adalah satu-satunya pelatih Madrid yang memenangkan tiga gelar Liga Champions berturut-turut. Dia seorang pemenang di dalam dan luar lapangan. Statistik menunjukkan Zizou mengangkat trofi rata-rata setiap 23 pertandingan, setelah memenangkan dua pertiga dari pertandingan yang dipimpinnya.
Ketika Zidane meninggalkan Estadio Santiago Bernabeu pada 2018, itu mengejutkan. Ketidakhadirannya sangat terasa sehingga dia kembali hanya 10 bulan kemudian. Di periode kedua tidak sesukses periode pertama, meski sempat mendapatkan trofi La Liga 2019/2020.
"La Liga lebih sulit daripada Liga Champions. Saya selalu mengatakannya," kata Zidane setelah mengakhiri musim 2020/2021 tanpa satupun gelar juara domestik maupun internasional.
1. Miguel Munoz (1960-1974)
Statistik: Main 595, Menang 352, Imbang 126, Kalah 117 Gol 1.194-553
Prestasi: La Liga (9), Copa del Rey (2), Liga Champions (2) Piala Interkontinental (1)
Ketika Zidane meninggalkan Madrid musim panas ini, dia mengatakan "hari ini kehidupan seorang pelatih di ruang ganti di sebuah klub besar adalah dua musim". Dia harus mencoba mengatakan itu kepada Miguel Munoz, yang bertahan selama 14 tahun di Estadio Santiago Bernabeu.
Menghabiskan 26 tahun berturut-turut di Madrid sebagai pemain dan pelatih, dia memenangkan La Liga lima kali berturut-turut pada 1960/1961-1964/1965. Saat itu, klub tersebut sepenuhnya mendominasi sepakbola Spanyol. Dengan sembilan gelar La Liga dan dua Copa del Rey, lemari pialanya adalah salah satu yang tidak bisa dikalahkan.
Setelah memenangkan Liga Champions tiga kali sebagai pemain, dia menjadi orang pertama yang memenangkan kompetisi sebagai pemain dan pelatih. Dia membantu Madrid memenangkan piala itu pada 1959/1960. Itu hanya dua tahun setelah terakhir kali dia memenangkannya sebagai pemain. Dia menjuarai lagi sebagai pelatih pada 1964/1965.
"Dia adalah pelatih yang sangat pendiam. Tapi, dia tahu apa yang dia lakukan. Dia sangat cerdas," kata mantan pemain Madrid era Munoz, Amancio Amaro.
Formasinya 3-3-4 akan merevolusi permainan, memanfaatkan bakat Paco Gento, Alfredo di Stefano, dan Ferenc Puskas. Secara total, dia akan memimpin klub untuk memenangkan 14 gelar. Reputasinya sangat besar sehingga trofi pelatih terbaik La Liga hingga hari ini mendapatkan Trofeo Miguel Munoz.