Pernah ditertawakan pemain-pemain Juventus karena mengenakan pakaian biasa. Benar-benar bersahaja!
Jika Chelsea memiliki N'Golo Kante yang dikenal bersahaja di dalam maupun luar lapangan, di Juventus terdapat Matthijs de Ligt. Pemain Belanda itu figur yang sederhana dalam pergaulan. Dia mengku tidak pernah menghabiskan uang untuk barang-barang mewah dengan brand terkenal.
De Ligt bergabung dengan Juventus pada musim panas 2019 dari Ajax Amsterdam setelah ditebus 68 juta pounds (Rp1,3 triliun). Dengan kontrak besar dan bayaran selangit, De Ligt seharusnya hidup bermewah-mewahan.
Namun, pemilik 27 caps dan 2 gol untuk tim nasional Belanda itu memilih jalur sebaliknya. Mirip Kante dengan segala kerendahan hatinya, De Ligt ternyata juga tidak terlalu tertarik dengan kehidupan glamor. Dia menyebut lebih senang menjadi orang biasa yang bisa bebas pergi kemana saja.
Berkat gaya hidupnya yang normal-normal saja, De Ligt menyatakan sempat ditertawakan oleh rekan-rekannya di klub. Hal itu disebabkan karena De Ligt tidak mengenakan pakaian mewah karya desianer papan atas dunia. Dia hanya memakai baju sederhana untuk sekelas bintang sepakbola.
De Ligt mengungkapkan kisahnya itu dalam sebuah wawancara dengan brand outlet asal Belanda, De Volkskrant. Dia membahas sejumlah hal, termasuk seperti apa fans di Italia, belajar dari pemain bertahan top sekelas Giorgio Chiellini, dan seberapa besar pengaruh Cristiano Ronaldo dalam tim.
Pemain Belanda itu memberikan pemikiran jujur tentang pakaian yang dikenakan sehari-hari dan reaksi yang didapat dari rekan-rekannya di Juventus. "Saya selalu berpakaian dengan cara saya berpakaian sekarang. Saya bukan penggemar berat pakaian dari desainer mahal," ujar De Ligt.
"Saya adalah Matthijs. Saya adalah diri saya sendiri dan anda tidak akan pernah melihat saya berlatih dengan setelan yang disesuaikan. Sesederhana itu. Profesi saya adalah pemain sepakbola. Saya ingin menjadi bintang di lapangan. Bukan di panggung hiburan," tambah De Ligt.
"Kadang, saya ditertawakan orang-orang di klub (Juventus) karena apa yang saya kenakan. Tapi, saya tidak peduli. Selama saya merasa baik dengan perilaku saya dan cara saya berpakaian, saya puas. Sebab, yang paling penting adalah tampil bagus di lapangan. Lalu, orang lebih menghormati anda daripada saat anda mengenakan pakaian tertentu," ungkap De Ligt.
Lalu, bagaimana pendapat De Ligt tentang sepakbola Belanda dan Italia? "Di Belanda, para penggemar sangat bersemangat dan ingin tim mereka menang. Tapi, itu sudah berakhir setelah peluit akhir dibunyikan. Di Italia, tiga hari kemudian mereka masih membicarakan beberapa penalti yang tidak diberikan. Mereka terus memikirkan sepakbola,' beber De Ligt.
"Jika tim anda kalah melawan saingannya, fans mengalami minggu yang buruk dan kami merasakannya juga," tambah De Ligt.
De Ligt juga memuji peran Chiellini dan Ronaldo di lapangan. "Saya telah berkembang secara mental dan merasa jauh lebih dewasa sejak saya berada di Juventus. Saya harus terbiasa dengan gaya sepakbola yang berbeda di Italia, cara penyerang bergerak. Ketika saya di Ajax, fokusnya lebih pada penyerang individu. Sekarang, saya harus melihat zona juga,' ungkap De Ligt.
"Jangan selalu mengejar orang itu dengan bola. Tapi, juga mengawasi striker yang berlari ke lain sisi. Ini semua tentang mengevaluasi opsi terbaik," ucap de Ligt.
"Chiellini adalah seorang master dalam hal itu. Dia memiliki begitu banyak pengalaman. Saya belajar banyak darinya. Bertahan adalah bentuk seni di Italia. Sungguh luar biasa dapat menunjukkan apa yang benar-benar dapat saya lakukan di sini. Itu adalah tujuan saya," pungkas De Ligt.
De Ligt bergabung dengan Juventus pada musim panas 2019 dari Ajax Amsterdam setelah ditebus 68 juta pounds (Rp1,3 triliun). Dengan kontrak besar dan bayaran selangit, De Ligt seharusnya hidup bermewah-mewahan.
BACA FEATURE LAINNYA
10 Negara Peserta Euro 2020 di Mata Jose Mourinho
10 Negara Peserta Euro 2020 di Mata Jose Mourinho
"Saya adalah Matthijs. Saya adalah diri saya sendiri dan anda tidak akan pernah melihat saya berlatih dengan setelan yang disesuaikan. Sesederhana itu. Profesi saya adalah pemain sepakbola. Saya ingin menjadi bintang di lapangan. Bukan di panggung hiburan," tambah De Ligt.
BACA VIRAL LAINNYA
Cuplikan Langka, Tiga Menit Terakhir Final Liga Champions 1998/1999
Cuplikan Langka, Tiga Menit Terakhir Final Liga Champions 1998/1999
"Jika tim anda kalah melawan saingannya, fans mengalami minggu yang buruk dan kami merasakannya juga," tambah De Ligt.
"Jangan selalu mengejar orang itu dengan bola. Tapi, juga mengawasi striker yang berlari ke lain sisi. Ini semua tentang mengevaluasi opsi terbaik," ucap de Ligt.
"Chiellini adalah seorang master dalam hal itu. Dia memiliki begitu banyak pengalaman. Saya belajar banyak darinya. Bertahan adalah bentuk seni di Italia. Sungguh luar biasa dapat menunjukkan apa yang benar-benar dapat saya lakukan di sini. Itu adalah tujuan saya," pungkas De Ligt.