Ini seperti PSSI di era Nurdin Halid. Hasil bagus di lapangan dianggap prestasi kelompok politik tertentu.
Euro 2020 menyapa Turki bertepatan dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang menuai badai kritik dari oposisi terkait penanganan pandemi Covid-19 yang gagal, krisis ekonomi, dan skandal bos mafia. Analis menyebut, satu-satunya yang menyelamatkan karier sang presiden adalah sepakbola!

Ada dua laga tersisa setelah Turki dihajar Itaila. Uniknya, pertandingan melawan Wales, Rabu (16/6/2021) malam WIB, dan Swiss, Minggu (20/6/2021) malam WIB, akan digelar di "kandang".

Mengapa? Ini erat kaitannya dengan politik dan diplomasi Turki. Negara penerus Kekaisaran Otoman itu telah memberikan dukungan militer kepada Azerbaijan dalam perang melawan Armenia atas Nagorno-Karabakh akhir, tahun lalu. Jadi, warga Azerbaijan di Baku Olympic Stadium, bakal mendukung Turki sebagai balas jasa.

Ini unik. Meski UEFA dan FIFA melarang campur tangan politik di sepakbola, fakta menunjukkan perlakuan berbeda untuk negara-negara besar. Ketika sepakbola jadi alat politik, banyak kepentingan yang tersandera. Dan, begitu magisnya sepakbola, sehingga bisa mengalihkan perhatian rakyat dari masalah ekonomi dan politik yang serius di dalam negeri.

Anggota parlemen oposisi dari Partai Rakyat Republik (CHP), Erdogan Toprak, mengatakan sepakbola tidak akan mengkompensasi masalah Turki. "Turki memiliki masalah yang sangat besar sehingga tidak bisa ditutupi oleh pertandingan sepakbola. Saat ini, candunya hanya terasa sebentar," kata Toprak, dilansir Deutsche Welle.

"Perban ini tidak akan menutupi luka," tambah mantan Wakil ketua CHP itu, merujuk pada tingkat pengangguran yang tinggi, biaya hidup yang tinggi, hilangnya pendapatan pariwisata yang disebabkan salah urus pandemi, dan dugaan kerja sama antara bos mafia dan partai penguasa, AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan).

Arif Kizilyalin, kolumnis olahraga untuk surat kabar oposisi Turki, Cumhuriyet, setuju dengan Toprak. "Masalah di Turki telah melampaui titik ketika sepakbola dapat membuat orang melupakannya," ucap Kizilyalin


Sepakbola Turki terjepit diantara politik

Sepakbola di Turki telah lama terjalin dengan politik. Pada 2020, klub baru Istanbul Basaksehir memenangkan Super Lig dengan bantuan, dukungan, dan perlindungan substansial dari Erdogan serta kroninya.

Nihat Ozdemir, Presiden Asosiasi Sepakbola Turki (TFF), adalah salah satu dari segelintir kontraktor yang diduga disukai oleh pemerintah dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Erdogan. Jadi, dalam kondisi yang seperti sekarang ini wajar bila ada pendapat pemerintah akan berusaha  mengeksploitasi kemungkinan kisah sukses timna di Euro 2020.

"Saya ingin timnas sukses dengan sepenuh hati. Kami selalu bangga dengan kesuksesan seperti itu. Tapi, mereka pasti akan mempropagandakannya sebagai keberhasilan pemerintah," kata Toprak.

"Karena tidak ada perkembangan positif di negara yang mereka pimpin, mereka ingin mengambil manfaat dari nilai yang diciptakan oleh orang lain. Tapi, kesuksesan seperti itu tidak akan menjadi milik mereka. Itu akan menjadi milik para pesepakbola di lapangan" tambah Toprak.

"Meski pemerintahan Erdogan memiliki kendali atas lebih dari 90% media konvensional Turki, timnas bukan tim milik Presiden Erdogan. Sukses timnas murni menjadi milik Senol Gunes dan timnya," lanjut Toprak.




Turki sempat disebut sebagai "Raja Combeback"

Kalah di laga pertama tidak membuat fans Turki loyo. Mereka percaya dengan sang pelatih dan para pemain. Gunes merupakan pelatih yang suskes bersama Turki di Piala Dunia 2002. Turki juga akan mengambil inspirasi dari finish ketiga saat Euro 2008. Saat itu, tim diberi label "Raja Comeback."

Predikat yang sama bisa terjadi di Euro 2020. Itu karena dua pertandingan Turki berikutnya berlangsung di Baku. Itu seperti tim ini memainkan pertandingan di Istanbul atau Ankara.

Catatan menunjukkan, lebih dari 20.000 penggemar Turki sudah melakukan perjalanan ke Baku. Selain itu, Turki juga akan dapat mengandalkan dukungan dari penduduk setempat. "Dua negara, satu bangsa" adalah slogan yang diluncurkan Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, saat para pemain terbang ke Baku.

Berbicara kepada wartawan bersama dengan pejabat Turki, Rovnag Abdullayev, Presiden Asosiasi Sepakbola Azerbaijan (AFA), mengatakan bahwa dirinya berharap Turki memenangkan pertandingan di Baku dengan bantuan warga Azerbaijan di tribun. "Ini seperti kami mendukung timnas kami sendiri," ujar Abdullayev. 

Tapi, apakah itu akan cukup untuk melihat Turki bangkit dari Grup A dan mengalihkan perhatian dari ketidakpuasan oposisi dengan cara Erdogan memimpin di dalam negeri? Itu semua masih harus dilihat di lapangan. Kita tunggu dalam satu pekan ini!