Tanpa aturan gol tandang, pertandingan-pertandingan ikonik seperti ini mustahil terjadi. Dramatis!
Ada argumen olahraga yang logis dan sah untuk menyingkirkan aturan itu. Sebab, dengan gol tandang, klub-klub akan cenderung bermain defensif di leg kedua. Khususnya jika kemenangan sudah mereka dapatkan pada pertemuan pertama. Terkadang, taktik itu membuat banyak penggemar marah.
Hadapi Ceko, Ini Peringatan Blind dan Wijnaldum untuk Rekan-rekannya
1. Deportivo La Coruna vs AC Milan 5-4 (2004)
Pada 2003-2007, AC Milan asuhan Carlo Ancelotti mencapai tiga dari lima final, menang dua kali, dan kalah satu kali setelah Liverpool menghasilkan comeback tiga gol yang tak terlupakan.
Mungkin saja The Reds asuhan Rafael Benitez mendapat inspirasi dari Deportivo La Coruna, yang menghasilkan kemenangan 4-0 atas I Rossoneri di Estadio Riazor pada perempat final musim sebelumnya.
4 Kekalahan Menyakitkan Inggris dari Jerman di Ajang Besar Setelah Piala Dunia 1966
Gol tandang berarti mereka hanya membutuhkan tiga gol di Riazor. Tapi, mereka menambahkan gol keempat untuk ukuran yang baik. Sementara Milan tetap bertahan sepanjang pertandingan. Padahal, sebuah gol di Riazor akan mendorong pertandingan ke perpanjangan waktu, yang membuat laga semakin mendebarkan hingga final peluit.
2. Chelsea vs Barcelona 1-1 (2009)
Contoh klasik dari gol tandang yang mendebarkan tercipta di kandang Chelsea. Gol penyama kedudukan di injury time olah Andres Iniesta di Stamford Bridge. Itu berarti bahwa Barcelona pergi dari eliminasi untuk berada di final dalam satu momen.
Tapi, penggemar Chelsea akan memberi tahu anda bahwa pertandingan itu seharusnya diselesaikan jauh sebelum itu. Kenapa? Itu karena Tom Hening Ovredo yang kurang benar memimpin pertandingan.
3. Barcelona vs Chelsea 2-3 (2012)
Tiga tahun setelah Iniesta menusukkan belati ke jantung Chelsea, The Blues membalas di Camp Nou. Tim asuhan Roberto di Matteo menghasilkan masterclass defensif untuk mencatatkan kemenangan 1-0 di leg pertama di London Barat.
Tapi, mereka tampaknya akan tersingkir setelah 10 menit di Katalunya ketika John Terry diusir keluar lapangan karena menendang Alexis Sanchez dan Barcelona memimpin setelah mencetak dua gol. Kemudian, Ramires mencetak gol. Chelsea kembali unggul lewat gol tandang.
Setelah babak kedua dengan tekanan luar biasa dan pertahanan yang heroik, Fernando Torres menempatkan Chelsea di final. Dua gol spesial dalam sejarah Chelsea karena pada akhirnya gelar juara Liga Champions didapatkan untuk kali pertama.
4. Barcelona vs Paris Saint-Germain 6-5 (2017)
Barcelona tampaknya telah mencapai titik terendah ketika menderita kekalahan telak 0-4 di leg pertama babak 16 besar melawan PSG pada 2017. Tapi, Luis Suarez memberi mereka kepanikan hanya tiga menit setelah leg kedua di Camp Nou kick-off. Dan, "remontada" tampak baik dan benar-benar ada ketika Lionel Messi mencetak gol ketiga dalam 5 menit.
Tepat setelah 1 jam, Edinson Cavani tampaknya memadamkan harapan Barcelona lewat gol tandang. Itu membuat Barcelona berubah dari membutuhkan satu gol menjadi tiga gol.
Barcelona tampaknya kehilangan semua momentum dan harapan dan permainan seperti melayang selama 25 menit. Kemudian, datanglah 7 menit paling gila dalam sejarah sepakbola Eropa. Itu juga momen terbaik Neymar bersama Barcelona.
Pertama, pemain Brasil itu mencetak tendangan bebas. Kemudian, dia gol mengonversi penalti. Terakhir, pada detik-detik pamungkas injury time, bola itu melayang dengan sempurna di atas permukaan untuk dikonversi oleh Sergi Roberto, yang lolos jebakan off side. Menakjubkan!
5. AS Roma vs Barcelona 4-4 (2018)
Gol Roma dalam kekalahan 1-4 di Camp Nou terbukti menjadi penentu kemenangan 3-0 di Stadio Olimpico, dua pekan kemudian. Itu juga menghasilkan salah satu komentar terbaik sepanjang masa, milik Peter Drury, untuk gol ketiga Roma pada malam itu. "Roma telah bangkit dari kehancuran mereka! Manolas, Dewa Yunani di Roma!"
6. Manchester City vs Tottenham Hotspur 4-4 (2019)
Setelah Spurs tampil rajin bertahan untuk mengalahkan Man City 1-0 di kandang pada leg pertama perempat final Liga Champions 2018/2019, semua kegilaan muncul selama 21 menit di Etihad Stadium.
Son Heung-min mencetak dua gol cepat. Tapi, Man City mencetak tiga gol untuk membuat skor menjadi 3-3 secara agregat. Artinya, pasukan Pep Guardiola membutuhkan tambahan 2 gol jika tidak ingin keluar dari kompetisi.
Gol babak kedua Sergio Aguero dibatalkan oleh gol Fernando Llorente. Sementara Raheem Sterling dan 55.000 penonton mengira dia melakukannya di injury time, hanya untuk bertemu dengan drama besar pertama era VAR. Gol dianulir untuk tuduhan off-side yang terbukti. Dengan hanya menambah 1 gol, Man City kandas.
7. Ajax Amsterdam vs Tottenham Hotspur 3-3 (2019)
Masih ingat bagaimana Lucas Moura mencetak hattrick di kandang Ajax untuk membuat Tottenham memimpin 3-2. Artinya, kekalahan 0-1 di leg pertama kandang tidak bermakna karena Tottenham akhirnya melaju ke final untuk menantang Liverpool.
What. A. Moment. ?
— Football on BT Sport (@btsportfootball) May 8, 2020
One year ago today, Lucas Moura wrote himself into the Tottenham Hotspur history books FOREVER!
Football is incredible ? pic.twitter.com/qH4c6RsXft
8. Juventus vs FC Porto 4-4 (2021)
Ini terjadi musim lalu. Porto menghasilkan kinerja hebat untuk mengalahkan Juventus 2-1 di kandang pada leg pertama babak 16 besar. Di leg kedua, Juventus memaksa Porto bertahan dengan 10 orang selama hampir satu jam. Skor 2-1 diciptakan sehingga agregat 3-3.
Pertandingan berlanjut ke perpanjangan waktu dan Sergio Oliveira mencetak gol untuk Porto di menit 115. Dua menit kemudian, Adrien Rabiot membalas memastikan akhir yang menegangkan. Tapi, gol tandang kedua terbukti cukup untuk meloloskan Porto.