Ini adalah kesempatan seumur hidup, manfaatkan momenmu!
Dalam wawancara Daily Mail bersama mantan striker Inggris, Peter Crouch, dia menceritakan tentang tekanan yang mereka alami saat akan bertanding menghadapi Jerman di babak 16 besar Piala Dunia 2010.

Menurut Crouch, Inggris seharusnya merayakan keberhasilan lolos ke tahap selanjutnya dengan penuh kegembiraan. Sayang, momen itu berubah menjadi membingungkan.

Fabio Capello, pelatih yang tidak mengizinkan para pemain Inggris mengkonsumsi mentega atau saus tomat saat makan, memberikan undangan yang tidak dapat dipercaya oleh skuad mereka.

"Jika Anda ingin minum bir atau segelas anggur saat makan malam Anda, silahkan," kata Capello kepada para pemain.

Crouch mengatakan tidak ada yang berharap dia membuat tawaran itu, dan tidak ada yang berpikir sedetik pun untuk menerima tawaran itu. Tapi, faktanya Capello melakukannya untuk menunjukkan kepada para pemain tentang betapa buruknya apa yang terjadi di Piala Dunia tersebut.

“Ketika saya melihat skuad Gareth Southgate sekarang dan melihat bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi Jerman. Itu mengingatkan saya betapa berbedanya hal-hal itu dengan kami di Afrika Selatan,” kenangnya.

“Kami adalah tim yang mengharapkan hal-hal besar. Tapi, kami tidak bermain baik dan itu menyebabkan ketegangan meningkat. Apakah Capello baru saja kehabisan ide, saya tidak tahu,” timpal mantan striker Liverpool tersebut.

Namun, isyarat ini terlihat seperti rasa putus asa, seperti yang dilakukan orang tua kepada anaknya yang manja dengan harapan mendapatkan perubahan perilaku. “Anda tahu, jauh di lubuk hati, itu tidak akan pernah berhasil,” timpalnya.

“Anda harus memahami seberapa besar pertandingan ini dalam diri saya. Saat saya berusia sembilan tahun pada 1990, saya begadang untuk melihat Inggris kalah adu penalti dari Jerman Barat di semifinal Piala Dunia,” tutur Crouch.

“Saya ingat semua yang terjadi saat itu, mulai dari tendangan bebas yang melewati Peter Shilton hingga gol penyama kedudukan dari Gary Lineker, kemudian tendangan penalti yang semuanya mengarah ke sudut,” ujarnya.

“Anda akan tahu sekarang betapa berartinya turnamen itu bagi saya. Turnamen itu yang membuat saya terpikat kepada sepakbola,” timpalnya. “Jika Anda memberi tahu anak muda itu (Crouch) 20 tahun kemudian, bahwa dia akan memiliki kesempatan untuk membalas kekalahan itu di Turin, dia tidak akan pernah percaya kalau itu hal yang mungkin terjadi. Tetapi, dia mendapatkan kesempatan itu.”

“Pada tahun 1996, saya menonton semifinal Euro di rumah bersama ayah saya. Berapa kali duduk di depan TV dan berkata pada diri sendiri 'Saya akan mencetak gol seperti itu!'” lanjutnya. 

“Yah, saya mengatakannya ketika umpan silang Alan Shearer melewati kaki Paul Gascoigne yang terentang. Masalahnya, saya benar-benar akan melakukannya,” kata pria jangkung itu. “Kaki saya lebih besar dari Gazza walau saat itu berusia 15 tahun. Saya bermimpi mencetak gol untuk Inggris melawan Jerman dan saya berharap kesempatan saya akan tiba di Bloemfontein. Bagaimanapun, saya telah diberi nomor punggung 9 untuk Piala Dunia itu.”

Tapi, kesempatan itu tidak berjalan baik bagi Inggris di Afrika Selatan. The Three Lions memulai periode buruk dengan hasil imbang 1-1 melawan Amerika Serikat, disusul hasil imbang 0-0 yang mengecewakan dengan Aljazair, walau kemudian berhasil menang atas Slovenia dengan kemenangan 1-0. Hasil itu membuat Inggris dipertemukan dengan Jerman, yang saat itu dalam masa regenerasi skuad.

Jika Anda melihat kembali tim yang berbaris melawan Inggris saat itu, Anda akan melihat nama-nama baru seperti Manuel Neuer, Mesut Oezil, Philipp Lahm, Thomas Muller, dan Bastian Schweinsteiger. Tetapi, justru saat itu karier mereka baru mulai terbentuk.

Mungkin, Inggris terlalu naif dengan berpikir akan mendapatkan yang lebih baik dari mereka. Betapa salahnya Inggris ketika dengan cepat semua itu menjadi jelas bahwa Jerman adalah tim yang kuat. Di babak pertama, Inggris gagal membalas gol yang mereka cetak.

“Kita semua tahu gol Frank Lampard seharusnya disahkan oleh wasit. Saya berada di bangku cadangan dan bisa melihat bola telah melewati garis dari tempat saya duduk, tetapi keputusan wasit tidak bisa diubah,” keluhnya.

“Saya hanya berkonsentrasi untuk bersiap masuk di babak kedua dan memainkan peran yang saya bayangkan akan menjadi aktor comeback,” imbuhnya. “Saya tidak berada di ruang ganti saat jeda, karena saya keluar untuk melakukan pemanasan. Para pemain yang ada di sana mengatakan kepada saya bahwa kata-kata Capello tidak menginspirasi dan penampilan setelah jeda menunjukkan penurunan permainan.”

Jerman akhirnya mencabik-cabik Inggris melalui serangan balik dengan taktik mereka yang sempurna. “Saya menghormati Jerman, tapi saya tidak akan pernah memberi mereka rasa hormat yang maksimal dalam pertandingan seperti ini. Saya tidak setuju jika kami adalah tim favorit yang berhasil dikalahkan. Ini adalah permainan 50/50, di mana tidak ada kesempatan untuk berbuat salah,” ungkapnya.

Peluang yang luar biasa ada di depan para pemain ini (Inggris) dan Crouch berharap mereka bisa memberi energi yang kuat. Ini adalah kesempatan seumur hidup. Ayo, bermain dan manfaatkan momenmu!