Sama-sama berasal dari Portugal dan anggota skuad Porto ketika menjuarai Liga Champions 2003/2004.
Tak lama setelah diumumkan sebagai pelatih, Nuno terang-terangan mengaku mengidolakan Mourinho. Dia menganggap mantan pelatih Chelsea itu sebagai mentor, guru, dan panutan. "Secara pribadi dia berdampak pada saya karena saya adalah anggota skuad (Porto) pada 2002/2003 dan 2003/2004," ujar Nuno, dilansir Sky Sports.
Momen Ainsley Maitland-Niles "Hancurkan" Mercedes Seharga Rp2,1 Miliar
Meski jarang dimainkan, Nuno tidak pernah mengeluh atau berdebat. Lebih penting lagi, dia terus berlatih keras dan tidak membuat kekacauan untuk tim. Nuno juga menghormati Mourinho. Bahkan, ketika hanya duduk di bench saat Porto menjuarai Liga Champions 2003/2004 dengan mengalahkan AS Monaco.
Siapa Sebenarnya Sosok Kontroversial Veronique Rabiot ?
Mengikuti jejak sang mentor
Ternyata, Mourinho juga menginspirasi Nuno untuk terjun menjadi pelatih setelah gantung satung tangan. Awalnya, dia bergabung dengan mantan pelatih Porto, Jesualdo Ferreira, saat menukangi Malaga. Di sana, dia berperan sebagai pelatih kiper.
Bekerja untuk tim underdog tampaknya cocok untuk pelatih pemula. Nuno membawa klub itu ke final Taca de Portugal dan Taca da Liga di musim keduanya sebagai pelatih, serta kualifikasi Liga Eropa untuk pertama kalinya dalam sejarah klubnya. Itu hanya masalah waktu sebelum akhirnya Nuno menjadi buruan klub besar Eropa.
Kembali ke Spanyol sebelum pulang ke Portugal
Nuno mungkin merasa memiliki urusan yang belum selesai di Spanyol, setelah karier bermainnya gagal. Jadi, pada 2014, dia menandatangani kontrak satu tahun dengan raksasa La Liga, Valencia. Di sana, dia memimpin Kelelawar Mestalla ke peringkat 4 pada musim pertamanya.
Perpanjangan kontrak didapatkan dari Valencia. Tapi, dalam kampanye musim keduanya, dia merasakan tekanan. Awal yang buruk di La Liga dan Liga Champions membuat Nuno mengundurkan diri dari jabatannya.
Tapi, pada 2016, Nuni kembali bersama Porto. Sayang, itu tidak berhasil seperti yang diinginkan Nuno. Dia hanya berhasil menyelesaikan musim kompetisi 2016/2017 sebagai runner-up liga dan tanpa gelar apapun. Akibatnya, kontraknya dihentikan di akhir musim.
Merantau ke tanah Inggris
Karier kepelatihan Nuno berlanjut pada 2017 ketika diangkat sebagai pelatih Wolves di Championship Division. Nuno memimpin klub itu untuk kembali ke Liga Premier setelah enam tahun absen. Itu dilakukan di musim pertama bekerja di Molineux Stadium.
Tahun berikutnya, mereka mengambil alih Liga Premier dengan bintang Portugal Joao Moutinho dan Ruben Neves ada dalam skuad. Klub itu finish ketujuh di musim 2018/2019. Itu peringkat Liga Premier tertinggi mereka di kompetisi papan atas Inggris sejak musim 1979/1980. Hasil itu juga membuat mereka lolos ke Liga Eropa.
Atas keberhasilannya, Nuno menjadi warga kehormatan kota. Bahkan, University of Wolverhampton memberikan Nuno gelar Doktor Kehormatan (HC) di bidang olahraga.
Nuno mengulangi capaiannya di musim 2019/2020, saat finish ketujuh dan mendapatkan tiket ke Kualifikasi Liga Eropa. Mereka juga mencapai perempat final Liga Eropa.
Tapi, kampanye ketiganya di Liga Premier agak sedikit mengecewakan. Cedera pada Raul Jimenez, serta penjualan Diogo Jota ke Liverpool, jadi penyebabnya. Dengan tertatih-tatih Wolves akhirnya hanya bisa finish di posisi 13. Di akhir musim, Nuno memutuskan pergi karena merasa Wolves membutuhkan seseorang yang lebih baik lagi.
Tapi, tidak butuh waktu lama bagi Nuno untuk menganggur. Sekarang, tantangan datang dari Spurs. Dengan klub yang mengalami musim-musim menyedihkan dalam beberapa tahun terakhir, tuntutan untuk menghadirkan gelar sangat besar.
After four seasons at the club, this Sunday will be Nuno Espirito Santo’s final game in charge of Wolves.
— Wolves (@Wolves) May 21, 2021
Thank you, Nuno.
?