Dua tahun setelah Piala Dunia U-17, dia meninggalkan sepakbola untuk kuliah di universitas terbaik dunia.
Menjadi superstar sepakbola kelas dunia tentu saja adalah sebuah pilihan karier yang cukup mengagumkan bagi beberapa orang. Tapi, beberapa lainnya, pendidikan menjadi yang utama. Contohnya Alessandro Arlotti, mantan pemain AS Monaco dan tim nasional Italia U-17.

Lahir di Nice, Prancis, 2 April 2002, dari keluarga Italia-Prancis, Arlotti bergabung dengan Akademi Monaco pada usia 7 tahun. Dia berkembang di akademi bergengsi sekelas Les Monegasques itu dengan sangat bagus.

Di akademi yang melahirkan Emmanuel Petit, Thierry Henry, Kylian Mbappe, Yannick Carrasco, Thomas Lemar, hingga Nampalys Mendy, Arlotti bukan pemain biasa. Berposisi sebagai penyerang tengah, dia sempat dinobatkan sebagai siswa terbaik di akademi pada 2019.

Bakatnya tercium ke tanah luluhurnya Italia. Asosiasi Sepakbola Italia (FIGC) mengajak Arlotti untuk bergabung dengan timnas junior. Dia setuju dan panggilan dilayangkan untuk membela Italia U-17 di Piala Dunia U-17 2019. Italia terhenti di perempat final.

Beberapa bulan setelah membela Italia U-17 pada turnamen di Brasil, Arlotti bergabung dengan Pescara di Serie B untuk memulai petualangan di level profesional. Keputusan yang dianggap tepat dan sudah didasarkan pada masukan pelatihnya di Monaco maupun Italia U-17.

Tapi, karier Arlotti di Pescara hanya bertahan beberapa bulan. Dia berhenti berkarier saat baru merintis. Bukan karena cedera parah atau penyakit tertentu yang mengharuskan dirinya berhenti, melainkan pendidikan.

Arlotti pergi ke Boston, Amerika Serikat (AS) untuk menimba ilmu di salah satu univesitas paling bergengsi di dunia, Harvard University. "Saya pikir itu keputusan terbaik yang bisa saya buat. Tidak mudah untuk berlatih dan belajar," ujar Arlotti kepada Sportbible.

"Tapi, sekali lagi, saya harus berterima kasih kepada Monaco. Mereka adalah salah satu klub paling terorganisasi di dunia sepakbola. Mereka memiliki sekolah (formal) di akademi itu sendiri yang membantu kami sebagai pemain untuk melanjutkan pendidikan dan kemajuan akademik kami. Saya pikir itu luar biasa dan itu sangat membantu saya," tambah Arlotti.

"Bermain untuk negara anda adalah salah satu perasaan terbaik di dunia. Saya akan selalu mengingat debut saya dengan tim nasional. Saya menyanyikan lagu kebangsaan dan ayah saya ada di tribun. Saya melihatnya menangis dengan bangga, dengan tangan di jantungnya. Saya tidak akan pernah melupakan momen itu," ungkap Arlotti.

Keputusan untuk bersekolah di salah satu universitas paling sulit di kolong langit baru diambil Arlotti saat berada di Pescara. Saat masih di Monaco, cita-citanya hanya satu, yaitu bermain di tim senior klub maupun timnas.

"Saya ingin tahu apakah saya bisa bermain secara profesional. Di Monaco, saya belum bisa masuk skuad utama. Jadi, saya pergi ke Pescara untuk melihat apakah saya bisa bermain di level tertinggi berikutnya. Sayang, tim tidak dalam kondisi baik. Jumlah pemainnya terlalu banyak. Pelatih juga berganti tiga kali selama saya di sana," ungkap Arlotti.

"Saya mengerti bahwa mereka tidak benar-benar memasukkan pemain muda ke dalam tim selama situasi sulit tersebut. Itu tidak berjalan seperti yang saya harapkan. Jadi, saya harus bersikap," tambah Arlotti.

Ada keputusan besar yang harus dibuat. Dia ingin maju secara akademis tanpa meninggalkan permainan yang dia cintai. Jadi, dengan langkah berani, dia meninggalkan Pescara untuk belajar di AS.

Tapi, masuk Harvard bukan semudah membalik telapak tangan. Statistik menunjukkan hanya 3,5% dari ribuan pendaftar dari seluruh dunia yang bisa diterima. "Saya harus melakukan banyak persiapan. Tapi, itu sangat berharga," ucap Arlotti.

Setelah diterima di Harvard, apakah Arlotti akan meninggalkan sepakbola? Tentu saja tidak. Seperti umumnya universitas di Negeri Paman Sam, Harvard juga memiliki tim olahraga yang berkompetisi di NCAA. Oleh kampusnya, Arlotti sudah diminta untuk membela Harvard Crimson.

"Saya pikir itu keputusan terbaik yang bisa saya buat. Datang ke sini dan belajar sambil bermain sepakbola di Harvard sungguh hebata. Standarnya masih tinggi di sini. Di AS, sepakbola berkembang pesat. Saya harap ini terus berlanjut dan mencapai level Eropa di beberapa titik," ungkap Arlotti.

Kisah Arlotti ternyata viral di media sosial di Prancis dan Italia. Banyak yang terkejut dengan langkahnya. Tapi, beberapa lainnya juga kagum karena dia berhasil menembus universitas yang sudah berdiri sejak 1636 tersebut.

"Saya tahu ini adalah cerita yang unik. Itu sebabnya saya mendapat begitu banyak pesan dari orang-orang yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat memahami keputusan saya. Saya dapat mengatakan 50% orang tidak mengerti pilihan saya, dan separuh lainnya sangat senang melihat saya. Mereka dapat melihat bahwa saya adalah orang yang ambisius," kata Arlotti.

Sebagai bentuk penghargaan, pemuda berusia 19 tahun itu meluangkan waktu untuk menanggapi orang-orang yang mengirimkan pesan secara pribadi. "Saya mencoba menjelaskan keputusan saya kepada mereka yang tidak bisa memahaminya," ujar Arlotti. 

"Saya mengerti bahwa berada di tim nasional Italia dan bermain di tim utama Pescara adalah hal yang besar. Mereka berkata 'tapi anda sangat dekat untuk membuatnya'. Itu sulit, tapi saya pikir beberapa dari orang-orang itu tidak tahu seberapa besar kesempatan ini bagi saya. Sebagian besar dari mereka akhirnya mengerti," beber Arlotti.

Di Harvard, Arlotti belajar ekonomi. Dia tidak mempermasalahkan ilmu yang akan dipelajari. Yang sulit bagi dirinya adalah meninggalkan rumah. "Minggu pertama agak sulit. Tapi, saya sudah di sini selama beberapa bulan dan saya mulai terbiasa, meski makanannya sangat berbeda. Tidak mudah untuk makan sehat di Amerika!" ungkap Arlotti.

"Untungnya, saudara laki-laki saya ada di sini, di Boston, sehingga dia dapat banyak membantu saya. Saya juga memiliki sahabat saya di sini. Mereka memberi tahu saya perbedaan besar antara kedua negara," tambah Arlotti.

Sebagai pemain sepakbola, Arlotti juga berjanji akan tetap berlatih. "Saya suka sepakbola. Saya mendedikasikan seluruh hidup saya untuk bermain sepakbola. Saya benar-benar fokus di Harvard untuk saat ini dan kemudian saya akan kembali bermain sepakbola di Eropa," pungkas Arlotti.