Berpotensi menghambat Inggris sebagai tuan rumah Piala Dunia 2030.
Masih hangat diingatan bahwa pasukan Gareth Southgate mengalami kekalahan dalam adu penalti dari Italia di final Euro 2020 bulan lalu. Namun, bukan fakta itu yang menyakitkan, tapi rencana UEFA mulai menyelidiki kasus yang terjadi di Stadion Wembley.

Pemandangan di sekitar stadion bisa dibilang merusak citra final utama kedua The Three Lions, terutama saat para pendukung tanpa tiket menyerbu pintu masuk stadion kebanggaan masyarakat Inggris tersebut.

Ribuan penggemar Inggris berusaha menerobos pasukan keamanan Wembley pada bentrokan 11 Juli 2021. Kejadian itu diyakini membuat banyak suporter berhasil masuk ke dalam untuk menonton pertandingan.

FA menugaskan tim independen untuk menyelidiki masalah tersebut dan berjanji untuk mengidentifikasi mereka dan bertanggung jawab atas kejadian memalukan di Wembley.

UEFA selaku Badan Sepakbola Eropa juga membuka penyelidikan indisipliner dalam kejadian itu. Mereka memutuskan FA berpotensi melanggar Pasal 16 (2) (h) dalam Peraturan Disiplin UEFA.

Klausul tersebut mencakup kurangnya ketertiban atau kedisiplinan pendukung. Serbuan penggemar menyebabkan desak-desakan dan dilaporkan juga terjadi kekerasan di dalam dan luar stadion.

Ayah bintang Inggris, Harry Maguire, bahkan mengalami patah tulang rusuk saat dia mencoba memasuki venue secara legal.

Penghalang keamanan diruntuhkan dan beberapa staf stadion mengklaim ada ratusan pendukung yang merobohkan atau memanjat pagar perimeter dalam persiapan untuk kick-off.

Satu pelanggaran lagi terjadi di pintu keluar di dalam stadion, di mana kami melihat beberapa penggemar Inggris menyerang pendukung tanpa tiket.

Pendukung lainnya mengeluh karena tidak dapat menghadiri final karena adegan tersebut, meskipun memiliki tiket senilai lebih dari 1.000 pounds atau sekitar Rp 20 juta.

Selain FA yang berada di bawah pengawasan, dampaknya juga membuat polisi merilis foto orang-orang yang mereka yakini bertanggung jawab atas beberapa kekacauan itu.

Di tempat lain pertempuran pecah di seluruh negeri, khususnya London hancur karena ribuan penggemar berkumpul.

Perilaku premanisme ini juga menimbulkan keraguan atas keberhasilan Inggris dan Irlandia dalam upaya mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia 2030.