Jadi wasit tidak semudah yang dibayangkan. Ini pengalaman Mark Clattenburg.
Clattenburg menjadi wasit di level tertinggi Inggris selama 13 tahun dan secara luas dianggap sebagai salah satu wasit terbaik Eropa pada waktu masa jayanya.
5 Pemain yang Gagal Jadi The Next Maradona, Semuanya dari Argentina
"Saya pikir di masa lalu, itu dilihat sebagai tanda kelemahan. Tapi, sekarang semakin banyak orang yang berbicara. Karena itu, sepakbola tidak hanya mendukung para pemain, melainkan juga wasit," ujar Clattenburg.
Rapor Pemain Arsenal Saat Raih Kemenangan Kedua di Liga Premier Musim ini
"Saya mendapat ancaman pembunuhan dan perusahaan media sosial tidak berbuat apa-apa. Apa yang diperlukan? Menunggu seseorang terluka? Atau seperti yang kita lihat sekarang, pemain dilecehkan secara rasial? Itu tidak benar. Tidak seharusnya begitu ada di masyarakat saat ini," ungkap Clattenburg.
"Wasit perlu mengomunikasikan keputusan mereka. Saya pikir jika itu dilakukan di lingkungan yang terkendali, itu akan menguntungkan permainan karena orang dapat memahami mengapa seorang wasit membuat keputusan benar atau salah," tambah Clattenburg.
One year in the making but it’s here… Mark Clattenburg, My Autobiography: Whistle Blower. Serialisation tomorrow in Daily Mail & out Sept 30 (pre-order now). It’s been great fun. Full of controversy, conflict & anecdotes. He certainly hasn’t held back! @clattenburg1975 pic.twitter.com/oMlWzaNV3Z
— Craig Hope (@CraigHope_DM) September 17, 2021
Clattenburg juga membuka cerita masa kariernya ketika jatuh cinta dengan sepakbola setelah dituduh menggunakan bahasa rasial terhadap pemain Chelsea, John Obi Mikel, pada Oktober 2012. Saat itu, klub mengajukan keluhan resmi kepada FA terhadap Clattenburg selama pertandingan melawan Manchester United .
Meski FA membersihkan Clattenburg dari kesalahan dan penyelidikan polisi juga kemudian dibatalkan, Clattenburg merasa dia diperlakukan tidak adil selama cobaan itu. "Dituduh atas sesuatu yang belum anda lakukan benar-benar sulit dihadapi," kata Clattenburg.
"Dinyatakan bersalah atas sesuatu, bahkan sebelum anda memiliki kesempatan untuk berbicara, benar-benar sulit untuk dihadapi. Sebab, saya selalu percaya bahwa anda harus tidak bersalah sampai terbukti bersalah,"ucap Clattenburg.
"Namun bukan itu masalahnya dan saya tidak ingin kembali menjadi wasit. Itu karena saya harus membayar hipotek, keluarga yang harus dijaga, dan karena itu saya harus kembali menjadi wasit. Saya beruntung bahwa selama bertahun-tahun saya kembali jatuh cinta dengan sepakbola dan itu membuat saya mencapai apa yang sebenarnya saya lakukan," ungkap Clattenburg.