Jamaika dikenal dengan Bob Marley dan musik reggae. Tapi, bukan berarti tidak ada sepakbola.
Timnas Islandia membuat penampilan pertama di Piala Dunia 2018. Dua puluh tahun yang lalu, Jamaika sudah lebih dulu mencatatkan diri ke dalam lembar buku sejarah yang sama.

Jamaika adalah negara kecil yang populasi penduduknya tidak lebih banyak dari kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Tapi, dalam sepakbola, negara yang terkenal dengan Bob Marley dan musik reggae ini pernah menjadi salah satu dari 32 negara terbaik peserta Piala Dunia 1998 di Prancis.

Saat itu Jamaika tergabung dalam Grup H bersama Jepang, Kroasia, Argentina. Dipimpin Shavar Thomas, Jamaika membuka laga dengan kekalahan 1-3 dari Kroasia. Lalu, yang mengejutkan adalah pada saat laga kedua, mereka berhasil mengalahkan Jepang 2-1. Sayang, akhirnya mereka dibantai Argentina di laga terakhir 0-5.

Jamaika finish di urutan 3 klasemen akhir Grup H. Tentu saja, tidak terlalu buruk untuk negara debutan yang sebelumnya sama sekali tak terdengar jejaknya di sepakbola internasional.

Cerita semacam itu masih jadi legenda tersendiri bagi rakyat Jamaika. Dan, pertanyaannya, mengapa mereka bisa mencapai level seperti itu dan mengapa sejarah belum juga terulang?

Menarik untuk melihat dari salah satu perspektif pemain mereka saat itu. Dia adalah Robbie Earle. Mantan pemain Stoke City itu tersebut pernah jadi bagian penting dalam perjalanan Jamaika lolos ke putaran final Piala Dunia perdana dan satu-satunya. 

Earle merupakan pemain naturalisasi Jamaika. Saat itu dia menunggu panggilan Inggris yang tak pernah datang. Padahal, rumor yang beredar menyebut dia dan rekan setimnya di Wimbledon, Chris Perry, akan dimasukkan dalam skuad asuhan Glenn Hoddle untuk dibawa ke Piala Dunia 1998. 

Duo ini telah memainkan peran penting untuk klub dengan mengamankan posisi delapan besar Liga Premier dan mencapai semifinal Piala FA serta Piala Liga.

Tapi, penantian Earle tidak pernah terjadi dan Hoddle lebih memilih pemain lain seperti John Scales dan Lee Clark sebagai gantinya. Earle tidak marah karena saat itu sudah berusia 32 tahun.

Uniknya, dalam situasi itu dia mendapat telepon dari Asosiasi Sepakbola Jamaika (JFA). Mereka menghubungi Earle karena Jamaika merupakan negara asal orang tuanya. "Saya mendapat telepon dari Jamaika dan mereka berhasil melewati beberapa putaran pertama kualifikasi Piala Dunia dalam 12 bulan sebelumnya," ujar Earle, dilansir Independent.

Ternyata, Earle bukan satu-satunya pemain keturunan Jamaika yang bermain di Inggris yang mereka hubungi. Duo pemain dari Portsmouth, Fitzroy Simpson dan Paul Hall, serta Deon Burton dari Derby Country, juga diproses untuk melakukan naturalisasi. 

Dan, ketika mereka menghadapi Kanada dalam bentrokan penting pada September 1997, keempatnya adalah bagian dari skuad Jamaika.



Mundur sedikit ke belakang. Pada babak kualifikasi, Burton jadi pahlawan untuk Jamaika dengan golnya. Hal yang sama dia lakukan saat melawan Kosta Rika seminggu kemudian dan mencetak gol melawan Amerika Serikat pada bulan berikutnya. Kemudian, dia terpilih sebagai tokoh olahraga Jamaika tahun itu.

Jamaika memastikan diri lolos ke Piala Dunia 1998 setelah bermain imbang tanpa gol dengan Meksiko. Tentu saja, hasil itu diikuti dengan karnaval meriah di penjuru negeri Karibia tersebut.

"Sehari setelah (pertandingan) itu dinyatakan sebagai hari libur nasional. Percayalah, ini Jamaika! Kami semua pergi ke resepsi dengan Perdana Menteri dan diberitahu bahwa setiap pemain diberikan sebidang tanah untuk membangun rumah atau apa pun sebagai ucapan terima kasih dari negara atas apa yang telah kami capai," kata Earle. 

"Itu luar biasa. Sungguh. Dibalik itu, pariwisata naik sepuluh kali lipat. Tingkat kejahatan turun di seluruh negeri. Itu hanya salah satu hal yang semua orang ingin menjadi bagiannya," tambah Earle.

Earle tidak merasa khawatir atau menyesal mengenakan jersey The Reggae Boyz yang mirip pakaian yang dikenakan Bob Marley di panggung, atau berdiri untuk lagu kebangsaan yang asing di telinga. Baginya, itu masuk akal. Dia benar-benar telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Jamaika.

Pada awal turnamen, ada tujuh anggota skuad Jamaika kelahiran Inggris. Rekan setim Earle di Wimbledon, Marcus Gayle, juga ditambahkan ke dalam skuad, bersama dengan Frank Sinclair dari Chelsea dan pemain Derby lainnya, Darryl Powell.

Lima dari mereka mulai melawan Kroasia dan Earle mencetak gol untuk Jamaika. Gol pertama di Piala Dunia yang berakhir dengan kekalahan 1-3. Tapi, itu adalah sebuah cerita yang tak akan dilupakan untuk Earle dan seluruh rakyat Jamaika.