Ini terjadi pada 2007 atau beberapa bulan setelah Calciopoli. Setelah itu, wajah Serie A berubah total.
Saat itu, Deby Sisilia antara Catania dengan Palermo akan digelar di Stadio Angelo Massimino, Catania. Awalnya, jadwal pertandingan disepakati 4 Februari 2007. Itu adalah Minggu sore yang cerah.
Nuno Espirito Santo Diserang Fans Tottenham, Ada Apa?
Setelah pendukung Palermo masuk, skor 1-0 untuk tim tamu berkat gol kontroversial Andrea Caracciolo. Gol itu direspons dengan lemparan bom asap, flare, dan petasan. Itu memaksa polisi untuk membalas dengan melemparkan tembakan gas air mata.
Kisah Bos Spotify, Daniel Ek, Ternyata Penggemar Berat Arsenal Sejak 1991
Video yang dapat dilihat di YouTube menunjukkan adegan yang mirip dengan zona perang, ketika area di sekitar stadion terbakar dan kerusuhan terjadi. Sementara itu, di dalam stadion pertandingan terus dimainkan. Itu sampai menit 60, ketika wasit menghentikan permainan karena gas air mata yang digunakan polisi mengganggu para pemain.
Di antara petugas yang berusaha mengendalikan kerusuhan adalah Filippo Raciti. Ditengah kekacauan, Raciti diserang dan dihantam oleh batu. Itu bukan batu biasa. Seperti yang dikatakan beberapa orang saksi, itu adalah pecahan wastafel dari toilet stadion yang sengaja dihancurkan.
Kurang dari tiga jam kemudian, Raciti meninggal dunia di usia 38 tahun. Penyebab kematiannya terungkap sebagai trauma pada hati yang disebabkan oleh benda tumpul. Anehnya, ketika seorang istri dan dua putranya khawatir dan berduka, pertandingan di stadion dimulai kembali dan Palermo keluar sebagai pemenang.
Lahir di Catania, Raciti bergabung dengan Kepolisian Nasional Italia pada Juni 1986. Dia tinggal di Acireale, di Provinsi Catania, bersama istri dan dua anaknya, berusia 15 dan 9 tahun.
Seminggu sebelum kematiannya, Raciti berurusan dengan ultras ketika memberikan bukti di persidangan seorang perusuh sepakbola, yang kemudian dibebaskan oleh hakim setempat. Menurut salah satu rekannya, hooligan itu tertawa terbahak-bahak saat meninggalkan pengadilan.
Karena itu, muncul teori konspirasi tentang kematian Raciti. Tapi, bukti dan proses persidangan menyatakan hal sebaliknya. Pengadilan kemudian menghukum Antonino Speziale dengan 14 tahun penjara karena pembunuhan terhadap Raciti. Pada saat kejadian, Speziale baru berusia 17 tahun.
Pada akhirnya, kematian Raciti benar-benar memicu kemarahan di Italia, dengan solidaritas yang besar dan agak tidak biasa terhadap pasukan penegak hukum Italia, dan liputan besar-besaran di seluruh dunia.
Pada 17 Februari 2007, dewan kota Quarrata, di Tuscany, menyetujui proposal untuk menamai stadion sepakbola lokal dengan nama polisi Italia tersebut. Sebuah upacara resmi, yang juga dihadiri oleh istri Raciti, digelar pada 10 Maret. Itu menjadikan Quarrata kota pertama yang menamai stadion dengan namanya.
Dan, yang paling penting dari semua tragedi itu adalah pelajaran yang dipetik. Setelah insiden di Catania, Serie A memberlakukan regulasi stadion yang super ketat. Tiket tanpa kursi dan nomor tempat duduk dilarang. Identitas lengkap yang meliputi nama, NIK, dan alamat tertulis di tiket.
Sebelum masuk stadion, suporter dilakukan pemeriksaan ketat. Flare, bom asap, hingga petasan dilarang. Tongkat untuk mengikat bendera dan giant banner harus didaftarkan terlebih dulu, dihitung secara cermat, dan harus ada penanggung jawabnya.
Langkah FA dan Liga Premier di Inggris juga diadopsi Italia dengan memasang CCTV di setiap sudut stadion. Dan, yang paling krusial adalah kehadiran steward diantara suporter yang bertugas meredam kekerasan lebih dini.
#TodayInMonuments Memorial plaque in honour of Italian policeman Filippo Raciti killed in 2007 in #Catania during a football match vs #Palermo by the #ultras https://t.co/fDNXRuHejA #football #Siderno #Calabria pic.twitter.com/5sj5EYXVu4
— Ana Milosevic (@europeanness) August 21, 2018