Menolak panggilan Brasil dan lebih memilih Portugal. Sehebat apakah dia?
Lahir di Brasil, Nunes pindah ke Portugal pada usia 13 tahun untuk menimba ilmu di Akademi Sporting. Sempat dipinjamkan ke beberapa klub kecil, pemuda berusia 23 tahun itu kembali ke Lisbon pada 2019/2020 untuk meniti karier lebih jauh.
Ole Gunnar Solskjaer Pasang Badan Atas Kurang Impresifnya Jadon Sancho
1. Gelandang box-to-box
Nunes membangun basis penggemar yang cukup besar di Sporting karena kemampuannya sebagai gelandang serba bisa. Dia suka mengambil bola dan mendorong pemain bertahan, mengubah pertahanan menjadi serangan dalam sekejap mata.
2. Tenang saat menguasai bola
Gelandang muda ini senang mengamati lapangan untuk mencari ruang dan posisi rekan satu timnya. Jadi, dia selalu siap dengan sentuhan pertama yang impresif atau operan yang menggairahkan untuk menembus garis gawang. Dia bukan pengumpan bola yang elite. Tapi, dia cukup bagus untuk menahannya sendiri. Dia bisa membuat sesuatu terjadi.
Kisah Thomas N'Kono, Bapaknya Kiper-kiper Hebat Kamerun
3. Mengidolakan Ronaldinho
Nunes adalah gelandang dengan postur tinggi. Tapi, sebenarnya dia mendasarkan permainannya pada Ronaldinho. Itu dapat dilihat dari kemampuan dribel dan pergerakan di lapanganb yang dilakukannya.
"Ketika dia bermain untuk Barcelona, saya suka Barcelona. Ketika dia di Milan, saya suka Milan, dan itu luar biasa ketika dia pergi ke Flamengo karena saya penggemar Flamengo. Dia adalah idola saya karena saya selalu memiliki dia sebagai gambaran dari apa yang saya inginkan sebagai pemain," tambah Nunes.
4. Sempat bimbang dengan masa depan timnas
Lahir di Rio de Janeiro, Nunes dibesarkan di Brasil. Tapi, membawa bakatnya ke Portugal ketika berusia 13 tahun. Itu membuatnya bimbang menentukan Brasil atau Portugal.
"Saya merasakan Brasil dan Portugis. Ini adalah setengah-setengah. Meski akar saya di Brasil, saya datang ke sini pada usia yang baik, ketika saya tidak persis seorang anak lagi. Saya benar-benar seperti kedua negara. Tapi, saya lebih suka tinggal di sini di Portugal," kata Nunes kepada UOL.
"Saya akan suka bermain untuk kedua tim nasional! Siapapun yang memanggil saya, saya akan sangat senang. Itu akan menjadi mimpi yang menjadi kenyataan," tambah pemain yang pada akhirnya menolak Brasil demi Portugal itu.
5. Suka tampil di pertandingan besar
Nunes tidak mencetak terlalu banyak gol. Tapi, golnya kerap datang untuk menyelamatkannya dalam kesempatan-kesempatan terbesar. Pada musim 2020/2021 contohnya, dia mencetak dua gol kemenangan penting dalam pertemuan papan atas dengan Benfica dan Braga. Dia juga melakukan hal yang sama saat melawan FC Porto.
6. Dijuluki Saint Matheus
Nunes mendapatkan julukan Saint Matheus dari suporter Sporting karena kebiasaannya menyelamatkan klub dari kekalahan. Julukan ini pertama kali muncul setelah gol kemenangan melawan Benfica. Lalu, dia mengulanginya lagi melawan Braga. Dan, julukan itu langsung menempel seperti lem.
7. Gelandang serbaguna
Sebagai gelandang tengah, Nunes memiliki kebiasaan muncul di mana pun dirinya dibutuhkan di lapangan. Masa depannya adalah sebagai gelandang. Tapi, dia telah digunakan sebagai pemain sayap pada beberapa kesempatan. Bahkan, mengisi posisi bek sayap darurat. Tapi, nalurinya menyerangnya secara mengejutkan membuat Nunes sangat berbahaya di posisi mana pun.
8. Bukan pemain profesional sampai 2018
Ketika berusia 19 tahun Nunes bukan pemain sepakbola penuh waktu, meski merupakan siswa di Akademi Sporting. Dia justru membagi waktunya antara lapangan dan membuat roti gulung di toko roti lokal.
"Saya pikir hampir semuanya hilang ketika saya berusia 20 tahun. Saya sudah memberi tahu ibu saya bahwa menjadi pesepakbola tidak mungkin lagi," kata Nunes tentang alasan bekerja sambil bermain sepakbola.
Segalanya berubah sangat cepat untuk Nunes. Dia dikontrak Estoril tahun itu dan hanya membutuhkan delapan pertandingan untuk meyakinkan Sporting agar membiarkan dia memenuhi mimpinya.
Sporting win 2-1 away at Arouca. Matheus Nunes celebrated his call-up to the Seleção with his first goal of the season. Highlights ⬇️ https://t.co/IrTg1XFU5N
— Tom Kundert (@PortuGoal1) October 3, 2021