Hembusan napas bisa menjangkau lebih dari delapan meter.
Imbauan mengenakan masker saat di luar rumah mengemuka seiring upaya pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus corona baru atau COVID-19, yang sudah menginfeksi sekitar 2.273 orang pada Minggu (5/4).

Di sisi lain, ahli Pulmonologi dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, Dr. Raden Rara Diah Handayani juga menyerukan pentingnya orang-orang tetap berada di rumah pada saat ini demi mencegah virus semakin menyebar.

Pakar kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany memprediksi penyebaran COVID-19 di Indonesia bisa berakhir pada Mei 2020, asalkan masyarakat disiplin menjaga jarak fisik dan sosial, termasuk diam di rumah sementara ini.

"Tidak kontak face to face, ada teknologi modern, kita bisa ketemu. Jangan sampai orang lain menjadi korban kalau kita egois," kata dia belum lama ini.

Bahaya droplet

Diah menekankan berbahayanya droplet, apalagi di semakin tingginya pergerakan orang.

"Droplet itu bahaya luar biasa ketika jumlah kasus banyak. Semakin tinggi pergerakan, mobilisasi masif, orang malah didorong kerja, belanja, makin tinggi (bahaya)," kata dia saat dihubungi ANTARA, Senin.

Studi dalam jurnal American Medical Association menemukan karena sejumlah kondisi, droplet dari batuk, bersin dan bahkan hembusan napas bisa menjangkau lebih dari 26 kaki atau delapan meter dan bertahan di udara selama beberapa menit.

Penulis studi sekaligus profesor di Massachusetts Institute of Technology, Lydia Bourouiba mengatakan, ukuran droplet bisa sangat kecil dan bahkan tak terlihat seperti ukuran mikron, yakni 1 mikron, lebih kecil dari rambut manusia yang tebalnya 60-120 mikron.

"Aerosol berbeda. Partikel yang sangat kecil dapat bertahan di udara untuk waktu yang lama, kadang-kadang selama berjam-jam," kata profesor kedokteran dan penyakit infeksi dari Stanford University, Stanley Deresinski seperti dilansir Usa Today.

Udara dari droplet itu beberapa di antaranya terlindung oleh awan gas dan dapat bertahan cukup lama hingga seseorang menghirup virus.

"Di dalam awan gas, masa hidup droplet bisa jauh lebih panjang dengan faktor dari sepersekian detik hingga menit," kata studi Bourouiba.

Di sisi lain, The National Academy of Sciences (NAS) mengungkapkan virus corona baru juga bisa menyebar melalui udara, tidak hanya dari droplet dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi.

"Hasil studi konsisten, penyebaran virus melalui pernapasan normal," kata Komisi Tetap Penyakit Menular dan Ancaman Kesehatan Abad 21, Amerika Serikat, Harvey Fineberg seperti dilansir ScienceMag.

Sejauh ini, lembaga-lembaga kesehatan termasuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan jalur rute utama penularan SARS-CoV-2 melalui tetesan pernapasan ketika orang batuk dan bersin.

Tetapi jika virus corona baru bisa bertahan dalam udara yang dihasilkan saat seseorang menghembuskan napas, perlindungan terhadap virus menjadi lebih sulit.

NAS dalam studi yang dipublikasikan dalam The New England Journal of Medicine menunjukkan, SARS-CoV-2 bisa bertahan di tetesan udara selama 3 jam dan tetap berpotensi menular.

Namun, tidak semua ahli sepakat udara menjadi media penyebaran virus corona. Walau begitu, CDC merekomendasikan semua orang di Amerika Serikat mengenakan kain masker di luar rumah untuk mengurangi penyebaran virus.


Lebih baik tetap di rumah

Presiden Joko Widodo dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto sudah mewajibkan masyarakat mengenakan masker saat ke luar rumah.

Hal serupa juga diutarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengingat banyaknya individu yang terkena COVID-19 dan tidak mengalami gejala namun bisa menularkan penyakitnya pada orang lain.

Temuan NAS mengenai virus corona baru juga bisa menyebar melalui udara juga memperkuat argumen semua orang harus memakai masker di luar rumah demi mengurangi penularan virus dari orang tanpa gejala.
 
Sebaiknya, cuci masker menggunakan larutan sabun setelah empat jam pemakaian.

Masker terutama yang berbahan kain setidaknya bisa mengurangi rentang kontaminasi awan yang dipenuhi droplet.

Sebuah studi yang didukung ahli virologi pemenang Nobel, Harold Varmus mengungkapkan, lapisan kain di wajah bisa menghentikan 99 persen droplet. Fineberg sependapat. Menurut dia, tidak perlu masker bedah, tetapi yang berbahan kain bisa dipakai.

"Masker bedah untuk tenaga kesehatan yang membutuhkan," kata Fineberg seperti dilansir The Guardian.

Ingatlah, masker kain tidak boleh dikenakan anak-anak di bawah usia 2 tahun, siapa pun yang mengalami kesulitan bernapas atau mereka yang tidak bisa melepas masker tanpa bantuan.

Selain itu, sebaiknya sembari mengenakan masker tetap menjaga jarak dengan orang lain setidaknya dua meter. Lalu, masker tetap menutup hidung, mulut, dan dagu serta cobalah tidak menyentuh masker saat Anda mengenakannya

Namun, ketimbang mengandalkan masker, Diah lebih menyarankan orang-orang tetap berada di rumah sementara ini.

"Yang jelas populasi berisiko sudah makin tinggi. Solusinya cuma satu, stay at home. Jumlah pasien COVID-19 saat ini sangat mungkin sudah sangat tinggi, hanya tidak diketahui karena undetected. Jadi solusinya cuma jangan kemana-mana," tutur dia.

Di sisi lain, ahli kesehatan masih membolehkan orang-orang keluar rumah, salah satunya untuk kepentingan beraktivitas fisik. Syaratnya, harus dilakukan sendirian dan menjaga jarak sosial dengan orang lain.

"(Beraktivitas fisik di luar rumah) boleh, misalnya jogging atau lari di outdoor, jangan dekat-dekat, jaga jarak," kata dokter spesialis kedokteran olahraga dari rumah sakit Premier Bintaro, Hario Tilarso kepada ANTARA belum lama ini.

Ke luar rumah untuk membeli bahan pangan dan obat-obatan juga masih dibolehkan, tetapi sebaiknya tidak sering dan tetap menjaga jaga jarak sosial ditambah menjaga hygiene diri.