Hanya bermain semusim, tapi memberikan dampak besar. Ini kisah hebatnya.

Pada sebuah era, Bolton Wanderers pernah jadi salah satu klub yang menghiasi pemberitaan Liga Premier. The Trotters finish di posisi enam, tujuh, delapan klasemen, tampil di Piala UEFA, serta diperkuat pemain-pemain kelas dunia. Salah satunya, Fernando Hierro.

Di bawah asuhan Sam Allardyce, Bolton pada 2000-an menjadi salah satu tim paling menarik di sepakbola Inggris. Klub ini menyatukan pemain-pemain lokal Inggris dengan bintang-bintang internasional.

Pada masa tersebut, Bolton memiliki pemain-pemain seperti Kevin Nola, Kevin Davies, Jay-Jay Okocha, Youri Djorkaeff, El Hadji Diouf, Stelios Giannakopoulos, Nicolas Anelka, hingga Hierro, yang berstatus mantan kapten, mantan maskot, serta bek legendaris Real Madrid.  

Hierro didatangkan Allardyce pada musim panas 2004 setelah dua tahun sebelumnya kehilangan posisi di Estadio Santiago Bernabeu akibat terlalu vokal terhadap kebijakan Los Galacticos dan pemecatan Vicente del Bosque. 

Pengalaman Hierro memenangkan La Liga lima kali dan Liga Champions tiga kali saat berseragam Los Blancos benar-benar menjadi berkah bagi Allardyce. Apalagi, dia juga memiliki bakat mencetak gol yang lebih baik dari pada kebanyakan striker Bolton pada saat itu. 

Terlepas dari bakat negosiasi Big Sam untuk menarik superstar, keputusan Bolton merekrut Hierro cukup mengejutkan. Sebab, setelah menghabiskan satu tahun di Timur Tengah dengan Al Rayyan, pria Spanyol itu sepertinya sudah setengah jalan untuk pensiun.

Namun, bujukan Allardyce membuat Hierro memutuskan untuk pindah ke Bolton di usia 36 menuju 37 tahun. Hasilnya, tidak terlalu mengecewakan. Hierro merumput 29 kali di Liga Premier dan memproduksi satu gol. Di akhir musim, Bolton finish di posisi keenam. Itu posisi tertinggi mereka di era Liga Premier.

"Salah satu alasan saya datang ke Inggris adalah untuk menemukan kehidupan di bawah pelatih yang menjalankan klub dari atas ke bawah," ujar Hierro kepada The Guardian saat itu.

"Saya tidak tahu bagaimana Sam melakukannya. Dia punya kekuatan untuk menangani pelatihan dan tim dengan bagus. Dia juga orang yang ahli dalam merekrut atau menjual pemain. Jika ada teh di ruang ganti, Sam yang akan membereskannya," tambah Hierro.

Fakta menunjukkan, kehadiran Hierro memberikan pengaruh yang menenangkan bagi lini belakang Bolton. Dia mengambil tendangan bebas. Dia memberikan nasihat taktis sesekali untuk Allardyce. Akibatnya, Allardyce menjulukinya "pengoper terbaik dalam sejarah klub".



Bolton finish keenam musim itu. Mereka lolos ke Piala UEFA setelah hanya tertinggal tiga poin di belakang Everton, yang finish di posisi keempat atau zona terakhir ke Liga Champions. "Saya jelas tentang keputusannya. Saya ingin pergi saat saya masih bermain di level tinggi," ucap Hierro.

Hierro memutuskan hanya bermain satu musim di Bolton untuk kemudian pensiun. Pada laga terakhirnya, dia ditarik pada menit 67 di depan pemain-pemain seperti Okocha, Gary Speed, Giannakopoulos, dan Diouf. Mereka bertepuk tangan untuk sang legenda. Begitu pula para penonton.

Setahun cukup lama bagi Hierro untuk menjadi sosok yang sangat populer di Reebok Stadium. Statusnya sebagai salah satu bintang Bolton merupakan faktor yang berkontribusi terhadap popularitasnya. Tapi, penampilannya yang keren dan berkelas justru jauh lebih penting.