Pertanyaannya, apakah Barcelona kembali ke pakem 4-3-3 atau 3-4-3 seperti Al Sadd?
Tak ada nama lain yang diharapkan oleh penggemar Barcelona ketimbang Xavi Hernandez untuk menggantikan posisi Ronald Koeman sebagai pelatih. Konon, masalah ini sudah fix dan tinggal menyelesaikan administrasinya di Qatar. Jika akhirnya datang, lalu bagaimana El Barca akan bermain bersama Xavi?

Xavi menghabiskan 25 tahun di Barcelona dan pergi pada usia 35 tahun setelah memenangkan treble 2014/2015. Xavi pergi dengan kalimat "hasta luego" (sampai jumpa), bukan "adios" (selamat tinggal). Itu semacam rahasia yang tak terucapkan bahwa Xavi akan kembali suatu saat nanti.

Sebagai salah satu pemain klub paling sukses, dengan 767 penampilan atas namanya, dia tahu satu atau dua hal tentang cara bermain ala Barcelona.  Xavi mengangkut filosofi bermain Barcelona yang dikenal dengan tiki-taka ke klub yang dia latih saat ini, Al Sadd.

"Jelas bagi saya tim saya harus mengontrol bola. Saya menderita ketika saya tidak menjalankannya. Saya melakukan segala kemungkinan untuk mendominasi permainan melalui penguasaan bola. Itu berguna untuk menyerang dan menciptakan peluang," kata Xavi kepada The Coach's Voice.

Terbukti, hal itu berjalan ampuh, Al-Sadd telah mencetak 24 gol dalam lima pertandingan liga terakhir. Meski Liga Qatar tidak sebanding dengan La Liga atau Liga Champions, Al-Sadd tidak terkalahkan dalam 34 pertandingan liga berturut-turut, dengan Xavi hanya kalah 16 kali dari 93 pertandingan yang ia tangani di semua kompetisi.

Di sisi lain, Barcelona dengan gaya yang menyimpang jauh dari filosofinya, bermain membosankan di era Koeman. Mereka terseok-seok.

Pelatih berusia 41 tahun itu cenderung menggunakan formasi dengan tiga bek, baik 3-4-3 atau 3-5-2. Itu membuat penasaran banyak fans Barcelona karena tiki-taka selama ini identik dengan 4-3-3 atau 4-2-3-1. Selain itu, Presiden Barcelona, Joan Laporta, dikabarkan telah menginstruksikan pelatih Koeman untuk menggunakan formasi tersebut.

Namun, Xavi bukan orang fanatik dengan skema. Dia tidak seperti Antonio Conte atau Maurizio Sarri yang harus main dengan skema tertentu. Xavi tidak percaya formasi itu krusial. Dia lebih peduli dengan cara tim membangun permainan daripada memikirkan tulisan hitam di atas kertas putih.

"Yang paling penting adalah membuka lapangan, melebarkannya, selebar mungkin dan sedalam mungkin," ucap Xavi.

Jika melihat apa yang dikerjakan di Qatar, besar kemungkinan Barcelona asuhan Xavi akan menjadi tim yang mengutamakan penguasaan bola dan gaya menyerang seperti Barcelona era Pep Guardiola dan Luis Enrique.

"Bola itu bukan bom. Itu adalah harta karun. Mereka seharusnya menikmati penguasaan bola. Pada akhirnya, menguasai bola adalah kecanduan. Hal terpenting dan terindah dalam sepakbola adalah menguasai bola dan menyerang dengannya," beber Xavi.

Setelah menghabiskan begitu lama di Barcelona, ​​​​dia mengerti kebutuhan tim tidak hanya untuk menang, melainkan juga untuk menang dengan gaya yang indah.

Koeman dipecat sebagian karena timnya tidak mampu menyajikan penampilan yang menghibur. Tim asuhannya terlihat tidak berdaya dalam penguasaan bola, tidak mampu menghancurkan pertahanan lawan secara konsisten tanpa mengandalkan momen ajaib. Sedangkan tim Xavi siap menciptakan peluang di setiap kesempatannya.




Siapa saja yang akan main di bawah arahan Xavi?

Jika Xavi tetap menggunakan sistem 4-3-3, dia harus memasangkan Eric Garcia dan Ronald Araujo di bek tengah. Garcia dapat melangkah dan bermain dengan nyaman di area tengah. Sementara Araujo memiliki kecepatan untuk membalas dan menghentikan serangan balik ke lawan.

Barcelona akan sedikit bermain melebar, dengan Ousmane Dembele dan Ansu Fati di sisi sayap ketika keduanya fit. 

Jika dia memilih 3-4-3, itu akan memberi Barcelona kesempatan untuk menggunakan dua poros pertahanan. Pertama, Sergio Busquets dan Frenkie de Jong. Kedua, Pedri dan Gavi sebagai tunas hijau di lini tengah klub.

Tapi, pasti ada beberapa kelemahan. Dia tidak pernah berhasil memenangkan Liga Champions Asia. Itu masalah yang sama dengan Barcelona di Eropa selama setengah dekade terakhir. Timnya kalah 1-4 di leg pertama semifinal melawan Al-Hilal, dan menang 4-2 di leg kedua. Hasil itu tidak cukup untuk maju.

"Harapan untuk Al-Sadd selalu memenangkan liga. Di bawah Xavi, mereka memenangkan liga untuk pertama kalinya musim lalu dan mereka berada di posisi terdepan sekarang. Mereka tidak menganggapnya sebagai tantangan yang cukup dan ingin mencapai level Liga Champions Asia," kata pakar sepakbola Qatar, Sudesh Baniya, kepada podcast Siempre Positivo .

Laporta skeptis tentang kurangnya pengalaman Xavi di level yang lebih tinggi. Tapi, keputusasaan dan kurangnya pilihan kuat lainnya telah membawa Barcelona ke titik ini.

Lagipula masih harus dilihat bagaimana Xavi akan menangani mantan rekan-rekannya seperti Jordi Alba, Busquets, Gerard Pique, atau Sergi Roberto. Dan, apakah dia cukup berani untuk menghentikan mereka jika perlu. Di atas kertas, Xavi adalah orang yang membimbing Barcelona dengan tajam kembali ke jalan yang sangat ingin mereka jalani.